Suara tawa masih terdengar renyah dari dalam ruang tamu. Ayu berdiri kaku di balik dinding beton yang menjulang tinggi, tangannya masih menggenggam nampan kosong. Tadinya ia ingin langsung ke belakang, tapi di sudut hatinya ada rasa penasaran dengan lanjutan obrolan itu.“Bagimana kalau kalian liburan romantis ke eropa?” Saran Mila, menjadi orang yang paling antusias merencanakan bulan madu kedua untuk anak dan menantunya.“Boleh juga. Kamu mau kan Revan kita bulan madu ke eropa?” Tanya Nadine dengan suara yang sangat lembut dan mendayu merdu.Revan diam. Ayu tahu itu. Ia mengenal setiap tarikan napas Revan, setiap diamnya, setiap caranya menahan rasa tidak nyaman. Tapi sayangnya di dalam ruangan itu tak ada satupun yang menyadari. Semua sibuk membayangkan cucu yang akan segera lahir dari pasangan sah bernama Revan dan Nadine.Ayu menunduk, tak sanggup mendengar obrolan itu lebih lama. Ia cepat-cepat berbalik, melangkah ke dapur dengan pandangan yang mengabur oleh air mata yang ditaha
Suara Nadine masih terdengar memanggil di luar. Sedangkan di dalam sana, Ayu sudah bersembunyi di balik tubuh kekar Revan. Berbeda dengan Ayu, Revan malah terlihat santai seolah-olah itu bukanlah hal yang penting. “Jangan khawatir, aku akan bawa Nadine pergi. Nanti setelah aman kamu bisa langsung keluar.” Revan mengusap lembut puncak kepala Ayu.Ayu mengangguk patuh, lalu ia memilih untuk bersembunyi. Tapi sebelum itu, Revan kembali melabuhkan satu kecupan di keningnya dengan lembut.Keduanya sama-sama tersenyum, lalu Ayu bergerak cepat bersembunyi di balik sofa yang ada di sudut ruangan. Brak!Brak!“Revan, buka pintunya,” Nadine kembali berteriak. Ceklek!Revan membuka pintu dan ia langsung melihat wajah Nadine yang kesal. “Kenapa baru buka pintu sekarang?” Nadine berkacak pinggang di hadapannya. “Aku tidur,” Jawab Revan santai.Nadine memicing dengan tatapan penuh selidik. “Kenapa harus tidur di sini?” Nadine masih mencacarnya dengan pertanyaan, karena wanita itu ingin membac
Tubuh Ayu seketika meremang. Tetapi belum sempat ia bereaksi, Revan sudah terlebih dahulu mencium bibirnya, masih dengan kelembutan tapi penuh dengan tuntutan. Untuk yang kali ini, ayu sedikit kesulitan mengimbangi Revan yang pastinya sudah lebih pro dibandingkan dirinya yang seorang pemula. Namun sebisa mungkin Ayu berusaha untuk mengimbangi, walaupun kemampuannya masih kalah jauh. Melihat Ayu yang sudah terbuai, Revan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sangat mudah, pria itu menggendong tubuh Ayu dan membawanya ke pembaringan. Diletakkannya tubuh itu dengan lembut, seolah-olah Ayu adalah sebuah kaca yang mudah retak jika diperlakukan dengan kasar.“Kamu cantik sekali, Ayu,” Puji Revan, setelah menyudahi ciumannya.Kedua pipi Ayu merona. Tatapan mereka saling bertemu, di mana ada hasrat yang sudah membara.“Ayu, bolehkah?” Revan bertanya sambil menyingkirkan helaian rambut Ayu yang menutupi wajah cantiknya. Hati Ayu yang sudah meledak-ledak, hanya bisa mengangguk lemah. Da
Tepat belakang sofa, jantung Ayu berdegup kencang. Tangannya reflek gemetar akibat rasa takut saat mendengar suara Nadine yang semakin mendekat. Ayu memejamkan mata, melafalkan doa berulang kali, semoga Nadine tidak melihat keberadaannya di sana. “Semoga Tuan Revan bisa membuat Nyonya pergi dari sini,” Batinnya. Kedua mata Ayu yang sejak tadi tertutup rapat. Tiba-tiba terbuka lebar, saat mendengar perkataan Nadine yang membuatnya semakin ketakutan. “Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan di sini kan!” Tekan Nadine, menatap tajam suaminya. Ayu menahan nafas. Ingin mendengar jawaban yang keluar dari bibir sang Tuan muda. Tepat di atas sofa. Revan terlihat santai, bahkan terlalu santai seperti apa yang terjadi bukan masalah baginya. “Sejak kapan kamu peduli dengan apa yang aku lakukan!” Ucapan Revan, sukses membungkam istrinya. Nadine diam untuk beberapa saat. “Wajar dong jika aku peduli, karena kamu suamiku dan aku tidak mau kamu macam-macam di belakangku,” Dengan san
Bu Marni yang sedang berada di dapur terkejut, saat melihat kedatangan Nadine yang hampir tidak pernah masuk ke area dapur. Wajah wanita itu terlihat serius dengan pandangan mata yang mengendar ke sekitar.“Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Bu Marni menunduk hormat lalu bertanya. Nadine tidak menjawab. Ia mencari kamera tersembunyi berbentuk boneka kecil yang seingatnya ia tempelkan di pintu lemari pendingin.“Kemana semua hiasan kecil yang ada di pintu lemari pendingin ini?” Nadine menoleh ke arah Bu Marni. Bu Marni sedikit terkesiap, lalu ia menjawab. “Bukannya semua hiasan itu Nyonya minta untuk buang semuanya,”Nadine membulatkan kedua matanya. “Lalu kamu buang ke mana?” Nadine seketika panik, karena ia benar-benar lupa sudah meletakkan kamera tersembunyi di sana. “Saya buang ke tempat sampah yang ada di depan Nyonya,” Bu Marni menjawab dengan takut.“Cari dan ambil semua hiasan kecil itu!” Titah Nadine. “Maaf nyonya. Semua hiasan kecil itu pasti sudah tidak ada, karena tadi
2 hari kemudian…Nadine yang awalnya berencana liburan selama 3 hari di Singapura. Nyatanya ia harus kembali lebih awal, karena pria pujaan hatinya harus kembali lebih dulu karena ada urusan pekerjaan.“Jangan sedih gitu dong, nanti kalau aku ada waktu kita liburan lagi, ok,” Ucap pria itu merangkul bahu Nadine.Nadine menyandarkan kepala di dada bidangnya. “Janji ya?” Nadine mendongakkan kepala.Cup!Pria itu mencium singkat kening Nadine. “Iya aku janji,” Jawabnya disertai senyum.Karena taksi yang mereka naiki sudah sampai di apartemen pria itu, dengan berat hati Nadine harus berpisah dari nya. “Jangan lupa hubungi aku,” Pinta Nadine sebelum pria itu turun.Pria itu tersenyum, lalu mengangguk.Setelahnya taksi kembali melaju, mengantarkan Nadine pulang. Sebenarnya ia sedikit kecewa, karena rencana 3 hari liburan mereka harus dipersingkat menjadi 2 hari. Tapi tidak masalah, karena pria itu sudah berjanji akan mengajaknya liburan lagi di lain waktu.40 menit kemudian…Akhirnya taksi
Keesokan harinya…Pagi-pagi sekali Nadine sudah bersiap untuk pergi ke Singapura selama 3 hari. Selama istrinya berdandan, Revan hanya bersandar di headboard ranjang dengan laptop yang menyala dipangkuan. “Selama aku pergi kamu jangan macam-macam! Apalagi dekat-dekat dengan pembantu baru itu,” Nadine berucap sambil merias wajahnya di cermin. Revan menghentikan tarian jarinya sejenak. “Jika aku mau, sudah dari lama aku akan melakukannya.” “Baguslah kalau kamu tidak macam-macam. Oh iya, selama aku disana jangan pernah menghubungi karena aku tidak mau diganggu.” Nadine beranjak karena ia sudah selesai.Revan hanya diam, kembali memusatkan dirinya pada pekerjaan yang harus selesai pagi itu juga. 30 menit kemudian. Nadine yang sudah selesai berdandan langsung beranjak, ia mematut dirinya sekali lagi di depan cermin untuk memastikan penampilannya akan selalu sempurna. “Aku pergi,” Pamitnya keluar dari kamar. Revan tak menjawab, tapi ia hanya melirik sekilas lalu kembali fokus pada pek
Revan tersenyum, menatap punggung Ayu yang menjauh setelah mendengar ketukan stiletto milik Nadine. Raga gadis itu sudah berada di dapur, tapi Revan masih bisa merasakan hangat pelukannya, wangi aroma tubuhnya, serta manis dari bibirnya. Kedua sudut bibirnya membentuk seulas garis lengkung ke atas. “Ayu,” Nama itu sangat sederhana tapi membekas dalam di hatinya.“Sudah pulang kamu rupanya!” Senyum Revan langsung menghilang, saat ia mendengar dan melihat istrinya sudah berdiri tepat di hadapannya. “Ada apa?” Revan bertanya to the point.“Kenapa jatah bulanan ku belum kamu kirim?” Nadine melipat kedua tangannya di dada.Malas terlalu banyak bicara, Revan mengambil ponselnya dari dalam saku jas lalu mengirimkan sejumlah uang ke rekening istrinya. Seketika itu Nadine menerima satu notifikasi pesan yang berisi transferan uang yang berasal dari suaminya. Setelahnya Revan beranjak, meninggalkan Nadine yang masih sibuk menatap layar ponselnya. “Revan kamu mau ke mana?” Nadine menyusul,
Langit mendung sore itu menggantung di atas rumah mewah keluarga Ardiansyah. Revan baru saja memarkir mobilnya di garasi, ketika dering ponsel tak berhenti menggema dari dalam saku jasnya. Beberapa panggilan dari mitra bisnis dan satu pesan dari Nadine yang hanya sekedar menanyakan keberadaan transferannya. Entahlah, terkadang Revan tak habis pikir. Bagaimana mungkin Ayahnya bisa menjodohkannya dengan wanita seperti Nadine. Dari segi kecantikan dan kemolekan tubuh, Nadine memang patut diacungi jempol. Tapi untuk apa semua itu jika sama sekali tidak ada kehangatan di sana. Ia lanjut melangkah. langkahnya tegap dengan tatapan dingin yang mengedar ke sekitar. Padahal hari itu di kantor penuh dengan tekanan. Di mulai dari investor yang mendesak, proposal yang gagal disetujui, sampai salah satu manajer proyek melakukan kesalahan besar. Revan merasa kepalanya seperti diremas. Bahkan supir pribadinya pun tahu untuk tak membuka percakapan hari ini. Begitu memasuki rumah, Revan disambut den