Home / Romansa / Pelan-Pelan, Pak Dosen! / Bab 25. Aku tidak punya papah

Share

Bab 25. Aku tidak punya papah

Author: Anggun_sari
last update Last Updated: 2025-10-06 23:10:22

Zoe menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Saat ini dia ada di dalam kamar tidur, menunggu Xavier yang masih mencuci piring bekas mereka makan tadi.

Ini memang bukan pertama kalinya dia melakukan hal itu, tapi entah kenapa setiap Xavier menginginkannya, jantungnya selalu berdebar tak beraturan.

Suara dorongan pintu membuatnya mendongak. Di ambang pintu Xavier berdiri dengan wajah datar dan tatapan tajamnya. Perlahan tapi pasti, pria itu menghampirinya, menyinggungkan senyum tipis seraya membelai wajahnya lembut.

“Membawa obatnya?” tanya Xavier sebelum melakukan kesenangannya.

Zoe menggelengkan kepalanya. Dia tidak mungkin membawa pil pencegah kehamilan dimana saja. Statusnya yang belum menikah bisa membuat orang bertanya-tanya jika mereka tanpa sengaja mengetahui dirinya menyimpan pil semacam itu.

“Tunggu di sini, aku akan ke minimarket bawah.” Xavier mengecup kening Zoe singkat lalu pergi meninggalkan wanita itu dengan wajah melongo.

Zoe mengusap keningnya ya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 62. Tidak melepasmu

    “Benarkah? Apa kamu yakin?” Xavier tersenyum samar. Ia membalas pelukan Zoe. Kepalanya ia sandarkan di bahu wanita yang telah mengisi hari-harinya, bermanja-manja di sana. Hanya beberapa menit sebelum ia menguraikan pelukan mereka.“Bukankah tadi kamu sulit menjawab pertanyaan ku tentang perasaanmu padaku. Lantas kenapa sekarang kamu mengatakan bahwa kamu akan menemaniku?” Mata Xavier menatap, penuh tuntutan pada Zoe. Sekali lagi dia ingin membuat Zoe sadar bahwa wanita itu mulai menyukainya.Zoe berdehem. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, mendadak gugup. Sekali lagi mungkin apa yang dikatakan oleh Xavier memang benar, dia mulai menyukai pria di hadapannya ini. Tapi, menyukai tanpa ada balasan bukankah itu sama saja dengan mencari penyakit. Dia akan lelah sendiri karena menunggu sesuatu yang tak pasti: perasaan Xavier, tidak ada yang tahu kecuali pria itu sendiri.Segala sikap posesif dan perhatian yang ditunjukkan oleh Xavier, tidak bisa dijadikan patokan tentang bagaimana pera

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 61. Menyukaiku?

    “Astaga…dia selalu tahu caranya membuat aku mati kutu,” gerutu Zoe di depan lemari es. Sebotol air mineral tandas dalam sekali tenggak. Tidak hanya pipinya yang terasa panas, suhu tubuhnya juga seakan naik hanya karena ucapan tak bermoral Xavier.Usai melihat Xavier masuk ke dalam kamar mandi, Zoe segera meninggalkan kamar Xavier. Telinganya tidak ingin lagi mendengar suara-suara tidak bermoral yang meluncur tanpa di filter itu. Bisa saja Xavier mengeluarkan suara-suara tak berfaedah di dalam kamar mandi saat menuntaskan kebutuhannya.Zoe menyandarkan tubuhnya pada sandaran bar. Matanya menatap ke atas melihat langit-langit tempatnya berdiri saat ini. Sepintas kata-kata Xavier tentang perasaan yang dirasakannya, mendadak mengusik otaknya.Jika memang dia mulai mencintai Xavier, apakah pria itu juga mencintainya? Atau Xavier memang hanya ingin menjadikannya pelampiasan nafsu tanpa ada kejelasan.“Mau makan sesuatu?”Zoe membalik tubuhnya, matanya menatap tanpa berkedip sosok Xavier yan

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 60. Gagal unboxing

    “Jangan!” Kepala Zoe menggeleng, matanya menatap penuh mohon pada Xavier. Xavier tersenyum miring. Jari-jari tangannya bergerak menyentuh wajah Zoe dengan pelan dan ibu jarinya berhenti di bibir Zoe, menekannya pelan. “Kenapa? Apa bersamaku sangat memalukan?” Wajah itu kembali mengeras. Matanya berkilat semakin tajam. Meski setiap ucapan yang dikatakannya terdengar pelan, tapi rasanya begitu menuntut. “Bukan begitu, hanya saja….” Zoe memberanikan diri menatap mata Xavier, mencoba menyelami pikiran laki-laki di depannya ini. “Bukankah hubungan kita memang tidak untuk dipublikasikan. Sejak awal kita hanya terikat karena suatu perjanjian,” lirih Zoe. Suaranya begitu pelan, tapi masih bisa didengar oleh Xavier. “Perjanjian…?” desis Xavier. “Jadi kamu bersamaku hanya karena perjanjian?” sambungnya. Zoe menggigit bibir bawahnya. Tangannya meremas pakaian yang dikenakannya. Kata-kata bernada dingin yang keluar dari mulut Xavier seperti sebuah alarm yang mencoba memperingatkannya bahwa

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 59. Hatimu untuk siapa

    “Angel…?”Kening Xavier mengkerut saat melihat Zoe duduk di depan pintu apartemennya, wajah wanita itu disembunyikan di antara dua kakinya. Xavier yang tadinya berjalan sempoyongan, segera menegakkan punggungnya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Padahal saat ini Xavier sedang menahan rasa sakit sekaligus perih di punggungnya akibat pukulan benda tumpul.“Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Xavier yang saat ini ikut berjongkok di depan Zoe.Zoe menatap diam dan dalam wajah Xavier. Tangannya terjulur mengusap sudut bibir Xavier yang memar. “Kamu berkelahi?” tanya Zoe terdengar perhatian.Xavier tersenyum samar. Tangannya menggenggam tangan Zoe, mengajak wanita itu untuk masuk ke dalam apartemennya.“Tadi aku menelponmu, tapi….’“Akkhh….”Suara Zoe berubah menjadi jeritan ketika tubuhnya tiba-tiba saja melayang dan berpindah di atas bar. Tubuh Zoe menegang seiring lengan kekar Xavier yang merengkuh tubuhnya dengan posesif. Mata Xavier menatap tajam dan dalam wajah Zoe, seolah menguncin

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 58. Mushh bebuyutan

    “Jelaskan!”Zoe menelan ludahnya susah payah. Matanya terpejam sesaat untuk menormalkan pikirannya yang mendadak kacau. Satu kata yang dikirimkan oleh Xavier, sukses membuatnya ketakutan. Tubuhnya bahkan terasa lemas meski tidak melakukan sesuatu yang berat.Zoe menggigit kukunya, panik. Kepalanya terlihat menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Xavier yang kemungkinan ada di sekitarnya. Bisa ia bayangkan bagaimana murkanya Xavier saat ini. Di mata Xavier, ia hanya miliknya seorang–pemuas nafsu dan teman tidurnya. Ia bahkan tidak boleh dekat atau menjalin hubungan dengan orang lain. Ia hanya milik Xavier seorang–tanpa status, tanpa ikatan.“Eum…maaf sepertinya aku harus pergi,” ucap Zoe, berdiri dari duduknya. Semakin lama dia berada di kampus, semakin besar pula kemarahan Xavier. Cara terbaik untuk meredakan amarah pria itu adalah menemuinya langsung.Sofia mengerutkan keningnya. “Pergi? Kemana?” “Sebentar lagi mata kuliah Pak Reyhan akan dimulai,” imbuh Sofia melihat jam yang m

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 57. Masalah baru

    Mata Arabella membaca lapar menu makanan di depannya. Bukan tidak pernah datang ke restoran mewah, hanya saja jika ia ke tempat seperti ini, ia yang akan membayar pengeluarannya. Dengan semua uang yang diberikan kakaknya dan juga hutang dari beberapa rentenir, ia kerap berlagak seperti orang kaya agar mendapatkan banyak teman.“Pesan apapun yang kamu mau,” ucap Nora menatap remeh Arabelle.Arabella tersenyum tipis. Ia duduk menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Kakinya ia tumpuk menyilang, sementara tangannya terangkat ke atas memanggil pelayan dengan anggun. Ia melihat senyum miring yang dilemparkan oleh Nora. Jika dibandingkan dengan Zoe, ia lebih bisa bergaya layaknya orang kaya. Keluar masuk restoran mewah dan hotel mewah sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.“Kenapa, apa Anda pikir saya tidak bisa bersikap anggun?” celetuk Arabella. “Jika dibandingkan dengan Zoe, aku jauh lebih baik, Nyonya,” imbuhnya.“Ah…atau aku perlu memanggil Tante? Bukankah setelah ini kita a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status