Inicio / Urban / Pelatih Renang Idaman Para Sosialita / Bab 155. Kebohongan Dibalik Senyum

Compartir

Bab 155. Kebohongan Dibalik Senyum

Autor: WAZA PENA
last update Última actualización: 2025-10-25 13:21:06

Setelah keluar dari rumah paman, kepala terasa berat seolah dihantam bertubi-tubi. Ucapan paman terus terngiang di kepalaku, berputar tanpa henti. "Lupakan dia, Dion. Jangan lagi mendekati keluarga itu."

Jari-jari tanganku gemetar menggenggam ponsel, dan di layar terpampang pesan dari Bu Dewi.

[ Dion, datanglah ke rumah saya sekarang. Ada yang harus kita bicarakan ]

Aku menatap pesan itu lama, tak tahu harus menanggapinya seperti apa. Rasanya seluruh tubuhku lemas. Setelah tekanan dari paman dan bibi, kini perempuan itu memanggilku lagi. Aku tahu, setiap kali mendatanginya, aku akan semakin terjebak dalam kesalahan yang tak bisa kuhapus. Tapi jika aku tak datang, Bu Dewi bisa saja membuat masalah baru, dan aku tidak sanggup menanggung beban tambahan.

Aku menarik napas panjang, menatap langit sore yang mulai memerah. Angin berhembus lembut, tapi dadaku terasa sesak. "Apa aku benar-benar pantas bahagia, ya, Bunga?" gumamku pelan. "Aku sudah terlalu kotor untukmu."

Dengan langkah berat,
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 160. Janji Yang Tertunda

    Setelah latihan berakhir, kolam renang mulai sepi. Airnya tenang, hanya sesekali bergoyang lembut saat hembusan angin malam menyentuh permukaannya. Aku dan Bunga duduk berdampingan di tepi kolam, kaki kami masih basah, menggantung menyentuh air yang dingin. Lampu-lampu di sekitar kolam memantulkan cahaya kekuningan yang membuat suasana terasa hangat.Bunga terlihat bahagia. Rambutnya yang sedikit basah menempel di pipi, dan senyum itu, senyum yang selalu berhasil membuatku melupakan segalanya kembali muncul. Ia menatap ke arah air dengan pandangan yang lembut, lalu menoleh ke arahku."Kak, hari ini aku seneng banget, sumpah," ucapnya lirih tapi penuh perasaan.Aku ikut tersenyum, meskipun hatiku terasa berat. "Seneng kenapa emang?" tanyaku sambil berusaha terdengar santai."Soalnya Kak Dion kelihatan bahagia lagi. Aku takut aja akhir-akhir ini Kak Dion kayak banyak pikiran. Tapi sekarang kayak udah agak lega," ujarnya, menatapku dengan mata jernihnya.Aku menahan napas sejenak, lalu t

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 159. Ancaman Nyata Sepupu

    Setelah Bobi pergi meninggalkan café dengan tatapan penuh kebencian dan kata-kata ancaman yang menusuk, aku hanya bisa duduk terpaku. Gelas kopi di depanku sudah dingin, tapi tanganku masih gemetar memegangnya. Suara langkah kaki Bobi yang menjauh seolah masih terngiang di telingaku, bergema bersama kalimat terakhirnya yang terus mengulang di kepala. "Gua bakal hancurin hidup lu, Dion!" Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tapi dada terasa sesak. Aku tahu Bobi tidak sedang melebih-lebihkan. Dia bukan tipe orang yang mengancam tanpa maksud. Sejak kecil, Bobi selalu keras kepala dan tempramen. Kalau dia sudah marah, tidak ada yang bisa menahannya. Kali ini aku tahu masalahnya bukan sekadar adu mulut antar saudara. Ini sudah menyangkut harga diri, keluarga, dan perasaan. Dan aku berada di tengah-tengah pusaran itu. "Apa yang akan dia lakukan?" gumamku. Aku menyandarkan kepala di kursi, memejamkan mata sebentar, lalu menegakkan tubuh. Tidak ada gunanya berlama-lama d

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 158. Sepupu Menjadi Musuh

    Pagi itu aku duduk terhuyung di tepi ranjang, kopi yang belum sempat kuseduh sudah dingin di meja samping. Pikiran tentang siapa yang harus jadi perwakilan keluarga tiba-tiba bikin kepalaku berat. Aku hampir saja menunda berangkat ke kelab, berharap ada keajaiban yang muncul dan menyelesaikan semua masalah ini.Tapi dering ponsel memecah lamunanku. Nama "Bu Rani" di layar. Napasku tertahan sejenak, telepon dari Bu Rani jarang datang tanpa ada maksud penting, dan setiap kali dia menghubungi berarti sesuatu akan mengubah arah hariku. Aku mengangkat dengan tangan gemetar, membayangkan dia akan menyuruhku menemui Bu Dewi lagi."Halo, Bu? Kenapa?""Dion, kamu segera berangkat, ya? Ada yang tunggu di kelab," suara Bu Rani terdengar singkat, tegas."Siapa, Bu? Bu Dewi?" tanyaku, hampir terdengar putus asa."Bukan," jawabnya cepat. "Cepat saja, jangan lama-lama."Aku menutup telepon dengan perasaan aneh. Siapa yang menunggu? Kalau bukan Bu Dewi lantas siapa lagi? Tapi akhirnya aku bergegas un

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 157. Bayang-bayang Ancaman

    Aku masih menatap Bobi, dan untuk sesaat mata kami bertemu. Tatapan itu seperti pisau tajam yang menusuk dadaku. Aku tahu apa artinya, pengkhianatan. Dia pasti tahu. Atau setidaknya menebak.Aku akhirnya menuruti tarikan Bunga, melangkah menjauh dari tempat itu. Tapi langkahku terasa berat, seolah setiap tapak meninggalkan bekas luka baru di hati.Di belakangku, aku masih bisa merasakan pandangan Bobi yang membakar.Tatapan itu penuh amarah, kecewa, dan mungkin… kebencian yang akan sulit padam.Di dalam diriku, aku tahu satu hal, hari ini, sesuatu baru saja berubah. Dan sejak pertemuan itu, aku bisa merasakan semuanya akan menjadi jauh lebih rumit daripada sebelumnya."Sayang. kamu kenapa tiba-tiba naga keluar?" tanyaku."Aku tidak suka, karna ada dia!" jawabnya. "Kak Dion tahu? Tad itu pria yang mau dijodohkan sama aku."Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikiranku yang semakin kusut. Dalam hati aku tahu, semuanya sudah mulai tak terkendali. Aku dan Bunga kini berada

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 156. Masalah Tak Terduga

    Aku menarik napas panjang, lalu memaksa tersenyum. "Iya, sudah. Mereka setuju, kok."Bunga menatapku dengan mata berbinar, lalu tanpa pikir panjang memelukku erat. "Sumpah aku seneng banget, Kak! Aku takut kalau keluarga kamu gak mau. Tapi ternyata…"Pelukannya hangat, tapi aku justru merasa dingin. Dingin sampai ke tulang.Aku menatap kosong ke dinding, tangan memeluknya balik tapi hatiku menangis.Kalimat yang barusan keluar dari mulutku adalah kebohongan terburuk yang pernah kulakukan pada Bunga.Dia melepas pelukannya perlahan, menatapku dengan senyum manis. "Kamu beneran ya, Kak, serius sama aku?"Aku menelan ludah, lalu mengangguk. "Iya, Bunga… Aku serius banget."Bunga menatapku lama, seolah ingin memastikan. Lalu dia tersenyum lagi, memegang tanganku. "Makasih ya, Kak. Kamu gak tahu seberapa bahagianya aku sekarang."Aku terkekeh pelan, tapi di dalam hati aku hancur. "Kalau kamu tahu kebenarannya, Bunga… kamu pasti gak akan pernah lihat aku dengan senyum seperti itu lagi."Beb

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 155. Kebohongan Dibalik Senyum

    Setelah keluar dari rumah paman, kepala terasa berat seolah dihantam bertubi-tubi. Ucapan paman terus terngiang di kepalaku, berputar tanpa henti. "Lupakan dia, Dion. Jangan lagi mendekati keluarga itu."Jari-jari tanganku gemetar menggenggam ponsel, dan di layar terpampang pesan dari Bu Dewi.[ Dion, datanglah ke rumah saya sekarang. Ada yang harus kita bicarakan ]Aku menatap pesan itu lama, tak tahu harus menanggapinya seperti apa. Rasanya seluruh tubuhku lemas. Setelah tekanan dari paman dan bibi, kini perempuan itu memanggilku lagi. Aku tahu, setiap kali mendatanginya, aku akan semakin terjebak dalam kesalahan yang tak bisa kuhapus. Tapi jika aku tak datang, Bu Dewi bisa saja membuat masalah baru, dan aku tidak sanggup menanggung beban tambahan.Aku menarik napas panjang, menatap langit sore yang mulai memerah. Angin berhembus lembut, tapi dadaku terasa sesak. "Apa aku benar-benar pantas bahagia, ya, Bunga?" gumamku pelan. "Aku sudah terlalu kotor untukmu."Dengan langkah berat,

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status