Share

Pembalasan Dendam Istri Baik Hati
Pembalasan Dendam Istri Baik Hati
Penulis: Pena Ertha

Bab 1 Jebakan

'Sidik jari yang terdapat pada senjata pembunuhan saudari Selena Anastasya, cocok dengan sidik jari tersangka William Savero.'

Untaian kalimat dalam berkas kasus pembunuhan Selena terus terbayang begitu jelas dalam benak Olivia. Olivia meringkuk di atas sofa ruang kerja William.

Dia menangis histeris sulit menerima kenyataan pahit yang kini harus ia hadapi. Bagaimana mungkin pria yang sangat ia cintai ternyata adalah seseorang yang telah merenggut nyawa kakaknya sendiri?

“Liv! Apa yang terjadi?” sahut William dengan panik seraya memeluk Olivia saat menemukan istrinya menangis tersedu-sedu di ruang kerjanya.

“Apa kamu tahu tentang keluargaku?” celetuk Olivia dengan patah-patah.

William tidak menjawab, raut wajahnya perlahan berubah.

“Apa kamu tahu kalau aku memiliki kakak perempuan bernama Selena Anastasya?” desak Olivia dengan suaranya yang purau.

“Aku….”

Belum sempat William merampungkan ucapannya Olivia sudah mengangkat gawainya yang berpendar menunjukkan sebuah foto berkas pembunuhan Selena. Olivia mendapatkan berkas itu ketika pagi tadi ia mengunjungi kantor polisi, hendak menemui Raka. Saat Olivia melihat berkas itu ia diam-diam membaca dan memfoto berkas kasus tersebut.

“Apa benar kamu membunuhnya?” tanya Olivia dengan suara tercekat.

William terbelalak, ketakutan terpancar dari kedua bola matanya, lalu perlahan ia menunduk dan air mata pun jatuh membasahi wajahnya.

“Maafkan aku Liv….”

Seketika dunia Olivia hancur dalam sekejap mata. Amarah, kecewa, rasa bersalah bercampur aduk hingga membuat Olivia merasa mual.

“Sejak kapan kamu mengetahuinya?!” pekik Olivia seraya memukul dada William berkali-kali.

“Liv, aku baru mengingat tragedi itu dan mengetahui bahwa kamu memiliki hubungan dengan Selena belum lama ini dan sungguh aku tidak berniat sama sekali untuk menyembunyikannya darimu.”

“Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya padaku?! Kenapa kamu diam saja?!”

“Aku akan menjelaskan semuanya padamu… tapi tidak dalam waktu dekat ini, maafkan aku,” balas William dengan penuh penyesalan.

Kening Olivia sontak berkerut, lalu dengan kasar ia menepiskan genggaman William pada kedua tangannya dan menatap pria itu dengan sinis.

“Jadi kamu berniat untuk bersembunyi lebih lama? Dan tidak ingin menyerahkan diri?” cibir Olivia tidak percaya bahwa William tega melakukan hal ini padanya.

William menggeleng dengan cepat, “Bukan begitu Liv, aku akan menyerahkan diriku, aku berjanji akan menebus kesalahanku tapi aku mohon beri aku waktu sampai alih kekuasaan perusahaan selesai.”

William berlutut memohon pada Olivia agar ia bisa mengerti situasinya. Namun sikap dan ucapan William malah semakin mematahkan hati Olivia. Padahal William adalah satu-satunya orang yang Olivia percaya, tetapi bahkan kekuasaan bisa membutakan pria itu.

“Aku pikir kamu berbeda Will, aku pikir kamu pria yang penuh tanggung jawab tapi ternyata kamu sama saja!” ucap Olivia dengan kecewa seraya melangkah mundur perlahan menjauhi William, ia tidak ingin William menyentuh tubuhnya walau secuil pun.

“Aku hanya butuh waktu untuk menyelesaikan semua ini satu persatu….”

“Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku?! Kenapa kamu sangat egois Will!” tukas Olivia dengan putus asa.

“Ini satu-satunya kesempatanku untuk mengambil alih perusahaan demi Ibuku. Aku mohon Liv, setelah semua urusanku selesai aku berjanji akan menyerahkan diriku pada polisi.”

William terus berulutut di hadapan Olivia dan memohon-mohon meminta pengertian wanita itu, tetapi tidak berhasil, hati Olivia sudah terlanjur hancur. Pikiran Olivia begitu kalut, hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan pedang saat mengetahui dan menghadapi sikap suaminya itu.

“Perusahaan, perusahaan! Bagaimana mungkin kamu masih memikirkan tentang perusahaan di saat seperti ini? Apa kamu pikir Ibumu akan tetap bangga padamu di alam sana setelah tahu kalau anaknya adalah seorang pembunuh?”

“Liv….”

“Cukup Will, aku tidak mau dengar alasanmu dan jangan temui aku sampai kamu bersedia untuk menyerahkan diri ke kantor polisi!” Olivia menepiskan genggaman William dengan kasar lalu bergegas angkat kaki dari rumah mewah William.

William tidak bisa mencegah kepergian Olivia dan bersimpuh tidak berdaya menyesali perbuatannya di masa lalu.

Olivia melangkah dengan gontai menyusuri jalanan sepi menuju rumah lama miliknya. Linangan air mata memenuhi kedua pipinya menyuarakan seluruh kepedihan yang menyayat di dalam hatinya.

Olivia pikir ia dan William adalah pasangan yang sempurna tanpa celah seperti apa yang dikatakan orang-orang tentang mereka. Olivia melupakan kenyataan bahwa tidak ada hubungan yang sempurna antara manusia di dunia ini dan kebohongan akan selalu terselip pula di dalamnya.

Tetapi apa harus rahasia yang William sembunyikan dari Olivia adalah sebuah kenyataan bahwa pria yang Olivia cintai itu adalah pembunuh kakaknya di masa lalu?

“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” isak Olivia, ia merasa bersalah karena mencintai seseorang yang telah merenggut nyawa Selena.

Dengan tatapan yang kosong Olivia memandang langit biru di atas sana. Hingga sebuah mobil hitam berhenti di hadapan Olivia dan membuyarkan lamunannya. Tanpa memberi Olivia waktu untuk berpikir, seorang pria bertopeng dari dalam mobil itu tiba-tiba menarik Olivia masuk ke dalam mobil.

“Tolong….”

Baru satu kali Olivia menjerit mulutnya sudah dibekap oleh pria itu. Olivia meronta-ronta berusaha melakukan perlawanan tetapi kekuatan pria itu lebih besar darinya. Dengan mudah pria bertopeng itu menggotong Olivia dan memasukkannya dengan paksa ke dalam mobil.

***

“Olivia tidak ada Pak,” seru Jimmy – asisten William – ia sudah mencari Olivia keseluruh tempat yang memungkinkan, tetapi nihil. Olivia seolah lenyap bagai ditelan bumi tanpa bekas.

William begitu kalut mencemaskan istrinya yang menghilang begitu saja sejak tadi sore setelah bertengkar dengannya. Walaupun Olivia meminta William untuk tidak menemuinya tetapi pria itu mengkhawatirkannya karena itu William segera menyusul Olivia, tetapi William malah tidak menemukan istrinya di rumah lamanya.

“Apa kamu sudah menghubungi semua temannya?” tanya William dengan panik.

“Tidak ada satu pun dari mereka yang bertemu dengan Olivia hari ini, Pak.”

Disaat yang bersamaan ponsel William berdering tanda panggilan masuk, dari nomor tidak dikenal. Tanpa banyak berpikir William segera mengangkatnya dan seketika saja William terbelalak, wajahnya memucat saat mendengar suara di ujung sana.

“Aaaaa! Kau tidak akan mendapatkan… Aaaa!!!”

“Hai, Will, kamu pasti tahu dengan jelas suara siapa itu, kan.”

William tercekat, dadanya terasa sesak. Suara wanita dan pria di ujung sana amat familiar di telinga William, ‘Tidak salah lagi, ini suara Daniel dan Olivia… sial!’ batin William

“Kau tahu apa yang aku inginkan Will jadi datanglah ke gedung biru sendirian. Kalau kau datang bersama polisi atau bersama kacungmu itu aku tidak akan segan untuk langsung menyakiti istri tercintamu ini,” seru Daniel seraya terkekeh.

“Jangan Will, aku mohon….”

Panggilan terputus, William mengeratkan jari-jarinya hingga memerah dan bergetar. Matanya yang selalu hangat memicing tajam mengutuk Daniel dari kejauhan.

“…. ini jebakan,” isak Olivia yang kini tubuhnya terikat di sebuah kursi kayu di dalam gedung tua terbengkalai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status