Makky langsung mengambil ponselnya sendiri dan menelusuri jejak panggilan yang pernah dilakukannya setelah beberapa saat raut wajahnya sedikit berubah.
"2 jam apa saja yang aku katakan?" tanya Makky tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel ditangannya. Makky pun terkejut pada dirinya sendiri bagaimana bisa dirinya melakukan panggilan sampai dua jam lamanya karena biasanya hanya dalam hitungan menit bahkan detik. "Kamu yakin data panggilan setelah bertahun-tahun masih ada?" Laiba malah terkejut mengetahui fakta jika ada orang yang tidak membersihkan data panggilan setelah bertahun-tahun. Makky tidak menjawab dan kini kembali menatap Laiba untuk segera menjawab pertanyaan-pertanyaan. "Hanya sedikit tentang kamu yang lebih tua tiga tahun dari Bram dan orang tua Bram yang pernah menolong mu selebihnya kamu hanya tidur dan muntah di toilet." "Mengapa tidak pernah mengatakannya?" suara Makky sedikit melunak. "Semua orang punya hal yang tidak ingin orang lain tahu, kamu tidak pernah bertanya apapun tentangku setelah bertahun-tahun aku juga menghormatimu seperti kamu menghormati ku." Keduanya kini diam hanya saling memandang mereka tidak bisa di katakan teman dekat namun sudah berada di puncak pemahaman diam-diam. Laiba sangat menghormati Makky yang tidak pernah bertanya tentang perihal Laiba pergi dari rumah dengan keadaan yang sangat menyedihkan setelah bertahun-tahun mungkin dengan bertanya Makky akan menyentuh rasa sakit gadis ini yang membuatnya kembali sedih, Laiba pun tidak punya niatan membagi kisah pilunya jika Makky tidak bertanya semuanya berjalan mengikuti arus hingga di titik ini. "Terimakasih," ucap Makky sambil bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pemeriksaan dan Laiba masih di tempatnya melihat punggung pemuda itu meskipun nampak kuat Laiba yakin jika beban yang dipikulnya tidaklah ringan. Makky sudah naik pesawat akan tetapi wanita itu masih enggan beranjak dari tempatnya, papan catur itu masih di posisi yang sama menemani Laiba yang hanya diam memperhatikan hiruk-pikuknya bandara yang ramai begitu banyak orang di sini dan Laiba bersyukur jika tidak mengenal satupun dari mereka. *** Laiba menyibukkan diri dengan pekerjaan siang dan malam waktu berjalan begitu sangat cepat bahkan Laiba memohon untuk hari jangan berlalu begitu saja jika semakin cepat waktu berlalu maka waktunya istirahat akan semakin tidak ada karena begitu banyak pekerjaan yang harus selesai tepat waktu. Dengan bakat yang dimilikinya Laiba dengan cepat mendapatkan perhatian dari owner dan juga Laiba ingin murni berdiri di kakinya sendiri tidak selalu melalui pintu belakang dengan bantuan Makky. Untuk masuk di butik ini sangatlah sulit dari banyaknya pelamar hanya segelintir yang dapat memuaskan owner mereka. "Pekerjaanmu bagus, ibu suka," ujar wanita itu pada Laiba, Laiba sering mendapatkan pujian dari atasan itu. Meskipun Laiba dikenalkan oleh Makky pada owner bernama Nini ini namun dirinya tetap harus memenuhi syarat yang tinggi dan kini Laiba membuktikannya jika keahliannya bukan main-main jika tidak tetap dirinya tidak dapat berkarir di tempat ini, Nini bahkan memuji jika gadis ini bakat yang langka. Tidak tahu di mana wanita itu menyebutnya bakat langka pada dirinya Laiba hanya mengiyakan untuk menyelesaikannya namun berkat Nini yang sangat menyukainya karena kepandaiannya membuatnya benar-benar tidak dapat bernapas dengan mudah. "Mulut gagak," umpat Laiba ketika tiba-tiba teringat bagaimana dulu Makky mengatakan jika setelah selesai kuliah pemuda itu tidak akan membiarkan Laiba libur untuk sehari pun dan kini benar terjadi seperti yang diungkapkan kala itu. "Mungkin jika Makky tahu bagaimana aku tidak dapat bergerak saat ini pasti akan tersenyum menjengkelkan." Laiba bicara pada dirinya sendiri sambil melihat tumpukan pola yang perlu diselesaikannya dengan cepat. Selain membuat desain baru setiap bulannya untuk butik Laiba juga harus mengikuti event yang rutin dilakukan setiap musim di dalam negeri maupun luar negeri meskipun bukan event besar namun Nini begitu antusias hingga semua karyawan tetap harus bercucuran keringat dan air mata siang malam. Kesibukannya yang super padat terus berlanjut tanpa di sadari Laiba sudah melalui waktu 8 tahun dengan cepat sejak memutuskan untuk memulai dari nol. 8 tahun berlalu begitu saja. Kini Laiba memiliki sedikit tabungan untuk dikembalikan kepada Makky sebagai ganti telah menghidupinya selama ini tapi pemuda itu masih menolaknya. "Gunakan uangmu yang tidak seberapa itu untuk membeli apartemen dulu, urusan utang piutang aku masih belum memiliki waktu untuk membahasnya." Ucapan yang begitu sombong keluar dari mulut tuan muda Makky dan langsung menutup panggilan itu menganggap jika Laiba seorang yang menganggu. Meskipun keringat dan otaknya terus menerus diperas tapi Laiba sangat bahagia menjalani kehidupan yang sibuk seperti yang diharapkannya hingga tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan tidak penting. Sampai hari dimana Nini mencarinya untuk menangani customer penting dari luar kota. "Tamu dari kota mana?" tanya Laiba pada kawannya yang menyampaikan pesan jika Atasan mereka mencarinya. "Aku kurang tahu, mereka sudah datang nampaknya bu Nini sangat menghargai mereka." Pada awalnya gadis yang telah menjadi wanita mandiri itu tidak memiliki firasat apapun ini bukanlah pertama kalinya Laiba menangani langsung customer penting butik ketika Nini tidak memiliki waktu karena Laiba telah menjadi orang kepercayaannya dirinya menjadi orang nomor satu ditunjuk ketika ada hal penting yang tidak dapat dilakukan langsung oleh ownernya. Laiba dengan percaya diri masuk ke dalam ruang kerja atasannya itu setelah dipanggil untuk bertemu langsung dengan customer penting yang datang dari luar kota. Tapi ketika melihat wajah-wajah itu otaknya langsung memutar rekaman demi rekaman masa lalu yang membuat jantungnya berdetak sedikit lebih kencang namun itu hanya terjadi sepersekian detik Laiba yakin jika pihak lain juga terkejut seperti halnya dirinya jadi Laiba ingin tetap mendominasi seperti dahulu mereka berdua mengenalnya 8 tahun yang lalu dimana dirinya yang arogan mendominasi dan seorang wanita yang jahat. Laiba membenarkan posisi kaca matanya menggunakan jari tengahnya dengan tatapan tidak berpaling sedikitpun dari mereka. Langkanya mantap seperti tidak memiliki beban namun dirinya sedang berusaha menenangkan hatinya bergejolak ketika melihat mantan kekasihnya datang bersama dengan wanita lain di sampingnya. "Perkenalkan ini adalah orang kepercayaanku namanya Laiba," Nini memperkenalkan Laiba pada Dedalu dan Ayana meskipun sebenarnya itu tidak perlu karena mereka jauh lebih mengenal satu sama lain dari pada wanita setengah baya itu. "Laiba ini adalah putri taman ibu yang akan bertunangan layani mereka dengan baik." "Tentu saja," jawab Laiba tersenyum penuh arti. "Maaf sekali aku tidak dapat melayani kalian secara langsung tapi aku berjanji ketika kalian menikah aku akan secara langsung membuatnya untuk kalian." Wanita itu terus bicara panjang lebar tanpa mengetahui situasi yang sebenarnya di tempat itu. Setelah wanita itu pergi barulah ketiga kenalan lama ini menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya. "Lama tidak bertemu," ucap Laiba sambil tersenyum penuh arti.Dedalu tidak sedang membuat ekspresi wajah yang di buat-buat, laki-laki itu tulus minta maaf hanya saja semuanya sudah terlambat. Dedalu masih berusaha menunjukkan letusannya pada perempuan yang telah mati rasa padanya."Aku sangat menyesal seharusnya aku mempercayaimu bukan orang lain. Jika saja saat itu aku tidak bodoh mungkin sekarang kita sudah punya keluarga kecil dan juga putra kita ...." Dedalu berhenti bicara karena mengingat bagaimana ia bisa tahu tentang Laiba yang mengandung dari Bram yang sedang kalut saat itu ketika mengetahui kabar kecelakaan yang menewaskan Makky dan Laiba membawa Bram datang menghampiri Dedalu untuk melampiaskan semua kesedihannya. Jika bukan karena Bram yang teramat sedih Dedalu tidak akan pernah tahu apapun tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Laiba. "Aku, aku sangat menyesal. Aku sangat bodoh." Mulut laki-laki itu berantakan begitu juga dengan otaknya.Laiba tidak menyahut lagi karena kembali teringat akan Rui, putranya yang tidak sempat melih
"Apakah ada karyawan bernama Dedalu?" tanya Makky pada Nungki. "Sepertinya nama itu tidak asing, saya akan konfirmasi dulu," jawab laki-laki itu kemudian mencari informasi tentang orang yang dicari oleh atasan barunya ini. Setelah lima menit Nungki mengakhiri panggilan dan menghadap Makky. "Ada tuan." " ... " Laki-laki itu sedikit gugup menghadapi atasan barunya yang tidak membuka mulutnya. Karena dia harus bisa membaca situasi sungguh berbeda dengan atasannya yang lama yang langsung menunjukkan apa perintah dan keinginannya. Dengan mulut Makky yang masih tertutup rapat Nungky berinisiatif untuk melanjutkan bicaranya. "Dedalu bekerja di perusahaan ini 6 bulan yang lalu sebagai fotografer." "Pecat dia!" "Ha?" Nungky begitu terkejut mendengar ini. "Tapi kesalahan apa yang dia perbuat?" "Aku hanya tidak suka melihatnya." Nungky menelan ludahnya dengan susah payah sambil menatap atasannya yang berwajah dingin itu. "Perusahaan harus membayar denda untuk ini," uj
Jemputan mereka datang begitu pagi karena jarak yang begitu jauh dan tidak bisa mengebut karena kondisi Laiba, mereka berdua keluar dari rumah itu hanya membawa tubuh dan pakaian yang mereka kenakan, meskipun tidak tahu kapan mereka akan kembali namun semua hal telah disiapkan oleh Mia Sundara di kota dimana mereka akan memulai kehidupan mereka yang baru, untuk yang kesekian kalinya."Kamu siap?" tanya Makky pelan pada perempuan yang duduk di sampingnya."Ya," sahut Laiba dengan senyuman lebar tangannya di genggam erat oleh pihak lain seolah mereka sedang melangkah menuju kehidupan yang baru berbeda dari kehidupan yang mereka jalani selama ini.Mobil mewah itu membawa pasangan itu dalam perjalanan yang tidak sebentar menuju sebuah kediaman yang mewah namun tidak terlalu besar, Makky berpikir jika kediaman Mia Sundara akan lebih besar daripada kediaman orang tua angkatnya, nyatanya Mia Sundara hanya tinggal sendirian dengan kepribadiannya yang rendah hati pantaslah jika wanita itu hany
Laiba mempererat pelukannya pada pria yang berbaring di sampingnya, entah sejak kapan perempuan itu sudah tidak lagi takut pada kegelapan, mungkin karena setiap saat ketika tidur ada seseorang yang terus menemaninya hingga tidak punya kekhawatiran apapun ketika suasana yang gelap di sekelilingnya. "Kenapa belum tidur?" ucap Makky dengan suara beratnya. "Ingin ke kamar mandi?" Laiba hanya menggeleng pelan kemudian menempelkan wajahnya pada dada pihak lain, tercium aroma familiar dari pria itu jika tidak mengirup aroma ini dan menyentuh tubuhnya yang hangat mungkin Laiba akan merasa gelisah. Suara-suara serangga di luar terdengar jelas menemani malam mereka yang sunyi, karena menempel pada dada Makky perempuan itu juga mendengar dengan jelas detak jantungnya itu semua membuatnya merasa nyaman dan aman. Makky menyalakan lampu di sampingnya kemudian menopang dirinya dengan satu sikunya hingga wajahnya berada di atas perempuan itu, Makky menatap Laiba yang sedang berusaha beradaptasi de
Makky membuang puntung rokok untuk yang kesekian kalinya pandangannya tidak lepas dari dua perempuan yang telah bicara cukup lama, laki-laki yang berdiri di sampingnya juga tidak berani membuka mulutnya lagi melihat bagaimana wajah Makky yang suram seperti gerhana. Meskipun wanita itu bisa mendatangi Laiba karena seijinnya namun tetap saja ada perasaan tidak rela juga cemburu melihat orang lain berinteraksi begitu dekat dengan wanitanya.Makky terus memantau dua wanita yang terus bicara itu salah satu dari mereka menoleh ke arahnya membuat Makky dengan cepat menyembunyikan rokoknya yang membuat laki-laki di sampingnya mengangkat alisnya akan tindakan itu, ternyata seekor serigala yang terkenal tidak bisa ditaklukan ternyata masih akan tunduk pada pasangannya. Perempuan itu tersenyum pada Makky kemudian dibalasnya dengan senyuman yang indah hingga laki-laki yang disamping Makky terkejut melihat pemandangan ini. "Ternyata dia bisa tersenyum juga," ujarnya dalam hati karena telah mengen
Cuaca hari ini lebih hangat, Makky berani membawa Laiba keluar rumah duduk di halaman. Halaman itu didominasi banyak pasir dan bebatuan karena bunga batu hidup menyukai media tanam seperti itu. Makky mengambil alas yang mereka gunakan untuk duduk di atas tanah duduk diantara bunga-bunga yang ditanamnya sendiri dengan pemandangan gunung yang indah. Laiba sedang belajar menulis diantara kaki pria itu, hingga pihak lain bisa memeluknya dari belakang dengan selimut yang masih menghangatkan tubuh mereka. Makky tidak melakukan apapun hanya memperhatikan tangan yang masih kaku itu kembali memulihkan kemampuannya menulis dan sesekali mencium rambut perempuan itu. "Cukup untuk hari ini," ujar Makky sambil meraih buku dari tangan Laiba. "Semakin hari tulisanmu sudah bisa lebih rapi." Perempuan itu hanya tersenyum tipis mendengar setiap pujian Makky, Laiba yang lelah menempelkan punggungnya pada dada pihak lain dan pria itu menyambutnya dengan pelukan hangat. "Aku punya sebuah cerita," ujar