Share

Menarik Simpati

Author: Rita Tatha
last update Last Updated: 2025-12-30 09:59:03

“Tu-Tuan.”

Gisela yang sedang mengambil minum di dapur, terkejut melihat kedatangan Danuarta tiba-tiba.

“Kamu belum tidur?” tanya Danuarta. Melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

“Ini saya mau tidur, Tuan.” Gisela menunduk, tidak berani mengangkat kepala apalagi menatap Danuarta. Saat tidak mendapat respon, Gisela hendak melangkah pergi, tetapi Danuarta menahannya.

“Aku minta maaf atas nama istriku. Aku tidak menyangka kalau dia akan menamparmu,” kata Danuarta.

Gisela mengangkat kepala dan menunjukkan senyuman tipis.

“Anda tidak perlu minta maaf, Tuan. Nyonya sama sekali tidak bersalah.”

“Dia hanya salah paham.”

Gisela mengangguk. Mengiyakan ucapan Danuarta.

“Saya mengerti, Tuan. Kalau begitu saya kembali ke kamar. Saya khawatir kalau Nyonya akan salah paham lagi.”

Danuarta hanya diam. Saat Gisela melangkah, tiba-tiba ia tersandung kakinya sendiri. Hampir saja ia terjatuh karena tidak bisa menyeimbangkan tubuh. Beruntung, Danuarta segera menangkap pinggang Gisela dengan erat. Keduanya saling diam dalam beberapa detik.

Setelah tersadar, Gisela segera berdiri tegak. Ia seolah membenarkan bajunya untuk menghilangkan rasa gugup. Begitu juga dengan Danuarta yang tampak canggung. Ia bahkan memalingkan wajah menghindari Gisela. Tanpa membuka sepatah kata, Gisela melangkah pergi meninggalkan Danuarta sendirian.

Saat melangkah menuju ke kamar, ekor mata Gisela melirik ke sekitar lalu masuk kamar dan menguncinya. Gisela melangkah berdiri di depan cermin. Ia menatap pantulan wajahnya di sana dan tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat.

***

Hari ini Gisela sudah mulai bekerja. Sejak pagi, ia membantu Mbok Minah memasak di dapur. Wanita paruh baya itu tampak senang melihat kinerja Gisela yang begitu terampil dan cekatan. Seperti seorang koki profesional. Bahkan, dari memotong sayuran dan menyiapkan bahan, Gisela melakukannya sendiri.

Setelah semua masakan tersaji, Mbok Minah segera memanggil majikannya untuk sarapan. Mereka pun duduk di meja makan, sementara Gisela berdiri di dekat pintu untuk melihat majikannya. Khawatir mereka memanggil karena ada yang kurang.

“Masakan ini enak sekali,” ujar Danuarta. Mengambil sesuap lagi dan mengunyahnya dengan lahap. Cindy yang melihat, tampak mengerutkan kening. Tidak biasanya Danuarta seantusias itu untuk sarapan.

“Masa sih, Mas. Sepertinya makanan ini biasa saja,” kata Cindy. Ia ikut mengambil dan mencicipi. Memang ada rasa khas yang berbeda dari biasanya.

“Mbok Minah!” panggil Danuarta.

Mbok Minah berjalan tergopoh mendekati meja makan. Wajahnya menunjukkan kecemasan. Tidak biasanya Danuarta memanggil saat sedang sarapan.

“Ada apa, Tuan?”

“Siapa yang memasak ini?” tanya Danuarta sambil terus mengunyah. “Bukan kamu yang memasak ‘kan?”

“Maaf, Tuan. Ini memang bukan masakan saya. Gisela yang memasak. Kalau ada yang salah, biar saya ....”

“Benarkah?” tanya Danuarta menatap Mbok Minah dengan dalam. Wanita paruh baya itu tampak menunduk sambil mengangguk ragu. “Kalau begitu, biarkan dia memasak untukku setiap hari.”

“Mas!” Cindy menyela. Sementara Mbok Minah menatap tidak percaya. “Kamu jangan keterlaluan!”

“Sayang, masakan ini sungguh sangat mirip dengan masakan almarhum mama. Sudah lama sekali aku merindukan makanan seperti ini.” Danuarta mengambil suapan terakhir sebelum akhirnya menelungkupkan sendok tanda makan telah selesai.

“Kalau kamu mau, biar Mbok Minah yang memasaknya!” Cindy menunjukkan penolakan.

“Tidak, Sayang. Rasanya berbeda.” Danuarta bersikukuh pada keputusannya. Ia merangkul Cindy dan menatapnya lekat. “Jangan bilang kalau kamu cemburu.”

“Ih!” Cindy mendengus. Apalagi saat melihat Danuarta yang justru tersenyum tidak bersalah. “Kalau kamu terus seperti ini, bisa jadi gadis itu akan ….”

“Percayalah kalau hanya kamu di hatiku, Sayang. Sudah kubilang jangan berburuk sangka.” Danuarta bangkit. Ia mengecup kening Cindy terlebih dahulu sebelum akhirnya pergi berangkat bekerja.

Sementara itu, Gisela segera masuk ke dapur setelah kedua majikannya meninggalkan meja makan.

“Gisela, besok kamu harus memasak sarapan untuk Tuan Danu. Beliau sangat suka dengan masakanmu,” kata Mbok Minah bersemangat.

“Syukurlah kalau Tuan Danu suka,” sahut Gisela lega. “Sekarang, apa yang harus saya lakukan, Mbok?”

“Kamu bersihkan ruangan tengah saja.”

Gisela mengangguk. Lalu ia pun melangkah menuju ke ruangan tengah. Tempat keluarga berkumpul. Gisela menatap setiap sudut ruangan. Bersih dan rapi.

Pandangan Gisela tiba-tiba tertuju pada dua foto besar yang terpajang di tembok. Foto keluarga lengkap dan pernikahan. Gisela menatap foto pernikahan Cindy dan Danuarta dengan lekat. Ia melangkah maju perlahan tanpa mengalihkan pandangan.

Di foto itu, keduanya tampak tersenyum bahagia. Senyuman Cindy terlihat begitu mengembang sempurna. Semakin lama menatap, Gisela merasakan gemuruh dalam dada. Satu tangannya terkepal kuat, sedang tangan satunya mengusap foto tersebut.

“Kalian sungguh pasangan bahagia,” gumam Gisela. Ia beralih menatap foto satunya. Foto Cindy bersama suami dan anaknya. “Keluarga yang lengkap. Membuatku benar-benar merasa iri.”

Tangan Gisela terus mengusap foto itu penuh penekanan. Tangannya berada terus di gambar wajah Cindy.

“Aku juga seharusnya hidup bahagia seperti kamu. Memiliki foto keluarga utuh seperti ini. Tapi sayangnya ….”

Gisela tidak melanjutkan ucapannya. Hanya tatapannya yang mulai menajam ke arah foto-foto itu. Penuh dengan kilatan amarah. Rasanya ingin sekali menghancurkan wajah Cindy saat melihat senyuman di gambar itu. Semakin menatap, gemuruh dalam dada Gisela semakin bergejolak hebat.

Tangannya terkepal kuat hingga kukunya memutih. “Pa … Ma … Aku akan mencari keadilan untuk kalian!”

“Apa yang kamu lakukan!”

Gertakan dari belakang, mengejutkan Gisela yang hampir melayangkan kepalan tangannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Baru Sang Tuan   Menarik Simpati

    “Tu-Tuan.” Gisela yang sedang mengambil minum di dapur, terkejut melihat kedatangan Danuarta tiba-tiba. “Kamu belum tidur?” tanya Danuarta. Melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. “Ini saya mau tidur, Tuan.” Gisela menunduk, tidak berani mengangkat kepala apalagi menatap Danuarta. Saat tidak mendapat respon, Gisela hendak melangkah pergi, tetapi Danuarta menahannya. “Aku minta maaf atas nama istriku. Aku tidak menyangka kalau dia akan menamparmu,” kata Danuarta. Gisela mengangkat kepala dan menunjukkan senyuman tipis. “Anda tidak perlu minta maaf, Tuan. Nyonya sama sekali tidak bersalah.” “Dia hanya salah paham.” Gisela mengangguk. Mengiyakan ucapan Danuarta. “Saya mengerti, Tuan. Kalau begitu saya kembali ke kamar. Saya khawatir kalau Nyonya akan salah paham lagi.” Danuarta hanya diam. Saat Gisela melangkah, tiba-tiba ia tersandung kakinya sendiri. Hampir saja ia terjatuh karena tidak bisa menyeimbangkan tubuh. Beruntung, Danuarta segera menangkap p

  • Pelayan Baru Sang Tuan   Mengadu

    Kamar Gisela terasa hening saat kedua wanita itu saling diam. Terdengar helaan napas panjang Mbok Minah. Gisela hanya diam dan terus tertunduk dalam. Khawatir Mbokan Minah tidak percaya ucapannya. Namun, ternyata tidak. Dengan gerakan perlahan, Mbok Minah mengusap punggung Gisela, membuatnya merasa nyaman. “Aku percaya sama kamu,” kata Mbok Minah. Gisela menoleh, guratan wajahnya menunjukkan kelegaan. Bahkan, senyuman tipis tampak menghiasi bibir Gisela. “Mbok, terima kasih sudah percaya pada saya. Sungguh, saya tidak ada niatan untuk menggoda Tuan Danu. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan kepada Nyonya Cindy. Saya khawatir Nyonya Cindy terus salah paham pada saya,” kata Gisela lirih. Ia kembali menunduk dan meremas ujung baju yang dikenakan. “Jangan dipikirkan. Biar nanti aku bantu jelaskan kepada Nyonya Cindy.” “Terima kasih banyak, Mbok. Kalau tidak ada Mbok Minah, sudah pasti saya akan ....” “Sudah, lebih baik kamu istirahat saja. Baru besok kamu bisa mulai bekerja,” pungka

  • Pelayan Baru Sang Tuan   Salah Paham

    Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Gisela yang sudah terlelap, tiba-tiba begitu gelisah. Keringat dingin tampak membasahi dahi dan wajah. Tubuhnya terus bergerak tidak tenang. Beberapa detik kemudian, ia terbangun. Napasnya tersengal seiring keringat yang makin deras mengucur. “Astaga, aku mimpi buruk lagi,” gumamnya. Ia meremas selimut kuat. Mimpi itu, sungguh sangat mengganggu tidurnya. Ini bukanlah mimpi buruk pertama kali bagi Gisela. Di dalam sana, ia melihat jelas wajah kedua orang tuanya yang membiru, tak berdaya. Itu terus menghantui perasaannya. “Ya Tuhan,” keluhnya. Mengusap wajah yang sudah basah oleh keringat. Gisela menyingkap selimut dan hendak turun dari kasur. Tenggorokannya terasa sangat kering. Namun, baru saja berdiri tegak, terdengar suara pintu diketuk. “Siapa?” tanya Gisela cemas. Ini adalah malam pertama ia tinggal di rumah mewah tersebut. Kekhawatiran sudah pasti ada. “Aku. Buka pintunya.” Gisela menangkap suara bariton yang tidak te

  • Pelayan Baru Sang Tuan   Tinggal di Rumah Cindy

    Satu jam lebih menunggu, Gisela hampir tak kuasa menahan kantuk karena hanya duduk tanpa melakukan kegiatan apa pun. Beberapa kali ia terlihat menguap. Rasanya ingin sekali terlelap, tetapi entah mengapa, ia merasa tidak nyaman. Di saat hampir benar-benar terlelap, Gisela dibuat terkejut oleh suara pintu terbuka. Ia menoleh dan melihat Danuarta melangkah masuk. Disusul oleh Feri di belakangnya. “Maaf, aku membuat kamu menunggu lama,” kata Danuarta. Suaranya begitu hangat hingga membuat Gisela terpaku beberapa detik. “Kamu pasti bosan.” “Tidak.” Gisela mengulas senyum. “Kalau begitu, sekarang kita pulang saja. Sudah hampir jam makan siang.” “Tuan, pekerjaan Anda bagaimana?” tanya Gisela menahan langkah Danuarta. “Aku bisa mengerjakan dari rumah. Lagi pula, ada Feri yang bisa diandalkan,” sahut Danuarta. Ekor mata Gisela melirik Feri yang terlihat menahan suara dengusan. Entah mengapa, Gisela merasa kalau Feri tidak terlalu suka dengan kehadirannya. Saat Danuarta menarik tangan

  • Pelayan Baru Sang Tuan   Pertemuan

    15 tahun kemudian. Suara roda mobil berdecit mengagetkan orang-orang yang saat itu tengah melintas. Sementara itu, Gisela terduduk di atas jalanan, beberapa bagian tubuhnya terasa nyeri. Tak lama, seseorang keluar dari kursi pengemudi. “Maaf, Nona! Saya tidak melihat!” Belum sempat Gisela menjawab, seseorang lainnya sudah muncul dari pintu belakang. Pria itu berbahu lebar, pakaiannya rapi, dan tatapan matanya hangat. “Maaf, sopirku tidak sengaja,” katanya. “Apa kamu terluka?” Gisela menatap pria itu. “Tidak apa-apa, Tuan. Tadi, saya juga tidak hati-hati ketika menyebrang. Saya tidak terluka.” Namun, nyeri di tubuh Gisela tidak kunjung hilang. Ketika ia melirik, ada bagian kakinya yang mengeluarkan darah. “Kakimu berdarah. Sebaiknya kamu pergi ke klinik. Aku akan mengantarmu.” Mendengar tawaran itu, Gisela menggeleng lemah. “Tidak perlu, Tuan. Saya baik saja. Ini hanyalah luka kecil,” sahutnya pelan. “Biarpun luka kecil, harus tetap diobati.” “Tuan, sudah jam ....” p

  • Pelayan Baru Sang Tuan   Kematian Tragis

    “Mas, bangun ... Mas. Jangan tinggalkan aku dan Gisela,” Sekar, ibu Gisela, menggoyangkan tubuh sang suami yang telah memucat. Aliran darah mengalir dari kepala pria itu. Ia telah tewas karena terjatuh dari lantai tiga rumahnya.“Ma, Papa ... Ma,” Gisela kecil menangis sesenggukan melihat pemandangan tragis di depannya. Usianya baru sepuluh tahun, tetapi Gisela sudah mengerti apa itu kematian.Sekar menarik Gisela masuk dalam dekap eratnya. Berusaha menyimpan tangis yang begitu menyesakkan dada. Beberapa ciuman mendarat di ujung kepala gadis itu.“Sayang, maafkan mama. Kamu harus kuat.”Ketika dua orang itu sedang berpelukan erat, datanglah seorang wanita dengan pakaian seksi. Wanita itu membawa sebuah berkas di tangan.Senyumnya tampak penuh mengejek melihat keluarga yang menyedihkan. Apalagi saat melihat jenazah sang tuan rumah yang tergeletak penuh darah. Senyuman itu tampak penuh dengan kemenangan.“Dasar wanita sialan! Kamu sungguh sangat licik!” Sekar bangkit lalu mendekati wani

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status