Ting!Sebuah suara notifikasi pesan membuyarkan aku dari lamunan. Ternyata pesan dari Mas Wijaya. Ia mengirim pesan padaku bahwa ia sebentar lagi akan tiba di pusat perbelanjaan tempat kami janjian bertemu. Setelah membalas pesan darinya, aku segera bersiap untuk pergi. Sebelum pergi, tak lupa aku mengunci pintu kamar. Hal ini aku lakukan untuk berjaga-jaga agar barang-barang milikku tak hilang lagi."Na, saya pergi dulu ya?" kataku pada Nana yang sedang duduk di depan televisi sambil melipat pakaian."Oh, iya, Bu, hati-hati di jalan.""Iya, Na. Oh ya, Na, apa sebelumnya kamu pernah membawa masuk teman ke rumah ini? Atau, ada tetangga yang pernah main ke rumah ini?" tanyaku, sebelum pergi."Enggak ada, Bu. Saya kan gak ada teman di sini. Gak ada juga tetangga yang pernah datang ke sini. Yang ada, saya yang suka main ke rumah tetangga. Memang kenapa, Bu?" jawab Nana sekaligus bertanya."Gak papa, Na. Saya cuma tanya aja kok. Ya sudah, saya pergi dulu.""Iya, Bu."Aku segera keluar dari
Mas Wijaya langsung menyerahkan kartu kreditnya pada sang karyawan untuk pembayaran kalung yang aku suka ini. Tanpa banyak berpikir dan tak ada sedikitpun rasa keberatan darinya. Seolah harga kalung ini tak ada artinya bagi Mas Wijaya. Aku yakin, uang Mas Wijaya pastilah sangat banyak. Hingga ia mampu membelanjakan aku pakaian serta perhiasan dan lainnya hingga mencapai lebih dari seratus juta rupiah hari ini. Angka yang cukup fantastis bagiku."Mas, kamu yakin mau belikan kalung ini untuk aku?" tanyaku pada Mas Wijaya. Aku masih memandang takjub kalung yang ada di tanganku saat ini."Yakinlah, Al. Anggap saja itu hadiah karena kamu udah nemenin aku belanja hari ini," jawab Mas Wijaya tersenyum."Terima kasih ya, Mas. Kamu baik banget. Udah belanjain aku, dan sekarang malah beliin aku kalung mahal," ucapku dengan binar mata seolah terharu. Agar Mas Wijaya merasa senang melihatku terharu menerima pemberiannya."Aku kan udah bilang sama kamu, Al, apapun akan aku berikan untuk kamu. Apal
"Mas, tolong carikan saya kamera yang bagus dan juga canggih. Kalau bisa, ukurannya yang sangat mini agar tak kelihatan saat dipasang," kataku. Aku merasa bingung, sebab gambar kamera cctv dalam majalah itu terlalu banyak. Aku yang minim pengetahuan tentang kamera cctv merasa bingung."Bagaimana kalau yang ini, Mbak?" tanya Sang karyawan sambil menunjukkan gambar kamera dengan ukuran kecil.Karyawan itu menjelaskan padaku kegunaan serta kecanggihan kamera cctv yang ia tunjukkan padaku. Selain tanpa kabel, camera cctv itu juga berukuran mini. Bisa mendeteksi suara juga terlihat terang meskipun dipasang di tempat gelap. Selain itu, camera cctv itu juga bisa terhubung di ponsel. Meskipun aku tak berada di rumah, aku bisa memantau keadaan rumah melalui ponselku. Setelah deal dengan harganya, aku langsung membayar total harga dan juga biaya pemasangannya."Mbak, ini nota pembayarannya. Kira-kira, kapan kami bisa datang untuk memasang kamera cctv di rumah Mbak Alma?" tanya karyawan itu."Na
POV WijayaAku memandang tak percaya melihat kecantikan mantan istri buruk rupaku yang kini tampil sangat cantik bagai seorang putri. Kulit putih, wajah glowing, rambut panjang lurus dan tubuh langsing bak seorang model. Aku benar-benar tak menyangka, mantan istri yang sempat aku sia-siakan itu kini telah berubah drastis.Aku tercengang ketika Alma bicara bahwa ia akan tinggal di depan rumahku. Entahlah, ini seperti sebuah keajaiban, atau mungkin malah sebuah keberuntungan untukku. Jika memang ia akan tinggal di depan rumahku, itu adalah kesempatan yang bagus untukku. Dengan begitu, aku bisa berusaha mendekatinya. Tak akan aku sia-siakan kesempatan emas ini. Apalagi, melihat penampilan Alma yang begitu cantik luar biasa.Aku masih ingat jelas, bagaimana penampilan Alma ketika masih menjadi istriku dulu. Wajah kusam, kulit kering dan badan seperti gajah bengkak. Sungguh tak sedap dipandang oleh mata. Melihatnya saja, aku malas. Itulah mengapa akhirnya aku memutuskan untuk selingkuh den
Aku bisa mendengar hembusan nafas Lastri yang terdengar memburu ketika mengusap dada bidangku dengan lembut. Hembusan nafas Lastri yang mengenai leherku membuat gairah tak bisa lagi aku bendung. Sebagai pria normal, akhirnya aku menyerah juga. Hingga terjadilah pertempuran panas di malam yang dingin ini. Aku dan Lastri menumpahkan segala hasrat yang cukup lama terpendam. Sebab akhir-akhir ini, kami jarang sekali melakukan hubungan intim. Mungkin karena seringnya kami cek-cok membuat kami tak tertarik untuk melakukannya.Lastri tiba-tiba mendorong tubuhku dengan kasar ketika kami sedang sama-sama dalam puncak kenikmatan. Melepaskan pergulatan panas yang baru saja terjadi di antara kami. Aku yang masih menikmati permainan panas kami merasa cukup kecewa dengan ulah Lastri yang menyudahi permainan kami secara sepihak. Wajah Lastri tiba-tiba berubah terlihat merah padam. Seolah ia sedang benar-benar sangat marah padaku. Entah setan apa yang merasukinya saat ini."Kamu kenapa sih, Las?" ta
Aku terngiang-ngiang dengan ucapan yang disampaikan Lastri padaku tadi tentang Alma. Apa mungkin, yang diucapkan Lastri tentang Alma benar? Tapi sepertinya, tak ada tanda-tanda Alma ingin balas dendam padaku. Alma juga bersikap baik dan tak menunjukkan kebenciannya padaku. Itu artinya, Alma telah melupakan semua kejadian dimasa lalu. Pun sikap Alma pada Ibu dan Kakakku Rosi yang terlihat baik. Tak kulihat ada dendam ataupun kebencian di mata Alma pada kami.Lastri terlalu berlebihan dan mengada-ada. Aku yakin, ia hanya cemburu karena aku kembali jatuh cinta pada Alma. Tentu saja, wanita mana yang tak cemburu apabila suaminya menyukai wanita lain? Lagi pula, aku sudah bosan hidup dengan Lastri. Karena di hatiku saat ini hanya ada Alma seorang. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa mendapatkan hati Alma kembali.******"Mas, aku minta uang," kata Lastri pagi ini ketika aku baru selesai berganti pakaian. Aku pikir, Lastri masih marah padaku karena kejadian semalam. Sebab biasanya, setel
Aku sangat senang ketika Alma bilang padaku akan memikirkan tentang tawaran untuk kembali menikah denganku. Ini adalah kesempatan yang sangat bagus dan tak akan aku sia-siakan. Itu artinya, aku masih memiliki harapan besar untuk bisa kembali pada Alma. Aku begitu senang hingga reflek langsung mencium punggung tangan Alma. Tetapi justru ia malah marah padaku.Kukeluarkan sebuah jurus andalan untuk meluluhkan hati wanita. Kukirim sejumlah uang dengan nominal cukup besar agar Alma tak marah lagi padaku. Dan tentu saja, jurusku berhasil meluluhkan hati Alma. Mata Alma terlihat berbinar ketika melihat nominal uang yang aku kirimkan padanya.Aku juga mengajak Alma untuk menemaniku siang nanti untuk berbelanja di mall. Alma langsung mengiyakan ajakanku. Begitulah wanita, jika sudah diberi banyak uang pasti tak akan bisa menolak. Tetapi tak masalah, sebab aku ikhlas memberikan apapun untuk Alma. Tentu saja dengan tujuan agar Alma mau kembali lagi padaku."Pak Wijaya, ada orang tuh di luar mau
Aku termenung memandang layar ponsel yang menampilkan sisa saldo tabunganku yang hampir habis. Bahkan untuk membayar nota tagihan Ko Apong pun, nominalnya tak cukup. Sebab hari ini, aku sudah menghabiskan uangku untuk berbelanja dengan Alma. Mungkin, aku harus mengambil uang dari toko untuk membayar nota tagihan Ko Apong.Ko Apong termasuk orang China yang pelit dan sangat perhitungan. Selain itu, ia juga sangat cerewet. Aku malas berdebat dengannya apabila belum membayar nota tagihan. Tak apalah, aku mengorbankan uang toko. Setiap hari juga, uang toko milikku selalu bertambah karena untung yang aku dapatkan lumayan besar. Dengan begitu, aku bisa menutup uang yang aku pakai. Setelah melunasi nota tagihan Ko Apong, aku memutuskan untuk pindah agen pada Pak Wisnu. Lebih baik, aku berlangganan pada Pak Wisnu saja yang bisa memberikan harga cukup murah. Mungkin sore ini, Pak Wisnu sudah mengirimkan barang yang aku pesan siang tadi. Sebab, sepulang dari mall tadi aku langsung memutuskan u