Share

Bab 3

last update Last Updated: 2024-01-15 18:00:42

"Assalamualaikum ...."

Terdengar suara salam dari depan rumahku. Aku yang baru selesai mandi dan berganti pakaian segera bergegas menuju ke depan. Aku menoleh ke arah jam dinding besar yang terpasang di ruang tengah rumahku. Waktu masih menunjukkan pukul 06.30 pagi. Aku bingung, siapa orang yang bertamu ke rumahku sepagi ini?

Jika dipikir, aku juga baru menempati rumah ini malam tadi. Aku juga belum sempat bertemu dengan tetangga sekitar rumah, kecuali keluarga Mas Wijaya.

"Waalaikumsalam ...," jawabku, setelah pintu ruang tamu terbuka.

Aku sedikit tersentak dan terkejut, sebab yang datang bertamu sepagi ini adalah Mas Wijaya. Aku tak menyangka, pria yang berstatus mantan suamiku itu datang ke rumahku sepagi ini. Jujur saja, aku sedikit merasa takut. Sebab, aku hanya tinggal seorang diri di rumah ini. Suasana pagi ini juga tampak sepi. Tak kulihat ada orang yang berlalu-lalang di depan rumah.

Mas Wijaya berulang kali memandangku dari atas hingga bawah. Membuat aku merasa sangat risih dibuatnya. Apalagi, aku hanya memakai daster pendek selutut dengan rambut basah yang belum sempat aku keringkan. Tak kusangka, mantan suamiku ini ternyata mata keranjang. Bertahun-tahun aku hidup dengannya dulu, ternyata beginilah sifat asli sebenarnya.

"Mas Wijaya, ada apa?" tanyaku mengerutkan kening. Entah ada keperluan apa Mas Wijaya bertandang ke rumahku sepagi ini.

"A-aku ingin ketemu kamu, Al. Eh, maksud aku, apa kamu perlu sesuatu? Kalau kamu butuh sesuatu, kamu bisa minta tolong sama aku."

Aku menghela nafas berat, tak sangka Mas Wijaya ternyata seagresif ini padaku. Bahkan, ia tak memikirkan bagaimana perasaan istrinya jika sampai tahu ia datang ke rumahku. Aku yakin, Lastri tak tahu jika suaminya ini sudah berada di rumahku sepagi ini.

"Maaf, Mas, untuk saat ini, aku belum butuh apa-apa," jawabku semanis mungkin. Meskipun, aku sangat muak melihat wajahnya.

"Kamu udah sarapan belum, Al? Kalau mau, nanti aku belikan. Jadi, kamu gak perlu repot-repot masak."

"Gak perlu, Mas. Nanti aku bisa beli sendiri," tolakku.

"Hmm ... Al, kok kamu gak nyuruh aku masuk sih? Aku capek loh berdiri di sini," ucap Mas Wijaya dengan nada sok lembut.

Mendengar ucapan Mas Wijaya, tiba-tiba saja bulu kudukku berdiri. Perasaanku menjadi tak enak, aku takut, Mas Wijaya berbuat macam-macam padaku jika sampai aku mengijinkan ia masuk ke dalam rumah. Apalagi melihat tatapan mesum Mas Wijaya padaku. Aku harus mencari cara agar ia tak masuk ke dalam rumahku. Aku juga tak mau membuat ia tersinggung dan malah menjauhiku. Bisa gagal semua rencanaku jika ia tak mau dekat denganku.

"Al, kamu sekarang cantik banget. Kulit kamu juga sangat putih. Tubuh kamu juga sudah langsing dan gak gendut seperti dulu. Aku jadi nyesel udah pisah sama kamu, Al," ucap Mas Wijaya dengan wajah terlihat lesu.

Pria yang berstatus mantan suamiku ini memang otakku sudah tak waras. Bisa-bisanya, ia berbicara seperti itu setelah apa yang ia lakukan padaku dulu. Hanya karena aku berubah jadi cantik, dengan mudahnya ia bilang menyesal. Itu artinya, ia hanya memandang diri ini hanya karena penampilan fisik semata.

Tak ingatkah dia, saat dulu sering menghinaku karena aku tak pernah merawat diri. Ia juga tak segan-segan mencaci-maki diriku karena badan yang mulai gemuk setelah menikah dengannya.

Ia tak tahu saja, bagaimana perjuanganku untuk bisa berubah menjadi cantik dan langsing seperti ini. Semua ini aku lakukan tentu saja karena aku ingin membalas sakit hatiku padanya.

"Iya, Mas, terima kasih untuk pujiannya," ucapku memaksakan senyum.

"Al, aku masuk ya? Aku pengen ngobrol sama kamu."

"Tapi, Mas ...."

Ucapanku menggantung ketika melihat wajah murka Lastri yang baru keluar dari rumahnya dan melotot tajam ke arahku. Ia langsung berjalan tergopoh-gopoh menghampiri kami.

"Mas Wijaya!" teriak Lastri dengan wajah merah padam. Terlihat jelas ia sangat marah saat ini.

"Apa sih, Las? Manggil pakai teriak-teriak, aku gak budek tau!" omel Mas Wijaya.

Aku terpelongo melihat sikap Mas Wijaya yang sama sekali tak ada rasa takut pada istrinya itu. Wajah Mas Wijaya juga tampak biasa saja, seolah ia tak takut jika Lastri akan marah padanya.

"Kamu yang apa-apaan, Mas! Pagi-pagi udah datang ke rumah janda gatel ini!" omel Lastri tak kalah sengit.

Aku tersenyum miring, melihat ekspresi wajah Lastri yang terlihat sangat cemburu. Terlihat jelas bahwa ia takut Mas Wijaya berpaling padaku. Semoga saja, karena itu yang aku harapkan sebenarnya.

"Kamu kalau ngomong jangan sembarang ya, Las!" kata Mas Wijaya yang seolah membelaku.

"Kamu ini keracunan apa sih, Mas? Kenapa kamu bisa jadi berubah gini? Atau jangan-jangan, kamu kena pelet sama janda gatel ini!" ucap Lastri sambil menunjuk wajahku.

"Pelet apa sih, Las. Ngaco aja kamu ini kalau ngomong," kata Mas Wijaya.

"Eh, Alma! Aku tahu, kamu pasti punya rencana busuk buat memikat Mas Wijaya. Aku yakin, kamu pakai pelet biar Mas Wijaya suka dan mau kembali samu kamu kan?!" bentak Lastri sengit. Nafas Lastri terlihat tersengal-sengal karena menahan emosi.

Aku tersenyum miring menanggapi ocehan Lastri. Karena apa yang ia katakan tak sepenuhnya salah. Melihat kemarahan Lastri, aku jadi semakin bersemangat membuat ia semakin menderita. Ia sendiri bisa menikah dengan Mas Wijaya dengan cara licik, kenapa aku tidak? Meskipun, tak ada sedikitpun niatku untuk kembali menikah dengan Mas Wijaya.

Aku hanya ingin Mas Wijaya bertekuk lutut padaku, dan mengambil semua hakku yang ia ambil dengan cara licik. Setelah itu, tentu saja aku akan membuangnya. Sama seperti saat ia membuangku dulu. Menurutku, mereka berdua memang pasangan yang sangat cocok, sebab sama-sama memiliki sifat yang licik.

"Aku gak ada niat seperti yang kamu tuduhkan, Las. Lagipula, kenapa kamu harus takut Mas Wijaya berpaling dari aku?" ucapku, membela diri.

"Dasar janda gatel! Aku gak akan biarkan kamu merebut Mas Wijaya dari aku!" Lastri hampir saja menerjang diriku, jika saja Mas Wijaya tak kalah cepat menghadang tubuh istrinya itu.

"Tutup mulut kotor kamu itu, Las! Kamu gak punya kaca di rumah? Sebelum ngatain aku, harusnya kamu sadar diri!" ucapku tak terima.

"Dasar wanita jalang! Lepas, Mas, aku mau beri pelajaran untuk wanita yang sudah menggoda suamiku!"

Mas Wijaya masih memegangi tubuh Lastri yang terlihat memberontak karena amarahnya semakin meledak.

"Mas, cepat bawa pulang istri kamu itu! Pagi-pagi sudah bikin keributan di rumah aku!" kataku pada Mas Wijaya.

"Kamu ini malu-maluin aku aja, Las! Ayo pulang!" ucap Mas Wijaya menarik kasar tangan Lastri.

"Malu-maluin? Kamu yang sudah mempermalukan aku, Mas! Keterlaluan kamu. Bisa-bisanya kamu lebih belain janda gatel itu dibanding istri kamu sendiri!" oceh Lastri sambil berjalan ditarik oleh Mas Wijaya.

Berbagai umpatan dan cacian Lastri tujukan padaku. Suara teriakan Lastri yang menggelegar di pagi hari yang masih terasa sunyi ini mengundang perhatian warga sekitar rumah kami. Semua warga sekitar terlihat berbondong-bondong keluar dari rumah mereka dan melihat kejadian ini. Pun dengan Ibu mertua yang rumahnya terletak tepat di samping rumah Mas Wijaya dan Lastri.

Aku segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat. Tak lupa, aku mengunci pintu juga. Aku takut, Mas Wijaya kembali datang ke rumahku dan berbuat macam-macam padaku. Sepertinya, aku harus segera mencari asisten rumah tangga untuk menemaniku tinggal di rumah ini.

Aku tersenyum sinis, baru sehari tinggal di sini saja, sudah banyak keributan antara Mas Wijaya dan Lastri. Kita lihat saja, apakah hubungan mereka akan baik-baik saja, atau tidak? Sebab, aku akan pastikan, mereka tak akan hidup dengan bahagia.

******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Berkelas untuk Mantan Suami Culas   Bab 47

    "Permisi, Mas, maaf numpang tanya," kataku pada seorang pria yang baru turun dari motor yang ia kendarai. Pria itu memarkirkan motornya di depan kost-kostan ini."Iya, Mas, tanya apa ya?""Apa Mas tinggal di kostan ini?""Iya, Mas, saya tinggal di sini," jawabnya."Saya mau tanya, siapa yang menghuni kost-an lantai dua yang pintunya nomor empat itu?" tunjukku ke atas."Oh, nomor 4 ya? Kamar itu sih dihuni sama Ferdy, Mas. Kebetulan dia teman kuliah saya," jawabnya."Teman kuliah?""Iya, Mas, dia kuliah bareng saya. Tapi beda jurusan. Mas ada urusan apa sama Ferdy?" tanyanya seolah penasaran."Gak ada, Mas. Kebetulan dia mirip saudara saya. Namanya juga sama. Kalau boleh tahu, dia tinggal sama siapa ya, Mas?" jawabku beralasan dan bertanya."Dia tinggal sendiri kok. Tapi ... sekarang dia lagi sama pacarnya, Mas," jawabnya sambil menggaruk kepala yang sepertinya tak gatal."Pacar?""Iya, Mas. Jadi kalau nanti Mas ketemu Ferdy jangan kaget. Ya udah ya, Mas, saya mau masuk dulu. Masih ada

  • Pembalasan Berkelas untuk Mantan Suami Culas   Bab 46

    Aku masih memperhatikan Lastri dan pria yang naik motor bersamanya. Terlihat mereka begitu akrab. Seperti orang yang sudah kenal sangat lama. Anak kami Zea juga sepertinya begitu mengenal pria itu. Terlihat saat ini Zea berganti posisi dari duduk lalu berdiri dan berpegangan pada pundak pria itu. Sedangkan Lastri memegangi tubuh Zea. Jika dipikir, tak mungkin juga pria itu saudara Lastri. Sebab, aku tak pernah melihat pria itu sebelumnya.Ketika lampu hijau mulai menyala, semua kendaraan mulai melaju ke arah lurus. Begitu juga motor yang dikendarai oleh Lastri dan pria asing itu. Aku sendiri langsung tancap gas untuk mengikuti mereka. Aku tak ingin kehilangan jejak mereka. Apa lagi, mereka pergi membawa anakku Zea. Aku ingin tahu, siapa pria itu sebenarnya. Berbagai pikiran buruk langsung melintas di kepalaku.Untung saja, pria itu mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang. Dengan begitu, aku bisa mengikuti mereka dengan mudah. Apa lagi, melihat arus lalu lintas yang cukup padat s

  • Pembalasan Berkelas untuk Mantan Suami Culas   Bab 45

    Pagi ini, aku terbangun dengan kepala sedikit berat. Sebab, aku hampir tak bisa tidur semalaman. Mbak Rossi semalam kembali mengamuk. Hingga membuat aku dan Ibu tak bisa beristirahat dengan tenang. Setelah Mbak Rossi diberi obat penenang, ia akhirnya tertidur. Tetapi setelah Mbak Rossi tertidur, justru malah Ibu yang tak tidur karena menangis semalaman. Berulangkali aku mencoba menenangkan Ibu, tapi Ibu tetap saja menangis.Aku merasa keadaan Mbak Rossi benar-benar sudah parah. Jiwa Mbak Rossi benar-benar sudah terguncang. Semalam, Mbak Rossi berteriak-teriak menyebut nama Adit. Seolah Mbak Rossi ingin Adit ada di sini bersamanya. Jujur saja, aku sangat muak ketika mendengar Mbak Rossi menyebut Nama Adit. Entah apa lagi yang Mbak Rossi harapkan dari pria brengsek itu.Ketika aku telah selesai mandi dan berganti pakaian, aku mendapatkan sebuah pesan dari Alma. Pucuk dicinta, tanpa perlu aku mendekati Alma, ia malah lebih dulu mengirim pesan padaku. Tetapi, aku sedikit terkejut ketika m

  • Pembalasan Berkelas untuk Mantan Suami Culas   Bab 44

    POV WijayaAku mencoba menghubungi nomor Lastri. Tapi sialnya, nomor ponsel Lastri tak aktif dan tak bisa dihubungi. Entah kemana perginya istri tak berguna itu. Aku benar-benar sangat kesal padanya. Lihat saja, jika sampai ia pulang nanti, aku akan memberinya pelajaran. Selama ini, aku terlalu memberikan kebebasan untuk Lastri. Hingga ia bisa bertingkah sesuka hatinya. Dan kini, aku tak akan membiarkan Lastri bersikap semaunya sendiri. Sudah cukup rasa sabarku padanya! Lihat saja, jika aku bertemu dengannya nanti, aku akan memarahinya habis-habisan. Bila perlu, aku akan menceraikannya secara langsung. Agar ia sadar, hidupnya tak akan ada artinya tanpa diriku. Jika dipikir, memiliki seorang istri seperti Lastri tak ada untungnya untukku. Yang ada, uangku semakin habis terkuras untuk memenuhi keinginannya yang entah untuk apa. Rasanya, aku benar-benar menyesal menikah dengannya."Bu, Aminah. Saya minta tolong sama Ibu. Saya titip keponakan saya —Vira di rumah Ibu dulu. Soalnya, di rum

  • Pembalasan Berkelas untuk Mantan Suami Culas   Bab 43

    Aku segera berjalan menuju mobilku. Aku harus segera pulang. Aku harus mencari bukti lain tentang Nana dan Mas Adit. Aku yakin, Mas Adit dan Alma memiliki niat terselubung padaku. Apa lagi mengingat kejadian saat ia mencoba masuk ke dalam kamarku.Aku merasa diriku begitu bodoh karena terlalu percaya pada Nana. Bahkan pernah ada niat untuk menganggap Nana sebagai anakku sendiri. Tapi nyatanya, aku malah memasukkan orang yang salah ke dalam rumahku. Mungkin, aku harus meminta pertanggungjawaban pada Rumi, sebab ia lah yang awalnya membawa Nana masuk ke rumahku.Ting!Sebuah pesan masuk ketika aku baru mulai menghidupkan mesin mobil. Aku segera meraih tas kecil yang berada di dasbor mobil untuk mengambil ponsel. Ternyata, ada sebuah pesan masuk dari Mas Wijaya.["Al, uangnya sudah aku transfer barusan.] Isi pesan dari Mas Wijaya.Aku langsung membuka aplikasi m-banking milikku untuk mengecek saldo rekening. Ternyata benar, uang seratus juta rupiah yang aku minta pada Mas Wijaya telah me

  • Pembalasan Berkelas untuk Mantan Suami Culas   Bab 42

    Setelah ibunya Nana cukup tenang, polisi menyuruh mereka semua untuk duduk. Sepertinya, polisi akan mengintrogasi mereka. Aku tak melihat ada tanda-tanda kehadiran keluarga Mas Adit. Mungkin, mereka sedang sibuk mengurus Mbak Rossi di rumah sakit. Setelah kami memberikan bukti yang cukup, aku bersama Bu RT dan Pak RT memutuskan untuk pulang ke rumah. Polisi bilang, kami akan dipanggil kembali untuk dijadikan saksi dalam kasus ini jika sudah tiba waktunya. Sebenarnya, aku ingin berbicara dengan orang tua Nana sebentar. Tetapi, melihat situasi dan kondisi sepertinya tak memungkinkan.Sebelumnya, polisi memberikan pilihan pada kami untuk melanjutkan kasus ini atau diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Tetapi, aku dan Pak RT tetap bersikukuh untuk melanjutkan kasus ini. Aku tak rela jika Mas Adit bisa berkeliaran dengan bebas. Setelah ini, aku juga akan mencari bukti-bukti lainnya untuk memberatkan hukuman Mas Adit. Setelah sampai di rumah nanti, aku akan masuk ke dalam kamar Nana.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status