Share

Perpisahan

"Silakan!" sahut keduanya merentangkan tangan mengisyaratkan Levin beranjak dari sana.

Berlalu Levin, Hasby dan Agung meninggalkan acara pernikahan super duper mewah itu. Memang sudah saatnya mereka pergi, acaranya telah selesai.

Levin kembali mendatangi Anna yang menunggu suaminya selesai berbicara dengan dua orang asing. Anna tidak ingin beranjak sendirian dari pelaminan.

"Sudah selesai, Mas?" tanya Anna bangkit dari duduknya. "Kalau gitu tolong bawa aku masuk ke dalam rumah! Kepalaku sakit sekali. Aku tidak sanggup terus mengenakan pakaian ini," pinta Anna nafasnya ngos-ngosan.

"Ayo kita masuk," sahut Levin menggerakkan tangan menggendong tubuh mungil Anna dan membawanya beranjak dari pelaminan.

"Ganti pakaianmu!" perintah Levin mendudukkan tubuh Anna di kursi depan meja hias.

Sambil menunggu Anna mengganti pakaian, Levin melepaskan jasnya, menyalakan kipas angin dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ponsel yang seharian tidak disentuhnya, kini menjadi objek perhatian.

Meski status mereka suami istri, Anna malu ganti baju di depan Levin. Ya walaupun malam ini tubuh polosnya akan dilihat Levin sepenuhnya.

Beberapa pesan email masuk di ponselnya. Tentu dari para rekan kerja dan pegawai di kantor. Padahal semalam Levin sudah ijin tidak pergi ke kantor ada kesibukan di rumah, tetapi pesan pekerjaan masih saja masuk.

"Ternyata begini menjalankan nikah secara diam-diam! Mereka kira aku hanya ingin libur. Andaikan mereka tau hari ini pernikahanku, mereka mungkin tidak spam email." Levin mengeluh sambil mengurut kepalanya yang terasa sakit.

Levin bangkit dari berbaring, pandangan mata langsung tertuju ke Anna yang hanya mengenakan bra dan celana dalam. Gadis itu berdiri di depan lemari yang pintunya terbuka. Anna tengah mencari pakaian ganti.

Dari kaki hingga punggung, kulitnya putih mulus tanpa sebutir bulu. Nyaris membuat air liur Levin meleleh melihatnya. Ada banyak wanita seksi disekitarnya, tetapi Levin tidak pernah tergoda. Namun lain dengan Anna, Levin merasakan ada hawa yang berbeda.

Anna yang menyadari Levin sedang menatapnya dari belakang seketika membalik tubuh. Dan benar saja, pria itu menatapnya tanpa berkedip.

Seketika Anna menutupi dada dan bagian di tengah paha, sedangkan tangan sebelah kanan meraih handuk handuk dan menutupi tubuhnya dari pandangan mata penuh nafsu Levin.

"Untuk apa malu, hah? Bukankah kamu telah menjadi milikku. Dari kaki hingga kepalamu, adalah milikku. Dan malam ini, aku akan melihat tubuhmu tanpa busana." Levin menatap sinis wajah Anna yang tersipu malu.

"Maaf! Aku belum terbiasa," sahut Anna meneguk liurnya dengan berat.

"Ya harus dibiasakan! Bagaimanapun kamu harus memuaskan nafsuku," ujar Levin terdengar mengerikan.

"Iya Mas," sahut Anna berat terucapkan.

"Sekarang pakailah pakaianmu! Malam ini juga, kamu akan ikut denganku!" perintah Levin mengambil jas dan mengenakannya.

"Aku ikut pulang ke rumahmu?" tanya Anna gelagapan.

"Nggak usah banyak tanya! Ayo buruan! Semakin lama kamu berbicara, semakin malam pula tibanya. Waktu tidak mau menunggu tau!" titah Levin sembari mengambil pakaian di dalam paper bag yang tadi pagi ia bawa.

"Cepat pakai!" perintah Levin menyerahkan pakaian itu ke Anna.

"Baik, Mas," sahut Anna mengenakan pakaian pemberian dari Levin.

"Bawalah barang yang penting! Aku tidak ingin kamu terlalu banyak membawa sampah-sampahmu yang jelek-jelek itu. Di rumahku, segala kebutuhanmu akan aku tanggung," cerca Levin berkacak pinggang, terselip kesombongan di perkataannya.

"Baik Mas," sahut Anna diselingi dengan anggukan kepala.

Selepas memasukkan beberapa setelan pakaian di dalam tas besarnya, Anna mengambil tas selempangnya di atas meja hias. Sebuah pigura foto dirinya bersama orang tuanya pastinya tidak akan ia tinggalkan. Terlebih lagi, ia pasti jarang bertemu orang tuanya lagi.

"Ayo cepatlah!" decak Levin lantang menggedikkan hati Anna.

"Iya Mas. Sabar!" sahut Anna terburu-buru. Tas besarnya dibawa Levin terlebih dulu karena Anna bergerak lambat bagaikan siput.

Dengan langkah kaki berat, Anna berjalan mengikuti suaminya di belakang.

Di ruang tengah, Anna berjumpa dengan kedua orang tuanya. Mereka sedang membuka amplop hadiah dari tamu undangan pernikahan tadi siang.

"Berpamitan lah dengan mereka! Aku beri waktu untukmu sekitar lima menit. Lewat waktu itu, aku akan menyeretmu!" ancam Levin berdiri di samping pintu dengan tangan melipat di dada, memalingkan wajah ke sisi lain.

"Pah, Mah," panggil Anna duduk di sebelah mereka.

Sekilas keduanya melirik tas besar yang dibawa Levin. "Loh kalian mau pergi malam ini juga?" tanya Fatiya tampak syok.

"Iya Mah, Pah, aku sama Mas Levin mau pamit!" ucap Anna berat mengatakan sambil menahan air mata. "Kalian baik-baik yah di sini! Hati kalau ada waktu, aku akan kemari untuk menjenguk kalian." Anna lalu berlabuh dalam pelukan orang tuanya.

"Kamu juga baik-baik di sana. Nurut sama Levin sebagai suamimu. Tanggung jawab Papa telah berpindah ke Levin. Dialah yang akan melanjutkan tanggung jawab Papa menjagamu," ujar Rendy mengelus-elus kepala putrinya.

Meski berat harus merelakan putri semata wayangnya berpisah tempat tinggal, Rendy harus rela. Sebab Anna telah menjadi seorang istri.

"Jangan lama dong! Ini sudah hampir malam. Aku sudah tidak sabar melahap tubuhmu sampai aku puas memilikimu," desak Levin terdengar rakus.

"Sebentar lag, Mas," ucap Anna perlahan melepaskan pelukan.

"Aku akan merindukan kalian!" lanjut Anna tidak dapat lagi menahan tetesan kristal bening dari matanya, akhirnya ia menangis sesugukan.

Kedua belah mata Fatiya penuh dengan air hampir menetes, tetapi ia tidak boleh menangis di depan Anna. Anak gadisnya itu akan tambah sedih jika melihat ia ikut menangis.

Fatiya menghapus air mata putrinya yang berhasil lolos. "Jangan menangis, Sayang! Kita hanya dipisahkan tali pernikahan. Memang awalnya sangat sulit dilakukan berpisah dengan orang tua. Tapi nanti percayalah kamu akan terbiasa jauh dari kami," tutur Fatiya menenangkan.

"Iya Mah. Semoga begitu," sahut Anna mengembangkan senyum muram di bibirnya, lalu mendatangi Levin yang sudah gelisah menunggunya selesai berpamitan dengan kedua orang tuanya.

"Ayo!" bentak Levin mencengkram tangan Anna dan menyeretnya keluar dari rumah.

Pintu mobil sebelah pengemudi dibuka oleh Levin, tubuh Anna didorong paksa masuk ke dalam. Anna yang tubuhnya sangat kecil, hanya bisa mengikuti gerakan yang Levin lakukan.

Anna membuka jendela mobil. Ia melambaikan tangan ketika mobil Levin berjalan perlahan pergi dari halaman kontrakan milik Rendy.

"Selamat tinggal, Mama, Papa! Sampai jumpa lagi!" ujar Anna menyeka air matanya yang dari tadi tidak mau berhenti mengalir.

Sampai hilang dari pandangan matanya, baru Anna membenarkan keadaan tubuhnya, duduk rileks di tempat duduknya.

Suasana di dalam mobil sepi kayak kuburan sepanjang perjalanan jauh keduanya. Tidak ada niatan satu diantara keduanya ingin memulai percakapan. Bahkan mulut Levin sendiri telah kering kelamaan berdiam diri. Mereka seolah tidak mengenal satu sama lain.

Anna bahkan juga tidak mendengar tarikan atau hembusan nafas. Seolah Levin tidak melakukan aktivitas pernafasan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status