"Tolong jawab dokter! bagaimana keadaan istri dan anak saya dok!" hardik Dimas kepada dokter yang selama diam seribu bahasa.Dokter Ilham sama sekali belum siap untuk menyampaikan kabar buruk kepada Dimas. Ia takut Dimas akan sangat kecewa mendengar kabar yang akan segera ia sampaikan itu."Baiklah pak Dimas dan juga Bu Siska. Operasi Caesar telah berhasil kami laksanakan. Dan Bu Celine sekarang sudah baik-baik saja dan tidak perlu kalian khawatirkan lagi" dokter itu kembali menghela nafas panjang sebelum melanjutkan perkataan selanjutnya."Lalu bagaimana dengan bayinya dokter. Jawab dokter!"Dimas sedikit emosi karena dokter Ilham tak kunjung menyebut bayinya kepada Dimas. Dimas gelisah bercampur cemas membayangkan kemungkinan terburuk yang mungkin saja sedang disembunyikan oleh dokter Ilham."Kami ucapkan maaf yang sebesar-besarnya pak Ilham. Kami sudah mengeluarkan kemampuan terbaik kami, namun Tuhan berkehendak lain. Bayi mas Dimas sudah tidak bernapas sebelum sampai ke rumah sakit
"Mama, antar Rindu ke sekolah ma. Rindu pengen dianterin sama mama." pekik gadis kecil nan imut juga cantik itu. Rindu Kasih adalah putriku satu-satunya hasil pernikahanku selama empat tahun bersama mas Dimas.Lima tahun berlalu setelah perceraianku. Gadis kecilku tumbuh dengan sangat baik dan begitu cantik. Hidung mancungnya mungkin turunan dari mas Dimas. Sedangkan bibir tipis dan juga lesung pipi kata orang mengambil dariku. Rindu memang sering menyanakan perihal sang papa."Mengapa Rindu tidak punya papa seperti teman Rindu ma? mereka semua mempunyai papa? kenapa Rindu nggak punya?" Rindu menangis sejadinya dipangkuanku. Hal inilah yang paling aku takuti ketika hendak mengambil keputusan cerai dari mas Dimas. Namun apa dikata sekarang. Mas Dimas yang telah lebih dulu menghancurkan hubungan rumah tangga kami."Iya Rindu sayang. Putri kesayangan mama. Mama ambil kunci mobil dulu ya. Kamu jangan cemberut gitu dong sayang." ujarku sambil mencubit pipi cabi anakku yang selalu membuat ak
"Willy. Maaf." Bibirku bergetar untuk melanjutkan kata-kata berikutnya yang mungkin akan sangat melukai hati kekasih yang sangat aku cintai ini. Aku bahkan menunduk tak sanggup menatap mata kekasihku yang berbinar-binar. Sesekali aku menatap ke langit untuk mencegah air mataku turun bagai air terjun."Tapi kenapa harus sekarang Sein. Disaat aku sudah memantapkan hatiku untuk kamu. Bahkan aku telah mempersiapkan cincin emas ini untuk segera aku lingkarkan dijari manis mu" suara Willy semakin lirih. Aku menggigit bibir bawahku menahan sesak yang menghantam dadaku.Kami baru saja merayakan kelulusan SMA. William mendapat gelar peringkat terbaik se-kabupaten Bandung sedangkan rangkingku mengekor dibelakang Willy. Kecamatan Cileunyi adalah tempat kelahiranku. Kami salah satu siswa teladan di SMA 1 Cileunyi."Maaf wlliy. Sekali lagi aku tidak bisa menerima lamaran kamu. Aku harus segera pindah ke Jakarta. ibuku diterima bekerja disana sebagai pembantu rumah tangga. Aku juga tidak mungkin men
"Mama. Nanti jangan lupa jemput Rindu ya ma, kan mama tadi sudah janji sama rindu buat beliin es krim." Suara renyah putriku menghilangkan sejenak lamunanku tentang William yang kini mulai mendekati putri kecilku ini."Oke sayang. Kamu belajar yang bener ya sayang. Nanti Rindu bakal mama jemput kok. Salim dulu dong sama mama" putriku yang sangat menggemaskan ini lansung menyambarkan telapak tanganku ke dahinya. Aku hanya tersenyum paus melihat perkembangan Rindu yang dari hari ke hari bertambah pintar saja.Rindu berlalu pergi masuk ke sekolah PAUD Pertiwi itu."Ya pak Gery. Ada perlu apa menelpon saya" ujarku yang masih berada didepan sekolah Rindu.***"Seina. Setelah sepuluh tahun berlalu ternyata kamu telah banyak berubah. Kamu bahkan telah menikah dan mempunyai seorang putri. Kata-katamu yang telah menolak lamaranku waktu itu, masih tersimpan rapi dalam memoriku. Kelak kamu akan menerima balasanmu Sein" William tersenyum sinis kala melihat sebuah fhoto Seina bersama putri kandung
"Kalau kita sudah menikah nanti kamu pengennya punya anak berapa sayang?" Ujar William sembari memelukku dari belakang. Suasana Puncak yang begitu romantis membuat kami ingin mengkayal ke masa depan. Seiring dengan semilir angin berembus dingin sampai ke tulang.Kami pergi dharmawisata ke puncak Bogor bersama rombongan kelas dua belas IPA kala itu."Aku pengen punya satu anak cowok dan satu anak cewek" ucapku sembari tersenyum dan membalikkan badan menatap ketampanan ke kasihku ini. Suasana kebun teh yang begitu nyaman dan asri membuat kami larut dalam suasana romantis sampai-sampai mengkhayalkan tentang hal yang belum terjadi."Hhhmm. Aku pengennya empat Sein." Bulu mata lentik William begitu lembut menatapku. Memang tidak bisa aku pungkiri kekasihku ini sempat jadi incaran para gadis-gadis SMA. Namun seiring dengan pertemuan kami yang intens karena sering mengikuti lomba sains tingkat SMA maka timbullah benih-benih cinta itu."Empat? Banyak banget sih? Susah tahu ngebesarinnya" ujark
"Awas mas Dimas, ada anak kecil mau melintas" sontak Dimas merem mendadak mobilnya dan berharap tabrakan itu bisa dihindari. Teriakan Celine menyadarkan Dimas akan adanya gadis kecil itu dihadapannya."Aaahhh" gadis itu juga berteriak sejadinya mengetahui sopir mobil itu tidak menyadari keberadaan dirinya.Kata-kata dari Siska yang terus membicarakan tentang anaknya bersama Seina membuat Dimas tidak fokus untuk berkendara. Syukurlah Dimas bisa mengelak kan tabrakan yang mungkin saja bisa merenggut nyawa gadis kecil imut itu.Rindu. Putri Dimas sendiri yang hampir ia tambrak. Rambut hitam sebahu dan dikuncir itu menambah kesan kecantikan diparasnya."Kamu tidak apa-apa nak? Biar om cek kamu ya dulu" Dimas meraba seluruh bagian tubuh Rindu, mengecek ada yang terluka atau tidak."Bagaimana dek, apa kamu merasa ada yang sakit?" Ujar Celine kini bersikap lembut. Ia juga ikut meraba bagian tubuh gadis kecil itu.Rindu menggelengkan kepalanya."Nggak om. Rindu nggak apa-apa kok om. Maafin Rin
"Om ganteng kok tiba-tiba jemput Rindu sih om?" manik Rindu menatap lekat pria kekar disampingnya yang fokus untuk menyetir mobil.Sesat William tersenyum, lalu menjawab pertanyaan dari mulut kecil yang pintar berceloteh itu."Om mau ketemu sama mama Seina sayang. Mungkin dia sudah sampai di restoran yang om maksud." Emilia Cucina Italia di pondok Indah itu tujuan William saat ini. Ia ingin membahagiakan putri kecil mantan pacarnya itu dengan mengajaknya ke restoran Italia yang paling enak."Rindu suka pizza nggak?" tanya William seolah menirukan gaya bicaranya Rindu."Suka banget om." jawaban lugas dan lucu dari Rindu membuat William terkekeh.**'William. Kenapa kamu harus kembali ke hidupku dan berniat menghancurkanku Wil?', batinku. Aku sekarang sedang menuju restoran pilihan William. Entah apa maksud William kali ini kepadaku? apa ia akan menunjukkan betapa berkuasanya dia? aku sungguh tidak tahu sekarang. Yang jelas aku harus segera menemuinya dan setelah itu menjemput Rindu. Mud
"Celine. Cukup! Jaga kelakuan kamu" Dimas tiba-tiba memarahi Celiene yang hampir kehilangan akal untuk membalasku."Maas. Kenapa kamu marahin aku sih, dan kamu membela wanita penipu ini" Celine menunjuk kidal kepadaku. Perasaan bencinya mungkin sudah ke ubun-ubun."Jaga ucapan kamu Celine. Tolong kamu diam aku mau bicara sebentar dengan Seina. Seina ayo ikut aku!"mas Dimas ingin menarik tanganku dan mengajakku bicara di luar. Aku segera menepis tangannya. "Jangan sentuh aku. Kita sudah tidak muhrim lagi. Cepat katakan apa yang mau kamu bicarakan" ujarku sambil berjalan sendiri ke depan. "Tolong jawab aku, apa gadis kecil itu adalah putri kita?" Tanya mas Dimas. Matanya mulai berkaca-kaca. Mungkin dia menyesal telah memilih Celine sebagai istrinya. Atau dia akan merebut Rindu dari sisiku. Jika benar itu yang ia lakukan tidak akan pernah aku biarkan sedikitpun."Apa? Anakmu Dimas? Sorry. Kamu sungguh telah sangka Dimas." Ujarkh sembari menautkan kedua tanganku didadaku.Seina? Kamu me