Beranda / Romansa / Pelayan Hati Tuan Muda / Bab 3 – Retak di Balik Dinding

Share

Bab 3 – Retak di Balik Dinding

Penulis: Sabira Story
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-08 14:50:07

Pagi itu langit terlihat cerah, dan rumah keluarga Ardiansyah masih tetap terasa lebih sunyi dari biasanya. Ayu memulai harinya lebih awal, membersihkan lantai atas sesuai instruksi Bu Marni. Langkahnya ringan nyaris tanpa suara, karena ia sudah terbiasa menjaga ketenangan. Sebab Ayu tahu betul, bahwa di rumah sebesar ini suara sekecil apapun bisa memantul ke mana-mana.

Sambil membawa ember dan lap pel, Ayu mendekati ruang tengah di lantai dua, tepat di depan kamar utama. Tadinya ia berniat membersihkan kaca jendela besar yang ada di ujung lorong. Tapi langkahnya terhenti, saat mendengar suara-suara dari balik pintu kamar yang tidak tertutup dengan sempurna.

Awalnya hanya terdengar seperti gumaman cepat. Tapi lama-kelamaan suara Nadine terdengar lebih jelas dan meninggi.

"Sampai kapan kamu terus mengatur hidupku, Revan? Aku bukan bonekamu."

Ayu tertegun. Suara Nadine terdengar sangat tinggi dan penuh dengan kemarahan. Apa yang ia dengar barusan, tidak seperti wanita anggun yang ia lihat dari kejauhan semalam sore.

"Aku tidak mengatur, Nadine. Aku hanya mengingatkanmu akan batasan yang seharusnya tetap kamu jaga. Bukankah nama baik sangat penting untukmu,” Revan terlihat santai, sama sekali tidak terpengaruh dengan suara istrinya yang meninggi.

"Oh, jadi maksudmu aku istri yang buruk, gitu? Istri yang tidak tahu aturan, istri yang tidak penah memperhatikan suaminya!” Nadine semakin tersulut emosi.

Revan tersenyum smirk. “Akhirnya kamu sadar dengan sendirinya.”

Ayu berdiri kaku di tempatnya. karena perdebatan di dalam sana masih terdengar semakin sengit. Tetapi sejak tadi, hanya suara Nadine yang lebih mendominasi.

"Tapi tunggu. Apa jangan-jangan, suamiku ini masih mengharapkan perhatian dan rumah tangga yang hangat?” Nadine bukan bertanya tapi lebih seperti sedang menyindir Revan, yang dulu pernah berharap perhatian dan rumah tangga hangat di tahun pertama mereka menikah.

“Mengharap perhatian darimu adalah sebuah perbuatan yang sangat sia-sia."

Suasana hening sejenak, lalu terdengar suara benda pecah dari dalam sana.

Praang!

Ayu memejamkan mata. Ia merasa bersalah karena sudah mendengar semuanya. Tetapi tubuhnya tak bisa digerakkan, seperti ada magnet yang menahan kakinya untuk tetap berada di sana.

"Ya kamu benar sekali. Karena aku memang tidak berniat untuk memberikan perhatian sedikitpun padamu. Sebab aku, menikah denganmu atas dasar permintaan orang tua dan bukan karena cinta.”

“Dan sekarang aku juga tidak butuh cinta dari perempuan sepertimu!” Ucap Revan tajam.

Ayu tidak tahu apalagi yang terjadi di dalam sana. Namun, setelahnya pintu kamar terbuka. Revan keluar dengan langkah tegap dan lagi-lagi wajah dingin tanpa ekspresi.

Ayu reflek mundur, membalikkan tubuh dan berpura-pura sedang mengepel lantai. Jantungnya berdetak kencang, ia merasa suara detaknya bisa terdengar sampai ke ujung lorong.

Revan berjalan melewatinya tanpa menoleh. Namun langkahnya terhenti hanya beberapa meter dari tempat Ayu berdiri. Ia memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang, lalu melanjutkan langkah menuju ruang kerja.

Ayu menatap punggung pria itu dari kejauhan. Ada sesuatu dalam caranya berjalan. Bukan marah tapi patah, yang sedang ia tutupi dengan wajah datar, agar tidak ada yang bisa membaca ekspresi wajahnya.

Terhitung baru dua hari Ayu bekerja di rumah megah bak istana itu. Namun, Ayu tahu jika tidak ada cinta dalam rumah ini, yang ada hanyalah dua orang yang terpaksa terikat dalam janji pernikahan. Tapi hidup dalam dunia mereka masing-masing.

Setelah itu Ayu menunduk dan lanjut mengepel lantai yang sebenarnya sudah bersih. Tapi, ia harus tetap berpura-pura, karena kedua telinganya mendengar ada ketukan stiletto yang keluar dari dalam kamar.

"Hei kamu!" Nadine berdiri di belakangnya sambil berkacak pinggang.

Kedua mata Ayu membulat, namun ia tetap memutar poros tubuhnya menghadap Nyonya pemilik rumah ini.

"Saya Nyonya," Ayu menunduk dengan sopan.

"Tolong panggilkan Lita dan suruh menghadap saya sekarang juga," Titahnya, kembali masuk ke dalam kamar.

Jantung Ayu berdetak semakin menggila. Karena tadinya Ia berpikir, akan menjadi sasaran kemarahan sebab sudah lancang mendengar pertengkaran mereka. Namun apa yang ia pikirkan, tidak sesuai dengan kenyataannya.

Ayu meninggalkan peralatan kebersihannya di sana. Lalu ia melangkah cepat, menghampiri Lita yang sedang membersihkan lantai satu.

"Lita," Panggilnya.

Wanita muda yang bernama Lita memutar poros tubuhnya. "Ada apa?"

"Kamu dipanggil Nyonya, diminta untuk menghadapnya sekarang!" Ayu menyampaikan pesan dari Nadine.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun. Lita meninggalkan pekerjaannya, melangkah terburu-buru menghadap Nadine. Karena wanita itu paling tidak suka menunggu lama.

Setelah menyampaikan pesan dari sang Nyonya rumah. Ayu kembali ke lantai atas, tapi baru saja ia akan memulai pekerjaan, Ayu mendengar suara Revan yang memanggilnya.

“Ayu.”

Tubuhnya menegang seketika, saat melihat Revan berdiri ditengah ambang pintu ruang kerja.

“Iya Tuan.” Ayu menunduk sopan.

“Tolong buatkan minuman untukku, terserah apa saja,” Pinta Revan, kembali masuk ke dalam.

“Baik Tuan.” Ayu mengangguk, lalu pergi ke dapur.

Tidak sampai 10 menit, Ayu kembali ke ruang kerja Revan dengan nampan kecil yang berisi teh hangat.

Tok!

Tok!

Tok!

Ayu mengetuk pintu, lalu terdengar sahutan dari dalam. Ia gegas membuka pintu. Terlihatlah Revan yang sedang berdiri di dekat jendela dengan pandangan yang menatap ke luar.

“Letakkan saja diatas meja.” Revan menoleh sejenak.

Ayu meletakkan teh hangat itu di atas meja sesuai instruksi sang tuan rumah. Setelahnya ia pamit keluar untuk melanjutkan pekerjaan.

“Kasihan Tuan Revan.” Ayu bergumam, sambil melangkah meninggalkan ruang kerja

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 39 - Pelukan yang Tertunda

    Pintu kamar kos yang sempit itu tertutup rapat di belakang mereka. Keheningan mencekam menyelimuti ruangan yang pengap, hanya terdengar deru nafas keduanya yang tidak beraturan. Lampu neon yang redup menyinari wajah Ayu yang pucat, matanya sembab karena air mata yang tak kunjung berhenti mengalir sejak bertemu Revan tadi.Tanpa menunggu lebih lama, Revan langsung melangkah mendekat dan memeluk tubuh Ayu dengan erat, sangat erat. Seakan-akan ia takut wanita itu akan menghilang lagi jika pelukannya mengendur walau hanya sesaat. Rasa rindu yang telah ia pendam selama ini, kini meledak begitu saja membuatnya lupa akan segala hal. Lupa bahwa wanita yang kini berada dalam dekapannya sedang mengandung anak mereka."Ayu..." bisik Revan parau di telinga wanita itu. Suaranya bergetar, menahan emosi yang membludak. "Kenapa kau pergi? Kenapa kau tinggalkan aku?"Ayu yang awalnya kaku, perlahan mulai mencair. Tangannya yang semula tergantung lemah di sisi tubuh, kini terangkat dan membalas pelukan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 38 - Pertemuan di Subuh

    Embun pagi masih menggantung di udara ketika mobil sedan hitam berhenti di depan gang sempit yang mengarah ke kos-kosan. Revan mematikan mesin dan menghela napas panjang. Tangannya bergetar sedikit ketika meraih kunci mobil. Perjalanan selama delapan jam dari Jakarta ke kota kecil ini terasa seperti keabadian baginya."Alamat ini sudah alamat yang benar kan?" tanya Revan pada pria paruh baya yang berdiri di samping pintu mobil."Benar, Pak. Ini fotonya waktu dia berangkat kerja ke laundry kemarin," jawab pria itu sambil menyerahkan foto Ayu yang sedang berjalan.Revan menatap foto itu dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah beberapa hari sejak Ayu pergi meninggalkan rumah tanpa kata-kata. Beberapa hari yang terasa seperti bertahun-tahun bagi Revan. Setiap malam ia tidak bisa tidur nyenyak, terus memikirkan Ayu yang pergi membawa anak yang dikandungnya.Udara pagi yang sejuk menyapa wajahnya. Revan merapikan kemeja putihnya dan menyisir rambut dengan jari. Ia ingin terlihat rapi di depan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 37 - Hampir terbongkar

    Lampu-lampu kristal Le Bistrot memancarkan cahaya hangat yang memantul di permukaan meja marmer, menciptakan suasana romantis yang biasa menjadi saksi bisu pertemuan rahasia Nadine dan Alvin. Restoran mewah itu memang selalu menjadi tempat favorit mereka, karena cukup eksklusif untuk menghindari mata-mata yang tidak diinginkan, namun cukup intimate untuk mengekspresikan perasaan yang terpendam.Nadine memarkir mobilnya di basement dengan tangan yang sedikit gemetar. Melalui kaca spion, ia memeriksa penampilannya sekali lagi, memastikan cardigan yang dikenakannya cukup longgar untuk menyembunyikan perubahan bentuk tubuhnya. Napas panjang ia hembuskan sebelum keluar dari mobil, berusaha menenangkan diri dan mempersiapkan mental untuk bertemu dengan pria yang sangat dicintainya.Lift membawanya ke lantai dua restoran dengan musik jazz yang lembut mengalir dari speaker tersembunyi. Begitu pintu lift terbuka, mata Nadine langsung menangkap sosok familiar yang duduk di meja pojok, meja yang

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 36 - Malam Penuh Kebohongan

    Jam dinding di ruang kerja Revan berdetak monoton, menunjukkan pukul 19.00 WIB. Suara mekanis itu terasa begitu keras di tengah kesunyian malam yang mulai turun. Gedung perkantoran sudah hampir kosong, hanya tersisa beberapa lampu yang masih menyala di lantai-lantai tertentu, menciptakan pola cahaya yang sporadis di antara kegelapan.Revan masih terpaku di kursi kepimpinannya, mata lelahnya menatap layar ponsel dengan intensitas yang tak berkurang sejak siang tadi. Jari-jarinya sesekali mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah, menunggu kabar dari tim pencari profesional yang telah ia tugaskan untuk menemukan Ayu. Kriiing... Kriiing...Ponselnya kembali bergetar dan bersuara nyaring. Dengan harapan yang membuncah, Revan langsung meraih telefonnya, berharap melihat nomor yang ditunggu-tunggu. Namun layar menampilkan nama "Nadine" dengan foto pernikahan mereka yang penuh ironi menyakitkan.Revan memandang layar itu dengan tatapan datar, hampir tanpa emosi. Ini sudah panggilan kesepuluh dala

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 35 - Kehidupan Baru di Kota Asing

    Keesokan harinya...Cahaya mentari pagi baru saja menyinari jalan-jalan kecil di kota yang masih asing bagi Ayu. Gadis itu sudah berdiri tegak di depan laundry milik Bu Rini sejak pukul tujuh pagi, bahkan sebelum papan "BUKA" dipasang. "Loh Ayu, ternyata kamu sudah datang!" seru Bu Rini yang baru saja muncul dari balik pintu, wajahnya memancarkan senyuman tulus yang langsung membuat Ayu merasa sedikit lebih tenang. "Sudah menunggu dari tadi?”"Aku baru datang kok Bu," jawab Ayu sambil tersenyum malu. Bu Rini membuka kunci pintu sambil bergumam, "Anak muda sekarang rajin-rajin ya. Dulu waktu umurku segini, susah banget bangun pagi."Tak lama kemudian, suara tawa dan percakapan ringan terdengar dari ujung jalan. Dua sosok berjalan beriringan menghampiri laundry, seorang pria bertubuh sedang dengan rambut sedikit berantakan dan seorang wanita yang perutnya terlihat sedikit membesar."Sari, Joko, ini namanya Ayu," Bu Rini langsung memperkenalkan ketika pasangan itu sampai di depan toko.

  • Pelayan Hati Tuan Muda   BAB 34 – Sebuah Awal Baru di Kota Kecil

    Ayu melangkah turun dari bus tua yang menggelegar mesin dieselnya. Uap putih keluar dari knalpot yang berkarat, seolah menandakan berakhirnya perjalanan panjang yang membawanya jauh dari hiruk-pikuk ibu kota. Kota kecil ini begitu asing, justru keasingan inilah yang Ayu butuhkan, tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengenalnya, tempat di mana ia bisa memulai segalanya dari nol tanpa bayang-bayang masa lalu .Awalnya Ayu berniat pulang ke kampung halamannya. Tapi setiap kali membayangkan wajah ayahnya yang sakit-sakitan, dadanya sesak. Ia tak sanggup membayangkan mata lelaki tua itu berkaca-kaca ketika tahu bahwa putri semata wayangnya kini mengandung anak tanpa ayah yang sah. Dengan berat hati, Ayu memutuskan untuk menetap di kota kecil bernama Sumber Jaya ini. Ia hanya membawa tas ransel lusuh berisi beberapa helai baju yang sudah ia cuci berkali-kali, sedikit uang tabungan yang tersisa setelah ia kirimkan sebagian besar untuk biaya pengobatan ayahnya di rumah sakit.Kos-kosan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status