Chapter: Bab 6 — Cinta yang Tumbuh Diam-diamMalam menua di atas atap rumah sederhana itu. Angin berhembus lembut dari sela dinding, membawa aroma tanah basah dan nyanyian jangkrik yang tiada henti. Langit bersih tanpa awan, tapi suasana di dalam rumah terasa sesak, seperti langit yang menggantungkan hujan di ujung malam.Sejak pertengkaran siang tadi, Gadis dan Mahen sama-sama diam. Tidak ada suara selain gesekan piring dan sendok, atau langkah kaki pelan yang kadang terdengar dari kamar. Gadis duduk di sudut dapur, memetik bayam sambil menunduk. Mahen duduk di kursi kayu, tak jauh dari sana. Ia berpura-pura sibuk memperbaiki perban di tangannya yang mulai longgar, tapi pikirannya melayang-layang entah ke mana. Tatapannya beberapa kali mencuri pandang ke arah Gadis yang menunduk.Ia ingin bicara, ingin meminta maaf, ingin menjelaskan bahwa tadi siang kata-katanya keluar tanpa pikir panjang. Tapi setiap kali melihat wajah Gadis yang diam dan tenang, lidahnya terasa kelu."Kenapa aku seperti ini?" pikir Mahen. "Kenapa aku kesal
Terakhir Diperbarui: 2025-10-16
Chapter: Bab 5 – Senyum yang Membuat CemburuMatahari sudah mencapai puncaknya ketika Gadis akhirnya melangkah gontai di jalan setapak menuju rumah. Keringat membasahi pelipis dan tengkuknya, pakaian sederhana yang dikenakannya lengket di kulit karena sengatan panas yang menyiksa. Namun bibirnya tetap tersenyum tipis, rasa syukur sederhana yang tak pernah luntur meski hidup keras terus menghadangnya.Di pelukan tangannya, tergenggam beberapa ikat sayur segar hasil jerih payahnya di ladang Pak Warno, bayam hijau mengkilat, kangkung yang masih segar, dan kacang panjang yang panjang-panjang. Pemberian sang pemilik ladang karena ia bekerja ekstra keras hari ini. Setidaknya untuk makan siang dan malam nanti, perut tidak akan keroncongan."Alhamdulillah," bisiknya pelan sambil mengelap keringat dengan punggung tangan. "Mas Mahen pasti sudah menunggu."Hanya menyebut nama itu saja membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Ada perasaan aneh yang berkembang di dadanya, sesuatu yang hangat namun membingungkan. Mahen memang masih mi
Terakhir Diperbarui: 2025-09-25
Chapter: Bab 4 – Fajar Pertama BersamaEmbun pagi masih menempel di dedaunan, berkilau seperti permata kecil ketika cahaya rembulan yang tersisa perlahan tergantikan oleh semburat jingga di ufuk timur. Udara desa terasa dingin menusuk tulang, tetapi rumah kecil milik Gadis sudah dipenuhi dengan aroma sedap dari dapur.Sejak sebelum matahari menampakkan wajahnya, Gadis sudah terbangun. Ia tidak pernah punya kebiasaan bermalas-malasan. Hidup sendirian membuatnya terbiasa bekerja keras, mengurus rumah, kerja di ladang, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan tangannya sendiri. Namun pagi ini, hatinya terasa lebih berat dari biasanya. Sebab di kamar kecil di sudut rumahnya, ada seorang pria asing yang semalam resmi menjadi suaminya.“Mas Mahen...” lirihnya menyebut nama itu sambil mengaduk panci kecil berisi bubur jagung sederhana. Masih terasa aneh baginya, mulutnya menyebut nama itu dengan status baru. Bukan sekadar orang yang ditolong, tetapi kini menjadi pasangan hidupnya, meski tanpa perencanaan sedikit pun.Ia menghela
Terakhir Diperbarui: 2025-09-25
Chapter: Bab 3 – Mahar Sebuah JanjiMalam telah merangkul desa Karangmulyo dengan dinginnya yang menusuk tulang. Puluhan obor bambu yang dibakar warga berjajar di halaman rumah Gadis, menciptakan bayangan-bayangan yang bergoyang menakutkan di dinding kayu lapuk. Suara derap kaki, bisikan, dan tawa mengejek bercampur dalam satu alunan yang menyesakkan dada. Hampir seluruh warga desa berkerumun, dari anak-anak yang mengintip di balik kain sarung ibunya, hingga para tetua yang duduk dengan wajah masam. Udara malam yang sejuk berubah menjadi panas menyesakkan karena desakan tubuh manusia dan asap obor yang mengepul. Di tengah kerumunan yang riuh itu, Pak Kades Sutarman duduk di kursi kayu dengan wibawa yang dipaksakan. Di hadapannya, sebuah meja kecil dengan kitab nikah lusuh yang sudah berdebu, buku yang jarang digunakan karena kebanyakan warga menikah di kantor catatan sipil kota. Gadis duduk di tikar pandan dengan wajah pucat pasi, mata sembab merah karena tangisan yang tak henti-henti. Rambutnya yang biasanya rapi ki
Terakhir Diperbarui: 2025-09-24
Chapter: Bab 2 – Malam PenghakimanHujan baru saja reda ketika Gadis akhirnya bisa memejamkan mata. Seharian ia kelelahan mengurus Mahen yang masih lemah karena luka-lukanya. Lelaki itu kini terbaring di dipan kayu sederhana dengan tubuh yang sebagian terbalut kain perban seadanya.Suasana hening. Hanya suara jangkrik dari luar jendela yang sesekali terdengar. Gadis menghela napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang masih kacau. Ia belum sempat memikirkan siapa sebenarnya Mahen, dari mana asalnya, atau mengapa ia bisa terluka separah itu. Yang ia tahu hanyalah satu, ia tidak bisa membiarkan seorang manusia mati begitu saja.Baru beberapa menit matanya terpejam, tiba-tiba suara ketukan keras menggema dari pintu depan.Dug! Dug! Dug!“Gadis! Gadis! Buka pintunya sekarang!”Gadis tersentak kaget. Mahen yang masih setengah sadar ikut membuka matanya. Suara ketukan itu begitu keras dan kasar, disertai teriakan yang sudah tidak asing lagi.“Itu… suara Bibi Nimas,” bisik Gadis panik.Mahen menoleh lemah. “Siapa dia?”“
Terakhir Diperbarui: 2025-09-24
Chapter: Bab 1 – Pertemuan SenjaSenja merangkak perlahan di langit desa Karangmulyo. Cahaya emas merembes di antara rimbun dedaunan, menimbulkan bayangan panjang yang bergoyang lembut mengikuti hembusan angin sore. Di tengah keheningan itu, langkah kaki seorang gadis terdengar berderap pelan di tanah berbatu.Gadis menggenggam erat kantong anyaman pandan, warisan terakhir dari ibunya. Di dalamnya tersimpan beras sekarung kecil, beberapa batang kangkung layu, dan sepotong ikan asin yang aromanya menyengat.Ayah dan ibunya telah berpulang tiga tahun lalu karena demam berdarah yang melanda desa. Kini ia hidup sebatang kara di rumah kayu sederhana yang mulai lapuk, namun tetap ia rawat dengan penuh cinta."Harus cepat sampai rumah sebelum gelap," gumamnya sambil mempercepat langkah. Langit mulai berubah warna, dari jingga menjadi ungu kebiruan.Alih-alih mengambil jalan utama yang meski lebih aman namun memakan waktu lebih lama, Gadis memutuskan memotong jalan melalui hutan kecil di belakang bukit. Jalan setapak itu mem
Terakhir Diperbarui: 2025-09-23
Chapter: Bab 39 - Pelukan yang TertundaPintu kamar kos yang sempit itu tertutup rapat di belakang mereka. Keheningan mencekam menyelimuti ruangan yang pengap, hanya terdengar deru nafas keduanya yang tidak beraturan. Lampu neon yang redup menyinari wajah Ayu yang pucat, matanya sembab karena air mata yang tak kunjung berhenti mengalir sejak bertemu Revan tadi.Tanpa menunggu lebih lama, Revan langsung melangkah mendekat dan memeluk tubuh Ayu dengan erat, sangat erat. Seakan-akan ia takut wanita itu akan menghilang lagi jika pelukannya mengendur walau hanya sesaat. Rasa rindu yang telah ia pendam selama ini, kini meledak begitu saja membuatnya lupa akan segala hal. Lupa bahwa wanita yang kini berada dalam dekapannya sedang mengandung anak mereka."Ayu..." bisik Revan parau di telinga wanita itu. Suaranya bergetar, menahan emosi yang membludak. "Kenapa kau pergi? Kenapa kau tinggalkan aku?"Ayu yang awalnya kaku, perlahan mulai mencair. Tangannya yang semula tergantung lemah di sisi tubuh, kini terangkat dan membalas pelukan
Terakhir Diperbarui: 2025-06-26
Chapter: Bab 38 - Pertemuan di SubuhEmbun pagi masih menggantung di udara ketika mobil sedan hitam berhenti di depan gang sempit yang mengarah ke kos-kosan. Revan mematikan mesin dan menghela napas panjang. Tangannya bergetar sedikit ketika meraih kunci mobil. Perjalanan selama delapan jam dari Jakarta ke kota kecil ini terasa seperti keabadian baginya."Alamat ini sudah alamat yang benar kan?" tanya Revan pada pria paruh baya yang berdiri di samping pintu mobil."Benar, Pak. Ini fotonya waktu dia berangkat kerja ke laundry kemarin," jawab pria itu sambil menyerahkan foto Ayu yang sedang berjalan.Revan menatap foto itu dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah beberapa hari sejak Ayu pergi meninggalkan rumah tanpa kata-kata. Beberapa hari yang terasa seperti bertahun-tahun bagi Revan. Setiap malam ia tidak bisa tidur nyenyak, terus memikirkan Ayu yang pergi membawa anak yang dikandungnya.Udara pagi yang sejuk menyapa wajahnya. Revan merapikan kemeja putihnya dan menyisir rambut dengan jari. Ia ingin terlihat rapi di depan
Terakhir Diperbarui: 2025-06-25
Chapter: Bab 37 - Hampir terbongkar Lampu-lampu kristal Le Bistrot memancarkan cahaya hangat yang memantul di permukaan meja marmer, menciptakan suasana romantis yang biasa menjadi saksi bisu pertemuan rahasia Nadine dan Alvin. Restoran mewah itu memang selalu menjadi tempat favorit mereka, karena cukup eksklusif untuk menghindari mata-mata yang tidak diinginkan, namun cukup intimate untuk mengekspresikan perasaan yang terpendam.Nadine memarkir mobilnya di basement dengan tangan yang sedikit gemetar. Melalui kaca spion, ia memeriksa penampilannya sekali lagi, memastikan cardigan yang dikenakannya cukup longgar untuk menyembunyikan perubahan bentuk tubuhnya. Napas panjang ia hembuskan sebelum keluar dari mobil, berusaha menenangkan diri dan mempersiapkan mental untuk bertemu dengan pria yang sangat dicintainya.Lift membawanya ke lantai dua restoran dengan musik jazz yang lembut mengalir dari speaker tersembunyi. Begitu pintu lift terbuka, mata Nadine langsung menangkap sosok familiar yang duduk di meja pojok, meja yang
Terakhir Diperbarui: 2025-06-24
Chapter: Bab 36 - Malam Penuh KebohonganJam dinding di ruang kerja Revan berdetak monoton, menunjukkan pukul 19.00 WIB. Suara mekanis itu terasa begitu keras di tengah kesunyian malam yang mulai turun. Gedung perkantoran sudah hampir kosong, hanya tersisa beberapa lampu yang masih menyala di lantai-lantai tertentu, menciptakan pola cahaya yang sporadis di antara kegelapan.Revan masih terpaku di kursi kepimpinannya, mata lelahnya menatap layar ponsel dengan intensitas yang tak berkurang sejak siang tadi. Jari-jarinya sesekali mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah, menunggu kabar dari tim pencari profesional yang telah ia tugaskan untuk menemukan Ayu. Kriiing... Kriiing...Ponselnya kembali bergetar dan bersuara nyaring. Dengan harapan yang membuncah, Revan langsung meraih telefonnya, berharap melihat nomor yang ditunggu-tunggu. Namun layar menampilkan nama "Nadine" dengan foto pernikahan mereka yang penuh ironi menyakitkan.Revan memandang layar itu dengan tatapan datar, hampir tanpa emosi. Ini sudah panggilan kesepuluh dala
Terakhir Diperbarui: 2025-06-19
Chapter: Bab 35 - Kehidupan Baru di Kota AsingKeesokan harinya...Cahaya mentari pagi baru saja menyinari jalan-jalan kecil di kota yang masih asing bagi Ayu. Gadis itu sudah berdiri tegak di depan laundry milik Bu Rini sejak pukul tujuh pagi, bahkan sebelum papan "BUKA" dipasang. "Loh Ayu, ternyata kamu sudah datang!" seru Bu Rini yang baru saja muncul dari balik pintu, wajahnya memancarkan senyuman tulus yang langsung membuat Ayu merasa sedikit lebih tenang. "Sudah menunggu dari tadi?”"Aku baru datang kok Bu," jawab Ayu sambil tersenyum malu. Bu Rini membuka kunci pintu sambil bergumam, "Anak muda sekarang rajin-rajin ya. Dulu waktu umurku segini, susah banget bangun pagi."Tak lama kemudian, suara tawa dan percakapan ringan terdengar dari ujung jalan. Dua sosok berjalan beriringan menghampiri laundry, seorang pria bertubuh sedang dengan rambut sedikit berantakan dan seorang wanita yang perutnya terlihat sedikit membesar."Sari, Joko, ini namanya Ayu," Bu Rini langsung memperkenalkan ketika pasangan itu sampai di depan toko.
Terakhir Diperbarui: 2025-06-13
Chapter: BAB 34 – Sebuah Awal Baru di Kota KecilAyu melangkah turun dari bus tua yang menggelegar mesin dieselnya. Uap putih keluar dari knalpot yang berkarat, seolah menandakan berakhirnya perjalanan panjang yang membawanya jauh dari hiruk-pikuk ibu kota. Kota kecil ini begitu asing, justru keasingan inilah yang Ayu butuhkan, tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengenalnya, tempat di mana ia bisa memulai segalanya dari nol tanpa bayang-bayang masa lalu .Awalnya Ayu berniat pulang ke kampung halamannya. Tapi setiap kali membayangkan wajah ayahnya yang sakit-sakitan, dadanya sesak. Ia tak sanggup membayangkan mata lelaki tua itu berkaca-kaca ketika tahu bahwa putri semata wayangnya kini mengandung anak tanpa ayah yang sah. Dengan berat hati, Ayu memutuskan untuk menetap di kota kecil bernama Sumber Jaya ini. Ia hanya membawa tas ransel lusuh berisi beberapa helai baju yang sudah ia cuci berkali-kali, sedikit uang tabungan yang tersisa setelah ia kirimkan sebagian besar untuk biaya pengobatan ayahnya di rumah sakit.Kos-kosan
Terakhir Diperbarui: 2025-06-11