Home / Urban / Pelatih Renang Idaman Para Sosialita / Bab 104. Tak Ingin Ketahuan

Share

Bab 104. Tak Ingin Ketahuan

Author: WAZA PENA
last update Last Updated: 2025-09-27 17:13:00

Begitu tiba di hotel mewah itu, aku langsung disambut oleh Andini yang tampak anggun dengan gaun elegan berwarna merah marun. Senyumnya begitu menawan, seolah ia sudah lama menungguku. Tanpa ragu, ia meraih tanganku lalu menggandengku erat, seakan aku adalah kekasihnya yang sah.

Aku sempat tertegun. Jantungku berdegup kencang karena aku benar-benar tidak mengerti pesta macam apa yang akan aku hadiri malam ini. Namun Andini, dengan tatapan mantapnya, berbisik di telingaku, "Tenang saja, ini pesta bos-bos besar. Aku tidak mau datang sendirian, makanya aku minta kamu temani aku malam ini. Anggap saja… kamu partnerku."

Aku mengangguk kaku, mencoba menutupi kegugupanku. Hanya saja, semakin lama kami berjalan melewati lorong hotel yang penuh dengan kilauan lampu kristal dan suara musik lembut, rasa tidak enak itu kian menggelayuti pikiranku. Ada sesuatu yang tidak beres, perasaan itu begitu kuat menghantam batinku.

Sesampainya di depan sebuah ruangan besar dengan pintu berukir emas, Andini
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 196. END....

    Satu minggu terakhir terasa seperti satu bulan penuh penantian yang menyesakkan dada. Setiap pagi aku bangun dengan harapan kecil bahwa hari itu akan ada kabar dari Bunga. Setiap malam sebelum tidur aku menatap layar ponsel, berharap ada pesan atau panggilan darinya, tapi nihil. Nomornya tetap tidak aktif. Aku terus berjuang menenangkan diriku sendiri, tapi setiap detik yang berlalu justru menambah kecemasan.Raka selalu berusaha menghiburku. Di ruang tamu, di dapur, bahkan saat kami makan atau sedang sekadar duduk di teras, dia tidak pernah berhenti mengatakan hal yang sama:“Tenang. Pak Aditya pasti akan cari tahu sendiri. Percaya saja.”Aku mencoba percaya. Tapi rasa rindu dan khawatir bercampur jadi satu, membuat dada ini berat. Entah apa yang dilakukan Bunga, apa dia baik-baik saja, atau apa dia masih memikirkan aku.Malam ini, aku dan Raka sedang duduk di ruang tamu. Televisi menyala, tapi tidak ada satu pun yang benar-benar kami tonton. Pikiranku tidak berada di sini. Jauh mela

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 195. Mengungkap Kelicikan Bobi

    Aku terdiam lama sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Gue bakal coba ngomong sama Andini besok,” kataku lirih. Raka tersenyum puas. “Good. Itu langkah pertama yang paling penting sekarang.” Aku menatap lampu-lampu kota yang lewat di jendela mobil. Di kepalaku hanya ada satu harapan. "Semoga semua ini benar-benar bisa menyelamatkan aku dan Bunga." *** Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang benar-benar kacau. Rasanya perutku seperti dipelintir sejak tadi malam, sejak aku dan Raka pulang dari rumah Pak Aditya dan diusir begitu saja meski sudah membawa bukti nyata tentang kelakuan Bobi. Raka bilang aku harus tetap tenang, bahwa cepat atau lambat Pak Aditya pasti akan mencari tahu sendiri siapa Bobi sebenarnya. Tapi hati aku tetap gelisah. Sampai sekarang ponsel Bunga masih tidak aktif, dan itu membuat pikiranku semakin nggak karuan. Aku sudah rapi sejak jam tujuh pagi. Hari ini aku harus menemui seseorang, tak lain Andini. Yang dulu dijuluki “ratu es”. Yang dulu dingin, tegas,

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 194. Bantuan Andini

    "Heh! Kalian pikir saya buta? Zaman sekarang orang bisa membuat foto apa saja, dan saya yakin ini cuma editan!" bentak pak Aditya.Aku hanya diam. Raka kembali meyakinkan. "Pak. Sumpah demi apa pun, ini foto asli, pelayan hotel yang memfoto langsung, jika semalam Bobi bersama perempuan lain.""Cukup! Saya tidak mau mendengar omong kosong kalian! Bobi itu lelaki yang pantas untuk Bunga, tidak seperti dia!"Aku langsung menunduk saat pak Aditya menunjuk ke arahku.Raka mencoba mengeluarkan bukti berupa rekaman, dan aku berharap itu bisa meyakinkan pak Aditya. Akan tetapi, lagi-lagi pak Aditya mengelak. "Saya tidak percaya sama kalian! Sekarang pergi! Jangan injakan kaki lagi di sini!"Deg!Hatiku terasa hancur mendengar perkataannya. Raka melihat ke arahku, lalu menarik tanganku. "Ayo, Yon. Kita pergi."Aku hanya bisa diam berjalan menuju mobil dengan langkah gontai. Udara pagi yang seharusnya menenangkan justru terasa seperti menghimpit dadaku. Suara bentakan Pak Aditya masih menggema

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 193. Mengungkap Kebenaran Di Depan Pak Aditya

    Malam semakin larut. Lampu ruang tamu rumah Raka hanya tinggal satu yang menyala, redup, tapi cukup membuat ruangan tidak terasa kosong. Raka berdiri sambil meregangkan tubuhnya.“Yon, udah. Lo istirahat dulu. Jangan mikir macam-macam lagi. Besok semua kita selesain bareng-bareng,” katanya sambil menepuk bahuku.Aku hanya mengangguk pelan. “Iya, Ka. Makasih.”“Kasur tambahan gue taruh di kamar sebelah. Lo tidur duluan. Gue mau mandi sebentar,” ujarnya sebelum akhirnya melangkah menuju kamarnya.Tinggal aku sendiri di ruang tamu.Aku bersandar di sofa, memeluk bantal kecil, mencoba menenangkan napas yang terasa naik turun tak beraturan. Gelisahku tidak berkurang sedikit pun… bahkan setelah mendengar semua keyakinan Raka. Ada ruang kosong dalam dadaku yang tidak bisa diisi selain oleh satu hal, atau lebih tepatnya, satu orang. "Bunga."Nama itu terus menari dalam pikiranku. Setiap kali aku berpikir tentangnya, dadaku selalu terasa panas sekaligus perih. Rasa takut terus mencengkeramku.

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 192. Menunggu Dalam Cemas

    Setengah perjalanan pulang, Raka melambatkan mobil karena lampu merah. Di momen itu, dia kembali bicara.“Lo ingat, Yon? Waktu Bunga cerita kalau Bobi pernah bikin dia nggak nyaman? Itu aja udah cukup jadi alasan buat Pak Aditya hati-hati sama dia. Tapi kenyataannya malah kebalik.”Aku mengangguk, meskipun angin dingin malam membuat tengkukku menegang. “Yah, gue ingat. Bunga pernah bilang Bobi terlalu memaksa. Dan gue yakin, kalau ada apa-apa tadi… Bunga pasti takut.”Raka mendengus kesal. “Makanya besok gue yang bicara. Lo kan tipe kalem, kalau ditekan pasti diam. Biarin gue yang ngomong. Biar dia dengar versi kita.”Aku tersenyum tipis, meski hatiku masih terasa gelisah. “Makasih, Ka. Kalau bukan lo, gue mungkin sudah menyerah sejak tadi.”Raka tertawa kecil. “Santai saja. Gue ini kan sahabat yang baik.”Mobil kembali melaju ketika lampu berubah hijau. Suara angin kembali mendominasi.Sesampainya di rumah Raka, suasana malam terasa lebih tenang. Rumahnya diterangi lampu kuning hang

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 191. Bunga Di Mana

    Begitu kami parkir, Raka langsung menarik napas panjang dan menatapku serius.“Dion, lo ikut gue. Kita tanya dulu ke petugas hotel. Tapi inget, jangan emosi,” ucapnya.Aku mengangguk walau dada masih terasa sesak. Kami turun dari mobil dan berjalan cepat menuju lobi hotel. Ruangan itu wangi, dingin, mewah, kontras sekali dengan kepanikan yang kurasakan di dalam diri.Begitu tiba di meja resepsionis, Raka memberi isyarat agar aku bicara.Aku menelan ludah, memaksa suaraku stabil. “Permisi… saya mau nanya. Ada tamu atas nama Bobi Pranata?”Petugas hotel mengecek daftar. Lalu mengangguk sopan. “Betul, Pak. Ada.”Dadaku langsung berdegup makin keras. “Dia… dia datang sama seorang perempuan?”Petugas itu kembali membuka buku daftar. “Iya, Pak. Tamu tersebut check-in dengan satu orang pendamping perempuan.”Aku tercekat. Aku mencondongkan tubuh, bertanya dengan napas tak beraturan, “Siapa… siapa nama perempuan itu?”Petugas itu melihat lagi daftar registrasi, lalu menjawab tanpa ragu, “Atas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status