Olivia tidak pernah menduga bahwa suaminya, Willlam Savero yang sangat ia cintai ternyata adalah sosok yang telah merenggut nyawa kakaknya di masa lalu. Dan kenyataan pahit bahwa William tidak ingin menyerahkan diri pada polisi membuat Olivia sangat kecewa dan larut dalam perasaan dendam. Dengan memanfaatkan amnesia yang dialami William, Olivia pun memutuskan untuk membalaskan dendamnya dan bekerja sama dengan Daniel yang juga ingin menghancurkan hidup Willam. Namun, akankah Olivia berhasil melancarkan pembalasan dendamnya? Ataukah kekuatan cinta William akan berhasil meruntuhkan semuanya dan mengungkap rahasia-rahasia yang tidak pernah mereka duga sebelumnya?
View More'Sidik jari yang terdapat pada senjata pembunuhan saudari Selena Anastasya, cocok dengan sidik jari tersangka William Savero.'
Untaian kalimat dalam berkas kasus pembunuhan Selena terus terbayang begitu jelas dalam benak Olivia. Olivia meringkuk di atas sofa ruang kerja William.
Dia menangis histeris sulit menerima kenyataan pahit yang kini harus ia hadapi. Bagaimana mungkin pria yang sangat ia cintai ternyata adalah seseorang yang telah merenggut nyawa kakaknya sendiri?
“Liv! Apa yang terjadi?” sahut William dengan panik seraya memeluk Olivia saat menemukan istrinya menangis tersedu-sedu di ruang kerjanya.
“Apa kamu tahu tentang keluargaku?” celetuk Olivia dengan patah-patah.
William tidak menjawab, raut wajahnya perlahan berubah.
“Apa kamu tahu kalau aku memiliki kakak perempuan bernama Selena Anastasya?” desak Olivia dengan suaranya yang purau.
“Aku….”
Belum sempat William merampungkan ucapannya Olivia sudah mengangkat gawainya yang berpendar menunjukkan sebuah foto berkas pembunuhan Selena. Olivia mendapatkan berkas itu ketika pagi tadi ia mengunjungi kantor polisi, hendak menemui Raka. Saat Olivia melihat berkas itu ia diam-diam membaca dan memfoto berkas kasus tersebut.
“Apa benar kamu membunuhnya?” tanya Olivia dengan suara tercekat.
William terbelalak, ketakutan terpancar dari kedua bola matanya, lalu perlahan ia menunduk dan air mata pun jatuh membasahi wajahnya.
“Maafkan aku Liv….”
Seketika dunia Olivia hancur dalam sekejap mata. Amarah, kecewa, rasa bersalah bercampur aduk hingga membuat Olivia merasa mual.
“Sejak kapan kamu mengetahuinya?!” pekik Olivia seraya memukul dada William berkali-kali.
“Liv, aku baru mengingat tragedi itu dan mengetahui bahwa kamu memiliki hubungan dengan Selena belum lama ini dan sungguh aku tidak berniat sama sekali untuk menyembunyikannya darimu.”
“Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya padaku?! Kenapa kamu diam saja?!”
“Aku akan menjelaskan semuanya padamu… tapi tidak dalam waktu dekat ini, maafkan aku,” balas William dengan penuh penyesalan.
Kening Olivia sontak berkerut, lalu dengan kasar ia menepiskan genggaman William pada kedua tangannya dan menatap pria itu dengan sinis.
“Jadi kamu berniat untuk bersembunyi lebih lama? Dan tidak ingin menyerahkan diri?” cibir Olivia tidak percaya bahwa William tega melakukan hal ini padanya.
William menggeleng dengan cepat, “Bukan begitu Liv, aku akan menyerahkan diriku, aku berjanji akan menebus kesalahanku tapi aku mohon beri aku waktu sampai alih kekuasaan perusahaan selesai.”
William berlutut memohon pada Olivia agar ia bisa mengerti situasinya. Namun sikap dan ucapan William malah semakin mematahkan hati Olivia. Padahal William adalah satu-satunya orang yang Olivia percaya, tetapi bahkan kekuasaan bisa membutakan pria itu.
“Aku pikir kamu berbeda Will, aku pikir kamu pria yang penuh tanggung jawab tapi ternyata kamu sama saja!” ucap Olivia dengan kecewa seraya melangkah mundur perlahan menjauhi William, ia tidak ingin William menyentuh tubuhnya walau secuil pun.
“Aku hanya butuh waktu untuk menyelesaikan semua ini satu persatu….”
“Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku?! Kenapa kamu sangat egois Will!” tukas Olivia dengan putus asa.
“Ini satu-satunya kesempatanku untuk mengambil alih perusahaan demi Ibuku. Aku mohon Liv, setelah semua urusanku selesai aku berjanji akan menyerahkan diriku pada polisi.”
William terus berulutut di hadapan Olivia dan memohon-mohon meminta pengertian wanita itu, tetapi tidak berhasil, hati Olivia sudah terlanjur hancur. Pikiran Olivia begitu kalut, hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan pedang saat mengetahui dan menghadapi sikap suaminya itu.
“Perusahaan, perusahaan! Bagaimana mungkin kamu masih memikirkan tentang perusahaan di saat seperti ini? Apa kamu pikir Ibumu akan tetap bangga padamu di alam sana setelah tahu kalau anaknya adalah seorang pembunuh?”
“Liv….”
“Cukup Will, aku tidak mau dengar alasanmu dan jangan temui aku sampai kamu bersedia untuk menyerahkan diri ke kantor polisi!” Olivia menepiskan genggaman William dengan kasar lalu bergegas angkat kaki dari rumah mewah William.
William tidak bisa mencegah kepergian Olivia dan bersimpuh tidak berdaya menyesali perbuatannya di masa lalu.
Olivia melangkah dengan gontai menyusuri jalanan sepi menuju rumah lama miliknya. Linangan air mata memenuhi kedua pipinya menyuarakan seluruh kepedihan yang menyayat di dalam hatinya.
Olivia pikir ia dan William adalah pasangan yang sempurna tanpa celah seperti apa yang dikatakan orang-orang tentang mereka. Olivia melupakan kenyataan bahwa tidak ada hubungan yang sempurna antara manusia di dunia ini dan kebohongan akan selalu terselip pula di dalamnya.
Tetapi apa harus rahasia yang William sembunyikan dari Olivia adalah sebuah kenyataan bahwa pria yang Olivia cintai itu adalah pembunuh kakaknya di masa lalu?
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” isak Olivia, ia merasa bersalah karena mencintai seseorang yang telah merenggut nyawa Selena.
Dengan tatapan yang kosong Olivia memandang langit biru di atas sana. Hingga sebuah mobil hitam berhenti di hadapan Olivia dan membuyarkan lamunannya. Tanpa memberi Olivia waktu untuk berpikir, seorang pria bertopeng dari dalam mobil itu tiba-tiba menarik Olivia masuk ke dalam mobil.
“Tolong….”
Baru satu kali Olivia menjerit mulutnya sudah dibekap oleh pria itu. Olivia meronta-ronta berusaha melakukan perlawanan tetapi kekuatan pria itu lebih besar darinya. Dengan mudah pria bertopeng itu menggotong Olivia dan memasukkannya dengan paksa ke dalam mobil.
***
“Olivia tidak ada Pak,” seru Jimmy – asisten William – ia sudah mencari Olivia keseluruh tempat yang memungkinkan, tetapi nihil. Olivia seolah lenyap bagai ditelan bumi tanpa bekas.
William begitu kalut mencemaskan istrinya yang menghilang begitu saja sejak tadi sore setelah bertengkar dengannya. Walaupun Olivia meminta William untuk tidak menemuinya tetapi pria itu mengkhawatirkannya karena itu William segera menyusul Olivia, tetapi William malah tidak menemukan istrinya di rumah lamanya.
“Apa kamu sudah menghubungi semua temannya?” tanya William dengan panik.
“Tidak ada satu pun dari mereka yang bertemu dengan Olivia hari ini, Pak.”
Disaat yang bersamaan ponsel William berdering tanda panggilan masuk, dari nomor tidak dikenal. Tanpa banyak berpikir William segera mengangkatnya dan seketika saja William terbelalak, wajahnya memucat saat mendengar suara di ujung sana.
“Aaaaa! Kau tidak akan mendapatkan… Aaaa!!!”
“Hai, Will, kamu pasti tahu dengan jelas suara siapa itu, kan.”
William tercekat, dadanya terasa sesak. Suara wanita dan pria di ujung sana amat familiar di telinga William, ‘Tidak salah lagi, ini suara Daniel dan Olivia… sial!’ batin William
“Kau tahu apa yang aku inginkan Will jadi datanglah ke gedung biru sendirian. Kalau kau datang bersama polisi atau bersama kacungmu itu aku tidak akan segan untuk langsung menyakiti istri tercintamu ini,” seru Daniel seraya terkekeh.
“Jangan Will, aku mohon….”
Panggilan terputus, William mengeratkan jari-jarinya hingga memerah dan bergetar. Matanya yang selalu hangat memicing tajam mengutuk Daniel dari kejauhan.
“…. ini jebakan,” isak Olivia yang kini tubuhnya terikat di sebuah kursi kayu di dalam gedung tua terbengkalai.
“Lalu bagaimana dengan Olivia?” pertanyaan lain yang Jimmy tidak siap untuk mendengar jawabannya. “Dia sedang merencanakan sesuatu untukku.” William tahu apa yang Olivia sedang rencanakan untuknya. Saat mengetahui hal itu William sempat berkali-kali menolak percaya pada kenyataan yang menimpanya. Namun akhirnya William bisa menerimanya. William mengalihkan pandangannya pada Jimmy, pria itu tampak tertekan dengan semua kenyataan yang baru saja ia terima saat ini. Terutama kenyataan tentang Olivia yang itu paasti paling mengusiknya. “Maaf aku memecatmu waktu itu, tapi rasanya itu keputusan yang tepat yang bisa aku lakukan,” ucap William, “Sepertinya kamu jadi sasaran empuk untuk menjebakku atau bisa jadi mereka tidak mau kamu berada di dekatku.” Jimmy memandangin William, “Dengan sendiri Anda bisa menjadi lemah,” imbuh Jimmy yang langsung di balas anggukan oleh William.“Jim, aku butuh bantuamu, karena itu aku menceritakan semua ini. Aku tidak tahu a
Jimmy terdiam dengan kening berkerut. Kalau dipikir-pikir surat elektronik yang Jimmy terima sebelumnya juga dari perusahaan teman dekat William. “Bagaimana kalau kamu tukar pertanyaannya?” celetuk William masih denagn ekspresinya yang datar. “Maksud Anda?” “Seperti.... Apa William benar-benar kehilangan ingatannya?” Jimmy sontak tertegun ia tidak bisa berkata-kata. William tidak perlu menyatakan lebih banyak fakta lebih lanjut tentang ingatannya karena rasanya Jimmy sudah dengan jelas mengetahui jawabannya saat ini. “Aku hanya pura-pura Jimmy,” imbuh William seraya melangkah lebih jauh ke dalam ruko kosong itu. Hening, Jimmy tidak menjawab apa-apa, wajahnya tampak bingung. Namun tentu saja William pasti memiliki alasan mengapa dia melakukan hal itu. “Mengapa Anda melakukannya?” akhirnya Jimmy bisa meluapkan rasa penasarannya. Namun di satu sisi entah mengapa Jimmy merasa takut untuk mendengar jawaban dari William. Seolah William sedan
“Kamera recorder itu bisakah kau menemukannya?” tanya Daniel pada Aldo. “Aku tidak tahu apapun tentang kamera recorder itu, memangnya apa yang penting dengan benda itu mengapa Anda mendadak sangat terusik dengan hal itu?” Daniel tidak menggubris rasa penasaran Aldo, hening untuk sesaat dan jelas sekali ia tengah gusar saat ini. “Cari saja sampai dapat, kau orang yang dekat dengan Selena pikirkanlah di mana wanita itu menyembunyikannya.” Tanpa menunggu jawaban dari Aldo, Daniel langsung memutus panggilannya. Tidak, sebenarnya Daniel tidak butuh jawaban apapun karena seperti sebuah kewajiban Aldo memang di paksa untuk menuruti semua perintahnya. Aldo terdiam di banding dengan penasaran pada kemungkinan lokasi Selena menyembunyikan kamera itu, Aldo lebih ingin tahu mengapa Daniel menginginkannya dan mengapa pria itu harus bertanya padanya? Mengapa Daniel tidak bertanya pada Olivia? Atau entahlah. Yang jelas sepertinya rekaman yang ada dalam video itu bisa mengancam pria kurang ajar it
“Pertanggung jawaban apa di sini yang kamu maksud?” tanya William dengan gugup.Olivia mendengus, “Kenapa kamu pura-pura tidak mengerti? Bukankah sebelumnya kamu menjawab dengan penuh percaya diri?” cibir Olivia, “Mata di bayar mata, nyawa dibayar nyawa, William,” tegas Olivia kemudian. William terdiam, tatapan matanya sulit di artikan setidaknya itu yang dipikirkan Olivia. Namun di satu sisi Olivia merasa bahwa ia juga sangat bodoh karena mengulangi pertanyaan yang bahkan sudah ia tahu jawabannya. Bukankah karena William mengingkari tanggung jawabnya sebagai pelaku yang membuat Olivia jadi harus merencanakan hal gila semacam ini? Di tengah lamunan Olivia tiba-tiba saja William mendekat dan menempatkan sebuah pisau ke dalam genggaman Olivia. Bola mata Olivia membulat menatap wajah William yang kini tampak pilu bahkan senyum getir tersemat di bibir William.“Apa yang—.”“Kalau menghukumku dengan cara seperti itu akan membuatmu hidup lebih damai maka l
Bagai petir di siang bolong begitulah celetukan Olivia menyerang William. Langkah William terhenti, ia berbalik menatap Olivia yang terbaring di atas tempat tidur dengan mata berkaca-kaca.“Kenapa kau melakukannya?!” pekik Olivia tiba-tiba.William tersentak hingga air mata yang tertahan di pelupuknya mengalir jatuh.“Apa yang Selena lakukan? Apa benar kau melakukannya?!!!” Olivia kembali menjerit. Lalu ia tarik kembali lengan William hingga mengikis jarak antara mereka.Olivia yang sudah bangkit dengan kasar mulai memukuli William tanpa terkendali diiringi jerit hatinya mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang menyesakkan hati dan pikirannya.Namun William hanya tergugu membiarkan Olivia memukulinya sampai puas untuk melepas bebas di hatinya. Alih-alih mencegahnya William malah terus berusaha memeluk Olivia dengan raut penyesalan yang tergambar di jelas di wajahnya. Hati William teriris pilu melih
Di tepi danau yang sepi dan hanya bercahayakan lampu temaram pinggir jalan Olivia berdiri sendirian di sana. Menatap kosong ke arah Danau dengan riak air yang tenang. Sudah 15 menit Olivia berada di sana menunggu seseorang yang belum kunjung datang.Olivia melempar sebuah batu ke dalam danau nerusaha mengusir rasa bosannya. Tak lama berselang seorang dengan hodie hitam serta topi dan masker berwarna senada mendekati Olivia.“Kau lama sekali,” celetuk Olivia seolah yakin seseorang yang menghampirinya adalah seseorang yang sedang ia tunggu.“Tidak mudah untuk lepas dari pengawasan Daniel, dia mengasai dari mana pun....”“Kau yang melakukannya, Aldo bukan pria keparat itu.”Aldo terdiam, “Aku tidak bisa mematikan atau melepas senua peretas itu walaupun aku pergi. Daniel akan curiga.”Olivia tidak menggubris ia tidak tertarik, kepalanya sudah penuh sesak dengan semua kejadian yang terjadi sejak kem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments