Share

5. Hancur

last update Last Updated: 2024-03-27 05:20:20

Davina tersedak dengan keras, membuat apa pun yang ada di mulutnya tertelan habis. Tubuhnya jatuh tersungkur di lantai ketika Galena melepaskan jambakan dan bekapannya. Air mata mengalir di kedua mata. Salah satu tangan memegang leher demi meredakan rasa sakit di tenggorokan yang terasa seperti dirobek.

Ia masih terbatuk, ada rasa mengganjal di tenggorokan yang masih menyakitkan. Galena berjongkok di depannya, menangkap rahang dan membuka mulutnya. Memastikan tidak ada apa pun yang tersisa di dalam mulutnya.

"Sekarang, biarkan obat itu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Jika beruntung, hanya akan satu nyawa yang melayang." seringai Galena keji. Menepuk pipi Davina dengan kasar sebelum bangkit berdiri. Lalu duduk di sofa dengan kedua kaki dan tangan bersilang dada. Menikmati setiap siksaan yang sudah diberikannya pada gadis pelacur tunangan.

Itulah bayaran yang harus dilunasi untuk semua perhatian yang diberikan oleh Dirga. Terlalu banyak.

Kedua pelayang yang berdiri di samping kanan dan kiri Davinna mulai panik. Wajah keduanya sepucat mayat dan hendak mengulurkan tangan untuk membantu Davina. Ini benar-benar di luar perkiraan. Jika sesuatu terjadi pada Davina, maka tamatlah riwayat mereka.

"Jika kau menyentuhnya, aku akan pastikan kalian berdua mendapatkan balasan dua kali lipat dari yang kuberikan padanya," ancam Galena. "Kalian tak perlu khawatir, aku sudah mengatakan akan melindungi kalian, kan? Setelah semuanya selesai, kita hanya perlu membawanya ke kamarnya. Membuat semuanya seperti tak terjadi apa-apa."

"T-tapi, Nona …" Suara dan bibir pelayan tersebut bergetar hebat. Baru menyadari kegilaan Galena.

"Shhhh …." Galena meletakkan telunjuknya di bibir. "Berisik. Biarkan kita menikmati setiap rintihannya."

Pandangan Galena beralih pada Davina yang kini memeluk perut. Sepertinya obat itu mulai bekerja. Keringat dingin membanjiri wajah kecil gadis itu. Dengan rintihan yang menggelitik telinganya.

"S-sakit …. T-tolong aku …" Davina mencoba bersuara di antara rintihannya. Rasa sakit di perutnya begitu menusuk. Sangat sakit hingga membuatnya kesulitan bernapas. "S-sakit …"

Di balik pintu, wajah Meera pucat oleh kepanikan. Telinganya menempel di pintu dan suara rintihan Davina yang tersamar cukup jelas tertangkap telinganya. Entah apa yang dilakukan wanita culas itu pada Davina.

Meera sudah akan memegang gagang pintu dan berusaha masuk, tetapi kalaupun ia berhasil menerobos masuk juga tak akan memberikan bantuan apa pun pada Davina.

"Berpikir, Meera. Berpikir!" Meera memukul-mukulkan telapak tangannya di kepala. "Cepat berpikir!"

Ia berhenti mondar-mandir di depan pintu. "Tuan Dirga." Matanya melebar ketika menyebutkan nama itu. Tuan Dirga baru pergi sepuluh menit yang lalu. Dan pasti masih berada di tengah jalan. Tak butuh waktu lama untuk kembali, kan. Semoga saja belum terlambat.

Meera pun bergegas turun ke bawah untuk mengambil ponselnya. Namun, baru saja kakinya menginjak lantai satu, suara mesin mobil dari arah halaman rumah menghentikan langkahnya. Meera bergegas menengok siapa yang datang. Apakah orang lain suruhan Galena?

Mengendap-endap ke arah ruang tamu, Meera mencoba mencari tahu siapa yang datang. Akan tetapi, kelegaan segera memenuhi tenggorokannya melihat yang datang adalah tuan Dirga.

Meera bergegas menghampiri sang tuan. "T-tuan?"

Langkah Dirga yang baru saja melewati pintu terhenti. Menangkap kecemasan yang membuat wajah pelayan muda itu pucat pasi. "Ada apa?" tanyanya dingin.

"D-davina, tolong Davina. N-non …" Suara Meera tak bisa keluar dengan jelas karena bibirnya yang gemetar. Tetapi beruntung sang tuan segera membaca situasi dengan baik.

"Di mana mereka?!" Setengah berlari, Dirga menyeberangi ruang tamu yang luas.

"Kamar atas. Kamar nona."

Dirga menaiki dua anak tangga sekaligus sementara Meera berlari ke kamar pelayan, meminta kunci cadangan pada kepala pelayan.

Begitu sampai di lantai atas, Dirga berlari melewati lorong dan langsung berhenti di kamar Galena. Menggedornya dengan keras. "Buka pintunya, Galena!" teriaknya lantang dengan kemarahan yang membara di kedua mata dan wajahnya yang menggelap. Jantungnya berdegup dengan kencang oleh kemurkaan yang siap meluap.

***

'Buka pintunya, Galena!' Suara gedoran dan teriakan dari balik pintu seketika membekukan senyum kepuasan di wajah Galena. Pandangannya pada Davina yang jatuh berbaring di lantai segera beralih ke pintu.

Begitupun dengan dua pelayan yang tak berdaya menyaksikan tubuh Davina mulai tak bergerak dan berhenti merintih. Berbaring di lantai yang digenangi darah. Mata gadis itu perlahan berubah sayu dan mengantuk.

'Buka pintunya atau aku akan mendobraknya, Galena!' Teriakan kemurkaan sang tuan terdengar begitu jelas. Hingga menggetarkan pintu tebal yang gagangnya bergerak-gerak kasar.

Galena bangkit berdiri. Matanya melotot marah. "Bagaimana dia bisa kembali?" desisnya marah. "Apa yang kalian lakukan?!" bentaknya pada kedua pelayan yang malah berdiri gemetar. "Cepat sembunyikan dia!" tunjuknya pada tubuh Davina.

Kedua pelayan tersebut saling pandang, jelas lebih takut pada kemurkaan sang tuan dibandingkan Galena.

Galena yang geram segera menghambur ke salah satu pelayan yang berdiri paling dekat dengannya. Menjambak rambut pelayan itu lalu mendorong ke arah Davina. "Bawa dia ke kamar mandi!" bentak lagi dan melakukan hal yang sama pada pelayan satunya.

Tetapi kedua pelayan itu tak melakukan apa pun. Ikut tersungkur di antara genangan darah Davina. Membuat Galena berang bukan main.

Suara kunci yang terputar membuatnya berbalik, pintu terbuka dan Dirga muncul dengan badai amarah di kedua mata. Membuat ketakutan merebak di dadanya.

Pandangan Dirga langsung turun ke arah tubuh Davina yang berbaring di lantai dengan mata terpejam. Juga genangan darah di lantai. "Keributan apa ini?"

"D-dirga, ini hanya kesalah pahaman. M-mereka berdua melakukan sesuatu pada pelayan …."

Plaakkkk….

Satu tamparan keras mendarat di pipi Galena hingva membuat kepala wanita berputar ke samping dan langsung jatuh ke lantai.

Meera yang berdiri di belakang Dirga pun langsung menghampiri Davina. Terkesiap dengan keras akan banyaknya darah yang menggenang di antara kedua kaki Davina.

"Apa yang terjadi?" tanyanya pada kedua pelayan tersebut.

"N-nona memaksanya minum sesuatu. Obat."

"Obat apa?"

Kedua pelayan itu menggeleng tak tahu.

Meera mengangkat kepala Davina, menepuk pipi gadis itu yang sudah sepucat mayat. "T-tuan, sepertinya Davina harus dibawa ke rumah sakit. Dia hampir kehabisan darah."

Dirga yang hendak mendekati Galena untuk menambah pelajaran akan kelancangan wanita itu pun berhenti. Melihat Meera yang kewalahan berusaha menggendong tubuh Davina.

"Aku memberimu setengah jam untuk angkat kaki dari rumah ini dan enyah dari hidupku," desis Dirga penuh peringatan. Kemudian mendekati Davina dan membawa tubuh gadis itu dalam gendongannya. "Kalian semua dipecat," titahnya sebelum berjalan menuju pintu.

***

Masih kurang dong ya hukuman untuk Galena??

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8b

    Davina membalas ciuman tersebut dengan tak kalah lembutnya. Menerima semua buncahan perasaan cinta dan kasih yang diungkapkan Dirga melalui ciuman tersebut. Hingga akhirnya pagutan tersebut berakhir, Dirga tetap membiarkan wajahnya dan Davina berjarak setipis mungkin, membiarkan napas mereka saling berhembus di wajah masing-masing, berbagi udara bersama. “Kau pernah bilang, kehadirannya datang di saat yang tidak tepat.” Davina kembali bersuara. “Namun, aku menyadari, keberadaannya di antara kita, ternyata datang di saat yang tepat. Untuk menghentikan pertikaian yang tak bisa kita kendalikan ini sebelum menghancurkan kita berdua hingga di titik yang tak bisa diselamatkan.” “Kedengarannya seperti aku.” “Hmm, memang.” Davina tertawa kecil. Dan tawa tersebut terdengar begitu indah di telinga Dirga. “Aku pernah menghadapimu yang lebih buruk dari sekedar ingatan yang hilang. Jadi … kupikir ini bukan masalah, kan?” “Oh ya?” Dirga menyangsikan pernyataan tersebut. Davina mengangkat tang

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8a

    Extra 8 Ungkapan Cinta Sang Tuan “Jadi kau tak akan menjawabku?” Pertanyaan Dirga membuyarkan lamunan yang malah menatap pria itu dengan terbengong. “Pergilah kalau begitu. Kau tak akan membiarkan anakku tertular penyakitku, kan?” Davina mengerjap, kemudian mengangguk meski kedua kakinya enggan bergerak dari tempat ini. “A-apa kau akan tidur di kamar?” “Kau ingin aku tidur di mana?” Davina tak langsung menjawab, menatap lurus kedua mata Dirga yang pasti tahu apa keinginannya. Ujung bibir hanya menyeringai dengan tatapan tersebut. “Pergilah ke kamar.” Ada segurat kecewa yang muncul di kedua mata dengan pengusiran tersebut meski nada suara Dirga terdengar lembut. Davina memaksa kedua kakinya berputar dan beranjak menuju pintu. Ia baru mendapatkan dua langkah ketika tiba-tiba Dirga memanggil namanya. “Davina?” Tubuh Davina berputar dengan cepat, menghadap Dirga yang masih duduk di kursi di balik meja. Menatapnya dengan lembut meski ada sesuatu yang mengganggu dalam tatapan pria i

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7b

    Kedua alis Brian menyatu, bertanya-tanya dengan kalimat Davina. Kemudian gadis itu sedikit berjinjit dan mendekatkan wajah ke arahnya, yang membuatnya harus menunduk. Memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan apa yang akan diucapkan sang keponakan. Dan semakin ia mendengar, keterkejutan membuatnya membelalak. Menarik kepala dari Davina dan menatap penuh ketidak percayaan. Davina hanya tersenyum menanggapi reaksi Brian. “Kau yakin dia melakukan itu?” Davina mengangguk dengan mantap. “Tidak mungkin. Kau yakin kau tidak sedang bermimpi ketika mendengarnya?” Davina menggeleng. Sekali dengan penuh kemantapan yang segera meluruhkan keraguan Brian. “Dia bahkan tidak tahu kalau Davina mendengarnya.” “Mungkin bukan untukmu?” “Untuk Davina Dirgantara. Istriku, Davina jelas mendengar itu.” Brian masih tercenung. Sangat lama hingga Davina kembali memecah keheningan tersebut. “Perlahan ingatannya akan kembali, paman. Bahkan apa yang dirasakannya terhadap Davina tak pernah berubah mesk

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7a Cinta Sang Tuan

    Kening Brian berkerut dalam melihat kepuasan yang terasa janggal memenuhi wajah Dirga. Bahkan ia bisa menangkap senyum semringah di kedua mata pria itu. “Kenapa?” Brian segera menepis kecurigaan yang menggalayuti hatinya. Jika Dirga terlihat sesenang ini, pasti ada sesuatu yang sudah dilakukan pria itu pada Davina. Namun, saat Dirga melewatinya dan ia melangkah masuk ke dalam ruang perawatan Davina, ia sama sekali tak melihat sesuatu yang janggal di wajah sang keponakan. Davina bahkan tampak lebih tenang, wajah mungil gadis itu juga tak terlihat habis menangis. Sekali lagi Brian mengamati lebih teliti wajah sang keponakan. Mencoba mencari jejak air mata di sekitar kelopak mata. Tapi kecurigaannya tak kunjung menunjukkan bukti. “Kenapa paman melihat Davina seperti itu?” Brian menggeleng pelan. “Apa yang dilakukan Dirga padamu?” Alih-alih menjawab, wajah Davina malah memerah mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja apa yang baru saja ia lakukan dengan Dirga bukan hal yang tepat

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6b

    Dirga mendengus. “Kau bertanya karena cemburu atau karena benar-benar peduli pada kebutuhan pria dewasaku yang tidak bisa kau penuhi?” Davina tak menjawab. Menurunkan pandangannya karena malu. “Atau … keduanya?” “M-maaf.” Dirga mendengus tipis. “Untuk apa kau meminta maaf. Aku memahami rasa bersalahmu. Istri mana yang akan tahan jika suaminya bermain gila di luar sana sementara dirinya sedang tak berdaya tak bisa melayani sang suami. Aku tak akan menyalahkanmu.” Wajah Davina perlahan terangkat, menatap Dirga dengan penuh haru. Dirga sendiri dibuat terpaku dengan emosi yang begitu kuat di wajah Davina, yang lagi-lagi berhasil menyentuh hatinya. yang entah bagaimana berhasil melumpuhkannya. Lalu matanya mengerjap, menyadarkan diri dari pengaruh Davina yang mulai menyergap kewarasannya. Semua tentang gadis ini selalu berada di luar kewarasannya. Bahkan kesetiaan yang seolah mengakar di dadanya. Yang tak dikenalinya ini. Ya, ia begitu frustrasi karena gairahnya tak terpuaskan karen

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6a

    Extra 6 Milik Sang Tuan Canda tawa di ruangan tersebut segera segera terhenti dengan kemunculan Dirga. Mata Davina berkedip beberapa kali, terkejut sekaligus bertanya-tanya akan sikap Dirga yang muncul dengan cara mesra seperti ini. Seolah Dirganya yang dulu telah kembali, yang selalu menampilkan keintiman seperti ini untuk membuat siapa pun tahu bahwa dirinya hanya milik pria itu seorang. Dan seolah belum cukup kejutan yang diberikan pria itu terhadapnya. Wajah Davina merah padam ketika Dirga meletakkan kantong putih berukuran sedang di pangkuannya. “A-apa ini?” “Alat pumping asi.” Davina menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia bertanya bukan karena tak tahu. Dan seharusnya ia pun tak mempertanyakan hal tersebut pada Dirga. “Anak kita butuh makan. Kau tak meninggalkan banyak stok asi di rumah. Jadi … sebelum baby Elea kelaparan kau harus …” “Aku mengerti, Dirga.” Davina sengaja memotong kalimat Dirga sebelum kalimat pria itu terdengar semakin vulgar di hadapan Ega. Tidak bisakah m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status