Share

Perasaan Tidak Enak

Author: Lisa PLH
last update Last Updated: 2023-06-19 09:25:08

"Kami telah memenuhi keinginanmu. Sekarang tepatilah janjimu!" ucap Rendy mengingatkan Levin akan janjinya yang diucapkan beberapa menit lalu.

Sentak Levin menepuk kening. Hampir saja ia melupakan janjinya. "Beruntung Ayah mertuaku mengingatkan. Aku nyaris lupa."

Levin mengambil ponsel di saku celana. "Silakan tulis sendiri nomor rekeningmu!" perintah Levin menyerahkan ponselnya kepada Rendy.

Rendy terkekeh masam. "Aku tidak punya kartu kredit lagi. Semua milikku telah disita bank. Ya kamu taukan masalah perusahaanku yang bangkrut karena ulah dari asistenku sendiri," jelas Rendy raut wajah muram.

"Uang kas saja!" perintah Fatiya.

"Aku sedang tidak pegang uang kas. Setiap kali belanja aku selalu menggunakan kartu kredit," ujar Levin berlagak sombong.

Terdengar hembusan nafas kasar yang Levin hembuskan. Levin kembali mengambil dompetnya yang begitu tebal dilihat dari luar. Satu kartu kredit dari barisan puluhan kartu kredit lain ditarik keluar dari tempat sesak itu.

"Ini, ambillah! Isinya lebih dari satu miliar. Pakaian saja semuanya untuk biaya hidup kalian. Aku sudah terlalu banyak punya kartu kredit. Ya setidaknya mengurangi isi dompetku" ujar Levin acuh tak acuh.

Dengan tangan bergetar, Rendy mengambilnya. "Terima kasih!" ucap Rendy senyum manis terpapar di bibir pucatnya.

"Cepat sembuh!" Levin menepuk pundak Rendy pelan.

"Masalah pernikahan kami, biar aku yang mengurusnya. Kalian hanya fokus pada kesehatan!" perintah Levin kembali meletakkan dompetnya di saku jas.

Obrolan mereka terhenti saat ponsel Levin berdering, panggilan masuk dari asisten di kantor. Sebentar ia menepi, menerima panggilan di tempat yang tenang.

"Ada apa menghubungiku?" tanya Levin.

"Pak, sebentar lagi rekan bisnismu akan tiba di sini. Sebaiknya Pak Levin segera kembali ke kantor!" ujar Rafael asisten terpercaya Levin.

"30 menit lagi aku akan tiba di sana. Bila kedatanganku terlambat, katakan pada mereka untuk menungguku sebentar. Ada suatu hal yang sedang aku urus. Ini masalah pribadiku," perintah Levin berbisik.

"Baik Pak," sahut Rafael.

Karena sudah tidak ada lagi yang ingin Rafael sampaikan, Levin mengakhiri panggilan dan kembali ke samping brankar mantan dari sahabat ayahnya.

"Om, Tante, asistenku telah menghubungiku. Sekarang aku harus kembali ke kantor. Jangan lupa terus kabari aku tentang keadaanmu!" perintah Levin melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Terima kasih banyak telah membantuku. Aku tidak menjamin hidupku akan bertahan lama bila kamu tidak ada di sini," ujar Rendy sangat bersyukur.

"Om tidak perlu berterima kasih. Kita sama-sama saling menguntungkan satu sama lain ," sahut Levin menepuk pundak Rendy pelan. Levin kemudian melenggang keluar dari ruang rawat itu.

Berlalu Levin, Fatiya berlari keluar ruang rawat pergi keruangan dokter khusus bedah. Ia langsung mengurus administrasi biaya berobat Rendy. Agar suaminya cepat ditangani. Keadaannya sudah semakin memburuk sekian hari demi hari dibiarkan tanpa pengobatan.

Beberapa saat kemudian dokter bersama empat orang perawat datang ke kamar Rendy. Mereka mendorong brankar Rendy dan membawanya ke ruang operasi.

Sedangkan Fatiya dan putrinya membuntuti di belakang. Tiba di depan ruang operasi, langkah kedua wanita itu terhenti, mereka tidak dibolehkan masuk ke dalam.

"Semoga Papa bisa sembuh. Aku ingin lebih lama bersamanya. Aku tidak ingin kehilangan pria hebat seperti dia," batin Anna sambil mengintip ke dalam di kaca pintu ruangan.

Tiga jam berlalu ….

Dokter beserta beberapa orang perawat keluar dari ruang operasi. Saat itu, Fatiya dengan Anna tertidur pulas di kursi depan ruangan. Mereka saling menyandarkan kepala ke pundak satu sama lain.

"Permisi, Ibu!" ucap dokter membangunkan Fatiya dengan menggerakkan pelan tubuhnya.

Seketika Fatiya membuka kedua matanya. Pandangan langsung tertuju ke seorang pria muda mengenakan pakaian serba putih.

"Bagaimana, Dok? Apakah operasinya berhasil?" tanya Fatiya sesekali melirik ke dalam ruangan. Terlihat Rendy belum sadarkan diri.

Dokter itu tersenyum yang menandakan bahwa operasinya berhasil. "Operasinya berhasil. Tumor yang bersarang di perut Pak Rendy telah berhasil kami cabut. Untuk saat ini, Pak Rendy sedang tidur di bawah pengaruh obat. Sebentar lagi dia juga akan bangun," jelas dokter.

Mendengarkan penjelasan dokter, Fatiya beserta Anna baru bisa bernafas dengan lega. Akhirnya penyakit Rendy telah hilang setelah sekian lama harus menahan rasa sakit.

"Dok, apakah kami boleh masuk?" tanya Anna mengintip-ngintip ke dalam.

Dokter itu menganggukkan kepala lalu membuka lebar pintu. "Silakan masuk!" ujar dokter.

"Saya permisi dulu! Kalau kalian butuh apa-apa, panggil saja saya!" Dokter beranjak dari depan ruang operasi meninggalkan Fatiya dan Anna.

Berlalu dokter, Fatiya bersama Anna langsung masuk ke dalam ruang rawat. Pada waktu itu bertepatan Rendy terbangun dari tidurnya.

"Papa," panggil Anna berhamburan ke dalam pelukan sang ayah.

Rendy mendekap tubuh putrinya. "Setelah ini kita akan kembali pulang ke rumah. Papa sangat merindukan rumah. Walaupun rumah kita sekarang berbeda dari rumah kita yang dulu," ujar Rendy tidak sabar ingin pulang.

"Iya Pah," tambah Fatiya turut memeluk Rendy dan Anna.

"Tolong berhenti memelukku! Tubuh kalian sangat berat. Bisa mati tertindih kalian aku," pinta Rendy merasa sesak dipeluk kedua wanita itu.

"Maaf Pah!" ucap Anna menghapus air mata. ia benar-benar bahagia dengan kesembuhan Rendy.

Anna melihat penampakan wajah Rendy pada malam hari ini, agak berbeda dari biasanya. Lebih segar dan terpancar keceriaan yang telah lama menghilang.

Sekian lama terbaring lemas di atas brankar tidak diperhatikan dokter karena menggunakan kartu berobat orang miskin, akhirnya penyakit Rendy telah terobati. Semua berkat bantuan Levin.

"Semua berkat Levin. Dialah penyelamat hidup Papa," ujar Rendy memuja-muji kebaikan Levin yang telah membantu biaya berobatnya.

"Benar, Pah. Selain pahlawan, Levin juga akan menjadi menantu kita." Fatiya mengatakan dengan sumringah.

Sementara Anna yang akan menjadi istri dari Levin, diam membisu. Entah mengapa, hati Anna sakit apabila mengingat bahwa dia akan segera menikah dengan Levin, pria yang baru saja ia kenal.

"Biarlah aku berkorban demi kesembuhan Papa. Karena selain Kak Levin, tidak akan ada orang lain yang mungkin bersedia membantu." Anna berujar di dalam hati.

"Anna, kenapa kamu diam?" tanya Fatiya menyadarkan Anna yang sedang melamun.

"Tidak apa-apa, Pah. Aku senang setelah sekian lama Papa diabaikan akhirnya mendapatkan penanganan. Aku sangat berterima kasih kepada Kak Levin," jawab Anna tersimpan perasaan bingung di dalam hati.

"Mulai hari ini kamu harus menyiapkan diri. Belajarlah membersihkan wajah biar nanti kamu terlihat cantik saat waktunya pernikahan," ujar Rendy mengelus kepala putrinya.

Tiba-tiba Fatiya menangkup wajah Anna. Sontak Anna menatapnya. Raut wajah wanita paruh baya terlihat sedih. "Nikmatilah waktumu bersama kami. Karena setelah menikah dengan Levin, kamu pasti ikut dengannya. Kita akan jarang bertemu, Sayang." Mereka saling berpelukan.

"Apapun yang akan terjadi kepadaku, aku siap menanggungnya. Terpenting Papa dan Mama bahagia," batin Anna menghela nafas panjang.

Entah mengapa, Anna merasa ulu hatinya berdenyut sakit di kala perjanjian, satu bulan lagi ia akan menikah dengan Levin. Seakan tahu apa yang akan terjadi setelah pernikahannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelampiasan Dendam Sang CEO Kejam   Yang Penting Ayah Selamat

    Tangan Anna terlihat begitu gemetaran. Dan itu dilihat oleh Levin. Senyuman miring tersungging di bibirnya. Anna benar-benar ketakutan terhadap dirinya."Aku tidak menerima alasanmu!" gertak Levin melipat tangan di dada. "Kamu pikir aku tidak tau siapa dirimu. Maklum habis jadi anak orang kaya. Mendadak miskin ya hidupnya jadi melarat gini," sindirnya memutar bola mata, perkataannya sangat menusuk hati Anna.Sementara Anna hanya diam dan bungkam. Memang kenyataannya seperti yang Levin katakan. Selama hidup di rumah mewah, Anna tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Semua diurus pembantu rumah tangga.Tangan kekar pria itu menarik kerah bajunya, mengangkat tubuhnya sampai kaki tidak dapat lagi menyentuh lantai. Hingga lehernya tercekik."Ah, Mas leherku!" jeritnya menepuk-nepuk tangan Levin berharap pria itu memelankan pegangan.Tiba-tiba Levin melepaskannya begitu saja, menjatuhkan tubuh mungil Anna ke lantai. Tidak berselang lama, Levin menarik rambut Anna, memaksanya kembali berd

  • Pelampiasan Dendam Sang CEO Kejam   Percintaan, Membawa Ke Delima

    Permainan tadi malam, berhasil membuat Levin terlena. Sepanjang mengerjakan pekerjaan kantor, pikiran Levin tidak berada di tempatnya."Sialan! Kenapa aku malah terjebak nafsuku sendiri?" gumam Levin saat berada sendirian di dalam ruangannya. "Ingatlah tujuan awalmu! Jangan sampai kenikmatan melarutkanmu dalam delima."Gara-gara itu, Levin tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Dia memilih untuk pulang lebih awal dengan alasan tidak enak badan. Akan tetapi beda tanggapan pegawai di kantornya. Mereka malahan melihat Levin sangat sehat, tampak wajahnya ceria lebih dari kemarin.Langkah kaki Levin begitu cepat menyusuri koridor kantor AJ Crop. Para pegawai yang menyapa, diabaikan segitu saja. Mereka tidak tersinggung, sebab tingkah laku Levin memang angkuh.Tiba-tiba … bruk! Seorang gadis mengenakan dress ketat dengan setelan jas hitam terjatuh di lantai setelah tertabrak tubuh kekar Levin."Arghhh," jeritnya saat merasakan sakit di tulang punggungnya terhentak di lantai keramik."Ups …

  • Pelampiasan Dendam Sang CEO Kejam   Alasan Ikatan Pernikahan

    "Sudah tau aku miskin, kenapa kamu mau menikahiku? Bukankah ada banyak wanita cantik dan sederajat denganmu?" tanya Anna menyeka air mata yang tidak mau berhenti menetes.Tidak ada sahutan langsung, senyum miring terlukis di bibir Levin tarkala melihat wajah tegang Anna. "Anna, Anna, jangan kepedean jadi orang. Aku mau menikah denganmu, bukan karena aku menyukai wajah jelekmu. Ya aku hanya ingin berbaik hati membantu Ayahmu yang bau tanah itu. Kebetulan aku juga butuh wanita penghangat ranjang. Sekalian saja aku beri tawaran bantuan dengan imbalan dirimu," tutur Levin tanpa perasaan.Jedarrr! Seketika hati Anna tersambar.Kemarin adalah hari bahagia bagi Anna, menjadi seorang istri sah dari seorang pria tampan, CEO muda, dan putra dari sahabat ayahnya. Ia berharap hidupnya akan terus menerus bahagia hidup sebagai istri Levin. Namun pada hari pertama rumah tangga mereka ini, kebahagiaan kemarin datang hanya sesaat."Kamu jahat, Mas!" teriak Anna histeris."Aku nggak jahat kok. Aku ini b

  • Pelampiasan Dendam Sang CEO Kejam   Kejamnya Levin

    Setengah jam berlalu, sarapan yang Anna siapkan telah selesai diolah. Siap diantar ke meja makan. Namun kedatangan Anna terlambat, Levin sudah duduk dengan gelisah di kursi meja makan di ruang makan."Cepatlah!" teriak Levin nyaring. Sesekali melirik jam tangan, sebentar lagi waktunya berangkat ke kantor. Gara-gara Anna, ia agak sedikit terlambat."Sebentar!" sahut Anna seraya membawa piring berisi nasi goreng dengan telur oseng dan sayuran ke ruang makan.Begitu tiba di sana, Anna meletakkan piring tadi di atas meja, tepat di depan Levin. "Ini, Mas. Silakan dimakan!" ujar Anna meletakkan piring berisi nasi goreng dengan sayuran dan telur oseng sebagai menyedap rasa."Astaga! Lama aku menunggu, cuman dihidangkan masakan kayak begini." Levin mendesis kesal."Maaf Mas! Lagian masak nasi goreng simple. Tidak memakan waktu yang lama," sahut Anna membujuk Levin agar tidak mempermalahkan masakannya.Dikarenakan waktu semakin berjalan dan Levin harus segera pergi ke kantor, memaksanya memaka

  • Pelampiasan Dendam Sang CEO Kejam   Sikap Aslinya Mulai Tercium

    Ingat habis melakukan apa, segera Anna menarik selimut dan menutupi tubuh polosnya dari pandangan mata Levin, meskipun Levin adalah suaminya sendiri."Buat apa malu begitu, bukankah tadi malam aku sudah melihat tubuhmu seutuhnya. Bahkan kita juga telah menyatu," tutur Levin menatap datar wajah Anna yang timbul semburat merah jambu."Aku masih belum terbiasa," ucap Anna terbata-bata.Levin mendengus kesal sembari mengambil pakaian Anna yang berserakan di lantai. Dilemparkan ke tubuh Anna. "Cepat pakai pakaianmu!" titahnya.Anna hanya mengangguk seraya mengambil pakaian dan mengenakannya secara cepat sebab Levin sedari tadi memaksanya cepat."Segera siapkan aku sarapan! Hari ini aku harus ke kantor," perintah menarik tangan Anna bangkit dari tempat tidur.Belum sempat beranjak dari kamar, Anna memberatkan kaki beranjak dari sana. "Ke kantor, Mas? Kenapa harus pergi? Kita nikmati saja hari pertama usia pernikahan kita," tanya Anna melarang Levin pergi ke luar rumah.Mendengar Anna melaran

  • Pelampiasan Dendam Sang CEO Kejam   Surga Dunia

    "Akh …." Levin mendorong masuk lebih jauh ke dalam inti Anna, hingga gadis itu ternganga tidak kuasa menahan rasa sakitLevin merasakan ujung kenikmatan pada malam ini. Biarpun kaya, Levin tidak pernah menggunakan kekayaan untuk menyewa jasa wanita jalang. Wajar jika Levin begitu menikmati tubuh Anna di malam pertama mereka sebagai suami istri.Semakin pria itu memperkencang hentakan, yang membuat Anna terkulai lemah tidak berdaya."Pelan-pelan, Mas!" ucap Anna meremas selimut. Hingga keadaan kasur yang tadi rapi, kini berantakan akibat permainan mereka.Meskipun Anna telah lelah, Levin mengindahkan permintaannya. Ia malah sebaliknya memperkencang hentakkan pinggang. Semakin membuat Anna lemas.Tes! Keringat Levin berjatuhan membasahi wajah Anna. Hingga tiga jam berlalu, Levin masih saja bermain. Sampai Anna tertidur pulas di bawah tubuhnya."Kamu begitu memuaskanku," pujinya meremas kedua belah dada Anna. Mengisapnya, menggigit daun telinga wanita itu hingga membekaskan luka kecil be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status