Home / Romansa / Pelayan Hati Tuan Muda / Bab 2 – Pembantu baru

Share

Bab 2 – Pembantu baru

Author: Sabira Story
last update Last Updated: 2025-04-08 14:14:32

Pagi datang perlahan, membasuh sisa hujan malam tadi dengan sinar matahari yang berwarna pucat. Udara masih lembap, namun terasa segar. Di gerbang rumah besar keluarga Ardiansyah, sebuah angkutan umum berhenti.

Seorang gadis cantik dengan pakaian sederhana turun dengan langkah hati-hati. Ia mengenakan seragam warna abu-abu tua, rambutnya di kuncir rapi, dan di tangannya tergenggam koper kecil yang tampak usang namun masih terlihat bersih.

Tidak lama pintu pagar yang menjulang tinggal terbuka. Keluarlah seorang pria paruh baya menghampirinya dengan seragam security.

"Pembantu baru?" Tanyanya, dengan kedua mata yang menatapnya dari atas kepala sampai ujung kaki.

Namanya Ayu. Gadis itu mengangguk pelan, takut, sekaligus risih diperhatikan seperti itu.

"Masuk!" Perintahnya kemudian.

Ayu menggeret kopernya, menatap bangunan megah di depannya dengan mata yang berbinar. Pilar-pilar besar, kaca jendela tinggi, dan taman depan yang luas membuatnya terpaku sesaat. Karena sebelumnya, ia tidak pernah melihat rumah sebesar ini di seumur hidupnya.

"Ya ampun, ini rumah apa istana?" Bisiknya lirih penuh kekaguman.

"Kamu jalan lurus aja, masuk dari pintu samping. Nanti ada orang yang menunggu kamu di sana," Ucap security itu menyadarkan Ayu dari rasa kekagumannya.

"B-baik Pak. Saya permisi," Pamitnya gugup tapi sopan.

Ayu melangkah pelan, sedikit ragu, namun langkahnya tetap mantap. Di dalam dadanya ada debaran takut dan harap. Ini pekerjaan baru, jadi pembantu rumah tangga di rumah keluarga kaya. Dan ia bertekad untuk menjalani segalanya dengan jujur dan sepenuh hati.

Pintu samping dibuka oleh seorang ART paruh baya bernama Bu Marni. Perawakannya kecil, wajahnya ramah, namun sorot matanya begitu tajam.

"Kamu Ayu?" Tanyanya dengan tatapan yang sama persis seperti security tadi.

"Iya, Bu. Saya Ayu."

"Masuk. Saya akan tunjukkan dimana kamarmu."

Ayu mengikuti langkah Bu Marni yang mengantarkannya menuju ke kamar pembantu yang berada di bagian belakang.

"Istirahatlah sebentar. Nanti sore kamu sudah harus mulai bekerja." Bu Marni berucap, sambil membuka salah satu pintu yang terkunci.

"Baik Bu," Jawab Ayu patuh.

Pintu terbuka. Bu Marni berbalik, mengayunkan langkah kembali masuk ke rumah mewah itu.

Ayu ikut melangkah, masuk ke dalam kamar pembantu yang tergolong sempit. Namun sangat cukup menjadi tempatnya beristirahat selepas penat bekerja.

Di dalam kamar itu hanya ada satu ranjang single, satu lemari kayu dan satu meja kecil di sebelah ranjang. Ayu duduk di tepi ranjang, ranjang yang tidak terlalu empuk. Namun setidaknya lebih nyaman dari ranjangnya yang ada di kampung.

Haaaah!

Ayu menghembuskan nafas panjang. "Semoga aku betah kerja di sini,"

Ayu tersenyum lembut, lalu mulai membuka koper miliknya dan lanjut memindahkan pakaiannya ke dalam lemari.

Sore harinya…

Sesuai dengan instruksi Bu Marni, Ayu mulai membersihkan koridor lantai atas. Saat sedang bekerja, Ia sempat melihat sekelebat bayangan seorang pria berjalan menuju ke sebuah ruangan. Pria itu tak menoleh tapi aura dinginnya, terasa menusuk sampai ke tulang.

Selesai membersihkan semuanya. Ayu kembali turun ke lantai bawah, menyimpan kembali peralatan kebersihan ke tempat semula.

"Ayu," Bu Marni memanggil dari arah dapur.

"Iya Bu." Ayu menghampiri dengan langkah terburu.

"Tolong buatkan minuman untuk Tuan, lalu antarkan ke ruang kerjanya yang ada di lantai 2 dekat koridor ujung," Perintah Bu Marni.

Ayu mengangguk, lalu menjalankan perintah Bu Marni. Tapi pergerakannya berhenti tiba-tiba.

"Maaf Bu, kira-kira minuman apa yang harus aku buat?" Ayu bertanya, karena ia tidak ingin membuat kesalahan di hari pertama bekerja.

"Terserah kamu," Bu Marni lanjut memasak.

Ayu kembali mengangguk. Lalu ia membuatkan teh hangat dengan aroma melati yang ada di sana. Selesai membuat teh, Ayu membawanya menuju ke ruang kerja sang Tuan Rumah.

Tok!

Tok!

Tok!

Ayu mulai mengetuk pintu dan dari dalam terdengar suara berat yang mempersilahkannya untuk masuk.

Ceklek!

Ayu membuka pintu, melangkah masuk dengan perlahan dan di sana ia melihat sang Tuan rumah dengan tatapan yang tajam dan aura dingin, sedang duduk di meja kebesaran dengan sebuah laptop menyala yang ada di hadapannya.

"Permisi Tuan. Ini teh hangatnya." Ayu menunduk sopan, sambil meletakkan teh hangat itu di atas meja.

Revan mengangkat pandangannya sejenak, melihat pembantu baru yang mengantarkan teh hangat untuknya.

"Kamu pembantu baru?" Revan bertanya. Tapi kedua matanya menatap Ayu dari atas kepala sampai ujung kaki.

"Iya Tuan, nama saya Ayu." Ayu juga mengangkat pandangan, menampilkan senyum manis yang tulus.

Saat ini, jantung Ayu berdetak dengan cepat. Karena ini kali pertama ia bertemu dengan sang Tuan rumah. Apalagi sorot matanya yang tajam serta auranya yang dingin membuat Ayu sedikit takut. Tapi, ketakutan Ayu mendadak sirna seketika.

"Semoga kamu betah kerja di sini ya?" Ucap Revan dengan senyum simpul di wajahnya.

Ayu sedikit tersentak, melihat ada senyum di sana. "Terima kasih Tuan. Saya pasti betah kerja di sini,"

Setelahnya Ayu pamit kembali ke belakang, sedangkan Revan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 41 - Lamaran di Meja Sarapan

    Aroma tumisan bawang dan telur dadar memenuhi seluruh ruangan apartemen pagi itu. Sinar matahari menembus tirai tipis, jatuh di wajah Ayu yang tengah sibuk di dapur. Tangannya lincah mengaduk sup hangat, sementara di meja makan, roti panggang dan segelas susu sudah tersusun rapi. Sesekali, Ayu menatap jam dinding. Biasanya jam segini Revan sudah bersiap ke kantor. Tapi hari ini berbeda. Pagi ini Revan bilang ia ingin di rumah saja. Katanya, ingin “menghabiskan waktu” dengan Ayu. Senyum kecil terbit di bibirnya. Sejak tinggal di apartemen rahasia milik Revan, hari-hari Ayu jauh lebih tenang. Tidak ada lagi suara tetangga yang ribut di kosan, tidak ada atap bocor saat hujan. Tapi di sisi lain, hati kecilnya juga takut, takut jika semua ini hanya sementara. Suara langkah kaki terdengar dari arah kamar. Revan keluar dengan kaus hitam polos dan celana panjang abu-abu. Rambutnya masih sedikit berantakan, tapi justru itu membuatnya tampak lebih santai dan... menawan. “Pagi sayang,” ucapn

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 40 - Apartemen Rahasia

    Hujan baru saja reda ketika mobil hitam milik Revan berhenti di depan rumah sakit. Ayu menatap ke luar jendela, melihat butiran air yang masih menempel di kaca. Hatinya berdebar aneh, antara canggung, gugup, dan tak percaya bahwa ia kini benar-benar duduk di sebelah Revan lagi. Revan, sang tuan muda yang rela mengejarnya sampai keluar kota.“Udah siap?” suara Revan memecah keheningan. Nada lembutnya membuat Ayu spontan menoleh.“Kayaknya, iya,” jawabnya pelan, sambil menggenggam ujung tas yang ia bawa.Revan tersenyum tipis. “Kita periksa sebentar aja. Aku udah janji sama dokter buat cek kandungan kamu. Umurnya kira-kira baru enam minggu, kan?”Ayu mengangguk. “Iya, hasil test pack waktu itu cuma garis dua samar. Aku juga belum periksa ke dokter.”Tanpa menunggu jawaban, Revan turun lebih dulu, membuka pintu untuknya. Sifatnya yang perhatian itu membuat Ayu semakin salah tingkah. Mereka berjalan berdampingan melewati lobi rumah sakit. Aroma antiseptik menyeruak, sementara langkah kaki

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 39 - Pelukan yang Tertunda

    Pintu kamar kos yang sempit itu tertutup rapat di belakang mereka. Keheningan mencekam menyelimuti ruangan yang pengap, hanya terdengar deru nafas keduanya yang tidak beraturan. Lampu neon yang redup menyinari wajah Ayu yang pucat, matanya sembab karena air mata yang tak kunjung berhenti mengalir sejak bertemu Revan tadi.Tanpa menunggu lebih lama, Revan langsung melangkah mendekat dan memeluk tubuh Ayu dengan erat, sangat erat. Seakan-akan ia takut wanita itu akan menghilang lagi jika pelukannya mengendur walau hanya sesaat. Rasa rindu yang telah ia pendam selama ini, kini meledak begitu saja membuatnya lupa akan segala hal. Lupa bahwa wanita yang kini berada dalam dekapannya sedang mengandung anak mereka."Ayu..." bisik Revan parau di telinga wanita itu. Suaranya bergetar, menahan emosi yang membludak. "Kenapa kau pergi? Kenapa kau tinggalkan aku?"Ayu yang awalnya kaku, perlahan mulai mencair. Tangannya yang semula tergantung lemah di sisi tubuh, kini terangkat dan membalas pelukan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 38 - Pertemuan di Subuh

    Embun pagi masih menggantung di udara ketika mobil sedan hitam berhenti di depan gang sempit yang mengarah ke kos-kosan. Revan mematikan mesin dan menghela napas panjang. Tangannya bergetar sedikit ketika meraih kunci mobil. Perjalanan selama delapan jam dari Jakarta ke kota kecil ini terasa seperti keabadian baginya."Alamat ini sudah alamat yang benar kan?" tanya Revan pada pria paruh baya yang berdiri di samping pintu mobil."Benar, Pak. Ini fotonya waktu dia berangkat kerja ke laundry kemarin," jawab pria itu sambil menyerahkan foto Ayu yang sedang berjalan.Revan menatap foto itu dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah beberapa hari sejak Ayu pergi meninggalkan rumah tanpa kata-kata. Beberapa hari yang terasa seperti bertahun-tahun bagi Revan. Setiap malam ia tidak bisa tidur nyenyak, terus memikirkan Ayu yang pergi membawa anak yang dikandungnya.Udara pagi yang sejuk menyapa wajahnya. Revan merapikan kemeja putihnya dan menyisir rambut dengan jari. Ia ingin terlihat rapi di depan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 37 - Hampir terbongkar

    Lampu-lampu kristal Le Bistrot memancarkan cahaya hangat yang memantul di permukaan meja marmer, menciptakan suasana romantis yang biasa menjadi saksi bisu pertemuan rahasia Nadine dan Alvin. Restoran mewah itu memang selalu menjadi tempat favorit mereka, karena cukup eksklusif untuk menghindari mata-mata yang tidak diinginkan, namun cukup intimate untuk mengekspresikan perasaan yang terpendam.Nadine memarkir mobilnya di basement dengan tangan yang sedikit gemetar. Melalui kaca spion, ia memeriksa penampilannya sekali lagi, memastikan cardigan yang dikenakannya cukup longgar untuk menyembunyikan perubahan bentuk tubuhnya. Napas panjang ia hembuskan sebelum keluar dari mobil, berusaha menenangkan diri dan mempersiapkan mental untuk bertemu dengan pria yang sangat dicintainya.Lift membawanya ke lantai dua restoran dengan musik jazz yang lembut mengalir dari speaker tersembunyi. Begitu pintu lift terbuka, mata Nadine langsung menangkap sosok familiar yang duduk di meja pojok, meja yang

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 36 - Malam Penuh Kebohongan

    Jam dinding di ruang kerja Revan berdetak monoton, menunjukkan pukul 19.00 WIB. Suara mekanis itu terasa begitu keras di tengah kesunyian malam yang mulai turun. Gedung perkantoran sudah hampir kosong, hanya tersisa beberapa lampu yang masih menyala di lantai-lantai tertentu, menciptakan pola cahaya yang sporadis di antara kegelapan.Revan masih terpaku di kursi kepimpinannya, mata lelahnya menatap layar ponsel dengan intensitas yang tak berkurang sejak siang tadi. Jari-jarinya sesekali mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah, menunggu kabar dari tim pencari profesional yang telah ia tugaskan untuk menemukan Ayu. Kriiing... Kriiing...Ponselnya kembali bergetar dan bersuara nyaring. Dengan harapan yang membuncah, Revan langsung meraih telefonnya, berharap melihat nomor yang ditunggu-tunggu. Namun layar menampilkan nama "Nadine" dengan foto pernikahan mereka yang penuh ironi menyakitkan.Revan memandang layar itu dengan tatapan datar, hampir tanpa emosi. Ini sudah panggilan kesepuluh dala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status