Share

Demi Hak Waris

Mobil mewah berwarna silver yang Levin kemudikan berjalan masuk melewati pekarangan luas gedung kantor AJ Crop.

Rafael yang mengetahui bos besarnya telah sampai, memberitahukan kepada semua pegawai untuk menyambut kedatangannya.

Dengan mengangkat kepala dan menegakkan dada kekarnya, Levin berjalan santai melewati para pegawai yang saling bersahutan menyapanya. Namun sapaan mereka tidak ada balasan. Levin hanya lewat tanpa perkataan.

Rafael mendekat. Saat berada di depan Levin, ia membungkuk tubuh berikan penghormatan. "Selamat siang Pak Pak Levin," sapa Rafael lembut.

"Em … Pak Hasby ada di ruang pribadi Almarhum Pak Ryder. Dia bilang ingin bicara sebentar denganmu," ujar Rafael.

"Kalau begitu ikutlah bersamaku ke ruangan pribadi almarhum Ayahku!" sahut Levin ke tempat dimana mantan asisten ayahnya menunggu.

Mereka masuk ke dalam lift khusus direktur. Rafael menekan tombol ke lantai 56, tempat dimana ruang pribadi ayah Levin. Tidak ada percakapan walau hanya sepatah kata di dalam lift hingga sampai ke lantai 56.

Setelah pintu lift terbuka, mereka pergi ke sebuah ruangan yang pintunya telah terbuka lebar. Ruangan itu sudah tiga tahun kosong. Meskipun kosong tidak terawat lagi, keadaan di dalamnya masih sangat bersih dan semua barang tersusun rapi.

"Ehem …." Levin mendehem.

Sontak perhatian seorang pria yang dua tahun lebih tua dari Levin itu bangkit dari duduknya. Ia membungkuk, memberikan penghormatan kepada ahli waris perusahaan terbesar yang pernah menjadi tempatnya sebagai salah satu orang penting.

"Ada perlu apa datang kemari, Pak Hasby?" tanya Levin sembari duduk di kursi almarhum sang ayah. Sebelum menjawab, Levin sebenarnya sudah tahu apa sebab akibat datangnya pria itu.

"Ada suatu hal yang ingin aku sampaikan. Ini masalah hak waris sebagai anak dari Tuan Ryder," tutur Hasby mengisyaratkan dengan mata yang langsung Levin mengerti.

Sebentar Hasby melirik keberadaan Rafael di sebelah Levin. Pria muda itu berdiri menghormati dua orang petinggi di kantor AJ Crop.

"Tuan Levin, bolehkan asistenmu ini keluar! Pembicaraan kita ini serius. Bersifat rahasia," bisik Hasby, tetap terdengar oleh Rafael.

Rafael yang mengerti, mendengus kesal mendapatkan pengusiran secara tidak hormat oleh Hasby. Namun ia masih berada di sana, terkecuali Levin sendiri yang memerintahkan ia keluar.

Sebentar Levin melirik jam tangannya. "Masih ada lima belas menit lagi rekan kerjaku datang ke sini. Siapkan segala berkas yang kemarin sudah kita siapkan!" perintah Levin terus berjalan menuju ke lift. Rafael membuntuti di belakang.

"Baik Pak Levin," sahut Rafael beranjak dari ruangan

Meskipun Rafael penasaran ada apa dengan dengan pertemuan antara Levin dengan Hasby, ia tidak bisa memaksakan diri untuk tahu. Sebab Levin telah mengusirnya. Berarti masalah yang mereka bicarakan sangat bersifat rahasia tidak boleh diketahui orang lain.

Rafael mendengus kesal seraya keluar dari ruang bekas milik ayah Levin. "Ah menyebalkan sekali," gerutu Rafael setelah menutup rapat pintu dari luar ruangan.

"Silakan!" perintah Levin menyuruh Hasby mulai berbicara.

"Bagaimana masalah warisan Tuan Ryder? Apakah kamu menyanggupinya?" tanya Hasby langsung pada inti pembahasan.

"Bila kematian ayah angkatmu mencapai empat tahun, maka semua harta yang seharusnya jatuh ke tanganmu akan diberikan kepada pemerintah. Dan kamu tidak mendapatkan apa-apa," tegas Hasby menekankan.

Biasanya bila membahas tentang pernikahan dan warisan, Levin selalu tegang. Namun lain dengan hari ini. Pria muda itu tampak tenang. Malahan bibirnya masih bisa untuk tersenyum membalas ketegangan di wajah Hasby.

"Ingat, Vin! Bila kamu belum menikah juga, semua harta peninggalan ayah angkatmu akan diserahkan ke panti asuhan. Dan kamu akan kehilangan semua harta peninggalannya sebagai anak angkat," jelas Hasby mengingatkan.

Levin menanggapi sangat santai, bahkan sebelah kakinya naik ke atas meja dan bergoyang-goyang. "Pak Hasby tidak perlu risau! Satu bulan lagi aku juga akan menikah," sahut Levin tersenyum miring.

"Tapi, pernikahanku ini tidak boleh disampaikan ke media sosial! Orang lain tidak boleh tahu. Termasuk Rafael, asistenku sendiri. Hanya Pak Hasby dan pengacara mendiang Ayahku yang mengetahuinya," tutur Levin berbisik.

Hah? Seketika Hasby membelalakkan mata. Menatap sinis penampilan wajah datar Levin. "Jangan bilang kamu nikah kontrak?" duga Hasby. Demi harta, tidak berkemungkinan Levin akan melakukan pernikahan sebatas keperluan semata.

"Hal bodoh itu tidak mungkin aku lakukan," gertak Levin.

"Aku menikah beneran di depan penghulu nanti," jawab Levin semakin membingungkan Hasby yang otaknya belum menyambung.

"Lantas kenapa pernikahanmu di rahasiakan? Apa sesuatu?" tanya Hasby penasaran.

"Aku dan ayahnya sama-sama membutuhkan. Aku butuh istri, dan ayahnya butuh biaya berobat. Maka dari itu, aku menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Satu miliar aku berikan untuk biaya berobat ayahnya. Sebagai timbal baliknya putrinya harus menikah denganku," tutur Levin tersenyum miring.

Sambil mendengarkan tutur kata Levin, Hasby sesekali mengangkat gelas air teh hangat dan menyerapnya beberapa tegukan.

"Begitu boleh, 'kan? Lagian aku ini tidak punya kekasih hati. Mau nikah sama siapa coba. Kalau nggak pake cara begitu, bisa jadi gembel aku." Levin menggelengkan kepala tidak sudi.

"Tentu saja boleh. Ada banyak cara yang dapat kamu lakukan," tutur Hasby tersenyum simpul.

"Satu bulan lagi acara pernikahanku, jangan lupa datang yah! Kamu adalah satu-satunya tamu undangan yang aku sendiri mengundang," perintah Levin.

"Pasti aku akan hadir. Kamu adalah putra dari bosku. Mana mungkin aku melewatkan pesta pernikahanmu. Ya walaupun penikahanmu dengan gadis itu dirahasiakan, aku yakin acaranya juga pasti akan meriah," ujar Hasby kemudian melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Saya rasa ini waktunya bagiku untuk pergi! Tidak lama lagi rekan kerjamu tiba di sini. Aku tidak ingin menguras waktu meetingmu. Sampai jumpa di lain waktu!" Hasby bangkit dari duduk.

Levin beserta Hasby keluar dari ruangan itu. Mereka masuk ke dalam lift yang berbeda. Tujuan mereka yang berbeda memisahkan mereka. Levin hendak masuk ke ruangan pribadinya di lantai 55.

Dua jam berlalu, meeting pun telah selesai. Levin pulang ke rumah. Ia menghubungi beberapa orang desainer ternama untuk desain gaun pengantin yang akan dikenakan Anna untuk bersanding di pelaminan bersama dengannya. Ya walaupun pernikahan ini bukanlah pernikahan yang sebenarnya Levin inginkan, ia harus melaksanakan acara pernikahan dengan meriah.

"Aku akan membuatnya bahagia di hari pernikahan. Setelah itu, nikmatilah hari-hari menderita. Takkan pernah aku lepaskan orang yang telah membuat hidupku menderita," gumam Levin menatap di pantulan wajahnya cermin.

"Anna, Anna, kamu tidak akan pernah bisa lepas dari genggamanku. Kamu harus merasakan sakit yang dulu aku dan Mayra rasakan," lanjut Raka menatap tajam ke depan.

Senyum licik tergambar di bibirnya. Anna telah masuk dalam perangkap, saatnya menjalankan rencana membalas dendam dengan dalih memanfaatkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status