Hari-hari telah di lewati Kiara tanpa pekerjaan yang biasa ia kerjakan, semua sudah ia ceritakan kepada ibu dan ayahnya, mereka pun mengerti ya walaupun kedua orang tuanya tidak terima dengan alasan anaknya di pecat karena masalah seperti itu, tapi mau bagaimana lagi mereka tidak mau memperpanjang masalah dengan sebuah masalah.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan Kiara masih belum mendapatkan pekerjaan walaupun ia sudah melamar kemana-mana tapi belum ada yang memanggil nya untuk bekerja. Kuliah yang Kiara jalani masih ia jalani karena orang tuanya bilang sangat sayang jika Kiara harus berhenti kuliah.
Kiara pun menuruti perkataan ibu dan ayahnya untuk terus kuliah walaupun biaya sekarang menggunakan uang ayahnya sementara, berebutan dengan biaya sekolah sang adik. Kiara pun berjanji akan mengganti uang orang tua nya nanti setelah ia bekerja. Karena Kiara berniat dari awal ingin membiayai kuliahnya sendiri.
"Sore Kiara..." Sapa Wina salah satu sahabat nya, ia menyapa Kiara yang sedang diam melamun di bawah pohon depan kelas di kampus nya.
"Sore juga Win." Jawabnya malas.
"Kenapa sih bengong terus dari tadi diam begitu lagi ada masalah? Cerita dong siapa tahu gue bisa bantu." Tanya Wina penasaran.
"Aku lagi bingung Win pekerjaan belum dapat padahal lamaran udah aku lamar kemana-mana tapi masih aja belum ada panggilan, sedangkan biaya kuliah harus ada." jawab Kiara pilu.
Wina memang sudah tahu sahabatnya itu sudah tidak bekerja ia pun belum bisa membantu kesusahan Kiara karena ia pun kuliah dari biaya ia bekerja sebagai pelayan mini market, sama halnya dengan Kiara, Wina pun kuliah dengan sambil bekerja karena ia ingin merubah nasibnya menjadi lebih baik nantinya.
"Ini buat kamu Win!" Menyodorkan sebuah minuman berupa jus yang ia buat dengan tangan nya sendiri.
"Ih makasih banget lho tahu banget kalau gue lagi haus plus lapar hihi." Wina pun menerima dan meminum jus itu dengan senang hati, setidaknya minum jus buah sedikit mengganjal perut lapar saat ia tak sempat makan.
"Iya sama-sama Win abisin kalau kamu suka kalau enggak suka buang aja." Ucap Kiara dengan datar.
"Kenapa mesti di buang segala ini enak kok, enak banget malahan ini elu yang buat Kiara!" Seru Wina memuji jus yang di buat Kiara itu saat setelah meminum sampai tandas.
"Enak karena kamu lagi kehausan dan kelaparan jadi yang masuk di perut terasa enak." Balas Kiara tak percaya.
"Elu enggak percaya sama gue, ini enak bukan karena gue haus tapi ini memang rasanya enak tahu." Ucap Wina meyakinkan.
"Iya dah terserah kamu aja." Jawab nya malas.
Di saat mereka tengah asyik menikmati minuman nya. "Aha..." Wina mendapatkan ide dan menepuk bahu Kiara sampai Kiara tersedak saat ia minum jusnya.
Uhuk... "Apa sih kamu, lihat tuh baju aku jadi basah Win!" Ucapnya kesal sambil mengelap baju nya dengan tisu.
"Sorry..." lirih nya. "Gue enggak sengaja Kiara, eh tapi gue dapat ide bagus Kia, gimana kalau elu bikin usaha minuman aja, bikin jus gitu atau minuman yang di mix, elu kan suka bantuin bikin minuman kan waktu elu kerja di hotel?" tanya nya antusias.
Kiara berpikir sejenak, "Boleh juga tuh ide kamu, bisa-bisa aku nanti pikirin deh, makasih ya..." Ucapnya senang. "Eh tapi... aku jualan dimana Win? Masa iya aku jualan di rumah paling yang beli 1 atau 2 orang aja." Merasa pesimis.
Wina mengetuk-ngetuk jari nya pada bibir sambil berpikir." Ah gimana kalau elu jualan di depan mini market tempat gue kerja, nanti gue minta ijin sama si bos, di dekat kerja gue kan belum ada yang jualan minuman, gimana?" Tanyanya antusias.
"Wah boleh tuh Win makasih ya udah mau bantuin aku, kamu the best deh hehe." Seru Kiara bahagia.
*
*
*
Setelah mendapatkan ijin dari bos nya Wina, Kiara pun akhirnya membuka usaha berjualan minuman di depan mini market yang tidak jauh dari rumahnya.
Hari berganti menjadi minggu, bulan berganti menjadi tahun, Kiara masih menjalankan usaha berjualan nya, memang awalnya pembeli bisa di hitung dengan jari tapi lama kelamaan usaha nya cukup laris, ya lumayan untuk ia membiayai kuliahnya sendiri dari hasil penjualannya itu.
Ada beberapa panggilan lamaran kerja yang memanggil nya namun ia tidak menerima nya karena tidak sesuai dengan jadwal kuliahnya. Kiara lebih memilih menjalankan usaha minuman nya sampai ia benar-benar lulus kuliah.
Di perusahaan El, ia masih sibuk seperti biasanya dengan segala pekerjaan yang tak pernah selesai, ia begitu fokus dengan berbagai laporan yang diterima nya. Tok... tok... tok suara ketukan pintu membuat El menatap pintu sejenak. "Masuk!" Seno masuk keruangan tuannya. "Permisi tuan maaf saya mengganggu anda, ini ada laporan dari pak Dito orang suruhan anda untuk mengikuti nona Kiara." Memberikan sebuah amplop coklat yang ia terima untuk tuan El. "Kiara?" Dengan senyum dan semangat El meraih amplop itu lalu membuka nya. Senyuman El semakin mengembang ketika ia melihat sebuah foto Kiara yang sedang berada di kampus lalu El pun terus membuka foto lainnya, sekilas El mengerutkan kening nya ketika ia melihat foto Kiara saat ia berjualan minuman nya. "Kiara jual minuman?" tanya El penuh selidik. "Coba kamu ceritakan bagaimana kehidupan Kiara setelah kejadian pertengkaran dengan Amanda." Pintanya. "Begini tuan, saat kejadian antara nona Amand
"Tapi berkah untuk saya mas." Lanjut Kiara seraya memasukkan handphone itu ke dalam saku nya. "Berkah bagaimana maksudnya?" El sedikit senang saat Kiara sudah memasukkan handphone itu ke saku nya dan berbicara kepada El. "Kalau cerah dan terik matahari panas seperti ini, suka banyak yang beli mas karena haus dan butuh kesegaran." Terang Kiara membuat El mengerti. "Oh... Sudah lama jualan minuman ini?" El berpura-pura tidak tahu, padahal ia tahu sekali. "Lumayan lama. Ada setahun lah." Jawab Kiara dan El mengangguk. "Hasilnya bagaimana? Apa untungnya besar?" El pun ingin tahu karena masalah ini El tidak tahu sama sekali.
"Kamu kenal dengan anak itu?" Tanya El melihat Kiara memberikan minuman itu secara gratis. "Tidak, mereka hanya anak-anak yang bermain bola, melewati jalanan ini saja, itu yang saya tahu." Sahut Kiara dengan santai. "Kenapa kamu memberi minuman secara gratis pada anak itu, kamu pasti akan rugi." El pun mencoba membuat Kiara menyesal dengan perbuatannya. "Memang jika memberi harus pilih-pilih? Saya yakin Tuhan akan mengganti nya dengan lebih dari itu. Lagi pula saya kasihan lihat anak itu, saya jadi ingat Ade saya ketika dia masih kecil dulu." Terang Kiara seraya menatap pada anak kecil itu dengan sendu. "Sebentar ya mas." Ucap Kiara tiba-tiba seraya berdiri dengan tatapan ke depan penuh dengan amarah dan kekesalan di wajahnya, melangkah
Kiara melepaskan pencuri itu. "Jika bapak membutuhkan uang, kerja keras pak jangan mengambil hak orang seperti itu, kita juga sama-sama membutuhkan uang." Kiara pun menasehati bapak itu, ntah dia terima atau tidak. "Maaf juga karena saya tadi menyakiti bapak, karena ulah bapak sendiri." Lanjutnya dengan pergi meninggalkan pencuri itu yang tengah di teriaki oleh orang-orang di sana. El menjadi seperti orang bodoh karena diam saja saat menyaksikan bagaimana Kiara dengan beraninya menangkap pencuri itu tanpa apapun yang ia pegang. Mungkin saking terkejutnya dengan perbuatan-perbuatan Kiara yang ia perlihatkan kepada El.
"Ini." Kiara yang terlebih dahulu memutus tatapan mata mereka dengan menyerahkan uang yang ia pegang. Namun El diam saja tanpa mau menerima nya, dengan begitu Kiara menarik tangan El dengan lembut dan menaruh uang itu di telapak tangan El. El terdiam menatap ke arah tangannya yang di genggam Kiara itu membuat El berdebar, karena sentuhan tangan lembut Kiara. "Tolong ambil mas uang nya." Pinta Kiara. "Untuk kamu saja, hitung-hitung untuk membayar tempat, karena kamu sudah mengijinkan saya untuk beristirahat di sana." Ucap El. "Tapi saya jualan minuman bukan tempat peristirahatan, itu semua saya ikhlas kok tidak ada biaya tempat, itu the real saya hanya menjual minuman saja." Kiara pun dengan keras kepala tidak mau menerima nya. "Tidak ap
Di kampus kini Kiara tengah sibuk seperti mahasiswi lainnya, sibuk mengerjakan apa yang harus di kerjakan sebagai anak kuliahan. Kiara pun sekarang tengah dekat dengan seseorang yang bernama Tristan teman kuliah sekaligus teman jaman ia sekolah menengah atas. Tristan laki-laki yang supel, gaul dan ia juga tahu jika Tristan memiliki perasaan padanya semenjak sekolah SMA. Namun beberapa kali Tristan datang ke rumah Kiara tapi kedua orang tua Kiara seakan tidak menyukainya, dan memang saat Kiara menanyakan hal itu, kedua orang tua nya memang tidak menyukai laki-laki yang bernama Tristan itu. Alasan nya karena laki-laki itu tidak memiliki sopan santun, ya mungkin karena Yoga mantan tunangannya itu sopan santun nya sangat di acungkan jempol oleh keduanya, walaupun pada akhirnya laki-laki yang bernama Yoga itu menyakiti hati Kiara.
"Tristan mana teman-teman kamu?" Tanya Kiara mencari teman-teman yang Tristan bawa. "Kamu bilang kita kesini rame-rame, mana kok teman kamu gak ada?" Heran Kiara tidak menemukan mereka di sana. "Mereka sudah duluan, tunggu kita di sana." Jawab Tristan dengan santai. "Tunggu kita dimana?" Kiara pun penasaran. "Sudahlah kita jalan saja, kamu jangan tanya mereka terus, kita kesini untuk senang-senang." Terang Tristan sedikit sebal. Tanpa Kiara curiga, Kiara pun terdiam saat Tristan menyalakan kendaraan nya. "Peluk dong Kia..." Teriak Tristan di tengah perjalanan mereka. "Gak ah!" Tolak Kiara dengan cepat.
"Jangan Tristan!" Teriak Kiara ketakutan, pasal nya kini mereka ada di dalam kamar dan Tristan langsung mengunci pintu dengan gerakan cepat nya. "Ayok lah babe kita di sini untuk senang-senang." Ucap Tristan dengan tatapan nakal. "Gak Tristan, aku gak mau!" Tolak Kiara dengan takut karena ia tahu apa yang kini Tristan rencanakan. "Aku udah bayar mahal untuk menyewa villa ini, dan kamu mau kita batalkan acara senang-senang kita ini?!" Tristan merasa kecewa saat ini. "Please Tristan jangan lakukan ini sama aku, aku mohoooon Tristan." Lirih Kiara begitu takut. "Tenang babe, aku akan bertanggung jawab atas apa yang akan kita lakukan hari ini. Jika kamu hamil itu malah akan membuat a