"Kalau kita sudah menikah nanti kamu pengennya punya anak berapa sayang?" Ujar William sembari memelukku dari belakang. Suasana Puncak yang begitu romantis membuat kami ingin mengkayal ke masa depan. Seiring dengan semilir angin berembus dingin sampai ke tulang.Kami pergi dharmawisata ke puncak Bogor bersama rombongan kelas dua belas IPA kala itu."Aku pengen punya satu anak cowok dan satu anak cewek" ucapku sembari tersenyum dan membalikkan badan menatap ketampanan ke kasihku ini. Suasana kebun teh yang begitu nyaman dan asri membuat kami larut dalam suasana romantis sampai-sampai mengkhayalkan tentang hal yang belum terjadi."Hhhmm. Aku pengennya empat Sein." Bulu mata lentik William begitu lembut menatapku. Memang tidak bisa aku pungkiri kekasihku ini sempat jadi incaran para gadis-gadis SMA. Namun seiring dengan pertemuan kami yang intens karena sering mengikuti lomba sains tingkat SMA maka timbullah benih-benih cinta itu."Empat? Banyak banget sih? Susah tahu ngebesarinnya" ujark
"Awas mas Dimas, ada anak kecil mau melintas" sontak Dimas merem mendadak mobilnya dan berharap tabrakan itu bisa dihindari. Teriakan Celine menyadarkan Dimas akan adanya gadis kecil itu dihadapannya."Aaahhh" gadis itu juga berteriak sejadinya mengetahui sopir mobil itu tidak menyadari keberadaan dirinya.Kata-kata dari Siska yang terus membicarakan tentang anaknya bersama Seina membuat Dimas tidak fokus untuk berkendara. Syukurlah Dimas bisa mengelak kan tabrakan yang mungkin saja bisa merenggut nyawa gadis kecil imut itu.Rindu. Putri Dimas sendiri yang hampir ia tambrak. Rambut hitam sebahu dan dikuncir itu menambah kesan kecantikan diparasnya."Kamu tidak apa-apa nak? Biar om cek kamu ya dulu" Dimas meraba seluruh bagian tubuh Rindu, mengecek ada yang terluka atau tidak."Bagaimana dek, apa kamu merasa ada yang sakit?" Ujar Celine kini bersikap lembut. Ia juga ikut meraba bagian tubuh gadis kecil itu.Rindu menggelengkan kepalanya."Nggak om. Rindu nggak apa-apa kok om. Maafin Rin
"Om ganteng kok tiba-tiba jemput Rindu sih om?" manik Rindu menatap lekat pria kekar disampingnya yang fokus untuk menyetir mobil.Sesat William tersenyum, lalu menjawab pertanyaan dari mulut kecil yang pintar berceloteh itu."Om mau ketemu sama mama Seina sayang. Mungkin dia sudah sampai di restoran yang om maksud." Emilia Cucina Italia di pondok Indah itu tujuan William saat ini. Ia ingin membahagiakan putri kecil mantan pacarnya itu dengan mengajaknya ke restoran Italia yang paling enak."Rindu suka pizza nggak?" tanya William seolah menirukan gaya bicaranya Rindu."Suka banget om." jawaban lugas dan lucu dari Rindu membuat William terkekeh.**'William. Kenapa kamu harus kembali ke hidupku dan berniat menghancurkanku Wil?', batinku. Aku sekarang sedang menuju restoran pilihan William. Entah apa maksud William kali ini kepadaku? apa ia akan menunjukkan betapa berkuasanya dia? aku sungguh tidak tahu sekarang. Yang jelas aku harus segera menemuinya dan setelah itu menjemput Rindu. Mud
"Celine. Cukup! Jaga kelakuan kamu" Dimas tiba-tiba memarahi Celiene yang hampir kehilangan akal untuk membalasku."Maas. Kenapa kamu marahin aku sih, dan kamu membela wanita penipu ini" Celine menunjuk kidal kepadaku. Perasaan bencinya mungkin sudah ke ubun-ubun."Jaga ucapan kamu Celine. Tolong kamu diam aku mau bicara sebentar dengan Seina. Seina ayo ikut aku!"mas Dimas ingin menarik tanganku dan mengajakku bicara di luar. Aku segera menepis tangannya. "Jangan sentuh aku. Kita sudah tidak muhrim lagi. Cepat katakan apa yang mau kamu bicarakan" ujarku sambil berjalan sendiri ke depan. "Tolong jawab aku, apa gadis kecil itu adalah putri kita?" Tanya mas Dimas. Matanya mulai berkaca-kaca. Mungkin dia menyesal telah memilih Celine sebagai istrinya. Atau dia akan merebut Rindu dari sisiku. Jika benar itu yang ia lakukan tidak akan pernah aku biarkan sedikitpun."Apa? Anakmu Dimas? Sorry. Kamu sungguh telah sangka Dimas." Ujarkh sembari menautkan kedua tanganku didadaku.Seina? Kamu me
'Seina. Kamu harus menikah denganku apapun yang terjadi'gumam William yang duduk dikursi malasnya sembari menatap foto masa lalunya itu. Ada rasa yang tidak akan pudar oleh waktu. Ada rindu yang tidak akan hilang walau tidak bertemu. William masih mencintai Seina sepenuh jiwa dan raganya. Namun egonya saat ini masih menentang jiwanya yang mencintai Seina dengan tulus.Perasaan ingin membalas dendam masih jadi prioritas utama, namun semua rasa itu akan musnah karena cinta jauh lebih besar dari benci itu sendiri."Halo pak William. Sesuai perintah pak William kemaren ini berita tentang Dimas Aditya berikut dengan data perusahaannya saat ini" Gery memberikan beberapa berkas ke tangan bos besarnya itu. William membuka satu persatu. Ada yang menarik perhatian William. Perusahaan Dimas diambang kebangkrutan."Bagus kerjaan kamu Gery. Saya akan transfer bonus untuk kerja keras kamu" uang sepuluh juta melekat ke rekening milik Gery. Gery yang menerima transferan itu tersenyum puas."Terima kas
"Bagaimana Bu Siska dan pak Reza Aditya? Apa bapak setuju dengan penawaran yang diberikan oleh perusahaan kami?" Tanya Gery meyakinkan kedua orang tua Dimas akan nasib perusahaannya kedepannya.Sejenak Papanya Dimas berpikir jauh kedepan. Jika ia menyetujui penawaran yang diberikan oleh Gery, itu berarti dia harus merelakan posisi CEO diberikan kepada bosnya Gery, dan Dimas harus berpuas hati hanya sebagai manager pemasaran di perusahaan Bright Group.Namun jika ia menolak, maka kebangkrutan yang sudah didepan mata tidak dapat lagi untuk dihindari. Mengingat sudah tidak ada investor lain yang berniat untuk menanamkan modal sebanyak yang ditawarkan oleh perusahaan Gery."Udah pa. Terima aja. Jangan terlalu banyak berpikir gitu pa? Masih untung perusahaan mereka mau nanamin modal pa? Kalau nggak kita benar-benar bangkrut pa. Mau dikemanain muka mama dari temen-temen sosialita mama?" Ujar Siska meyakinkan suaminya itu untuk menerima kerjasama kedua perusahaan itu."Kamu tolong diam dulu.
"Mama, om ganteng kok belum Dateng juga sih ma? Rindu bisa telat nih berangkat ke sekolahnya" Rindu sudah terlihat gusar dari tadi mondar-mandir terus mengecek ke teras melihat apa mobil William dsduah datang atau belum ke rumah kami.'Seandainya kamu tahu mas Dimas, putri kamu begitu menginginkan sosok ayah disisinya, apa kamu akan menyesali apa yang telah kamu buat di masa lalu.' tiba-tiba ingatanku flasback ke masa lalu, dimana kami berjuang kesana kemari untuk berobat demi mendapatkan keturunan." Mbak Seina. Coba pengobatan herbal ini dulu mbak. Adik aku ada yang berhasil Lo mbak. Nggak sampai satu bulan mengkonsumsi lansung isi" kata Bu Siti tetangga sebelah rumah kami yang sering aku mintai untuk bantu-bantu setrika di rumah kami. Bu Siti menyodorkan obat herbal madu. Dengan penuh semangat dan keyakinan di dada aku pun membeli madu itu yang katanya sangat manjur buat dapat keturunan. Tak lupa aku menyuruh mas Dimas untuk ikut mengkonsumsinya."Mas Dimas. Aku tadi beli obat ini,
"Maafin om ya gadis cantik. Om telat Dateng jemput kamu. Di jalan tadi om terjebak macet sayang. Rindu mau maafin om kan?" William berjongkok dihadapan Rindu. Ia juga menarik kedua kupingnya seperti seorang siswa yang sedang dihukum oleh guru dikelasnya."Nggak apa-apa kok om ganteng. Rindu nggak marah kok. Yang penting om sudah ada disini." Ujar Rindu dengan polosnya. Gaya bicaranya yang lucu membuatku sesekali tertawa tipis kala mendengar ocehannya itu."Kalau gitu kita berangkat sekarang yuk" William lansung menggendong Rindu dan menatap ke arahku sekilas."Ayo. Kenapa bengong. Nanti telat lagi" kali ini William berbicara kepadaku. Beda dengan berbicara dengan Rindu ia tampak begitu ramah dan baik didepan Rindu. Namun tidak denganku, dia begitu dingin seperti es batu.Aku pun lekas berdiri dan menjinjing tas sekolahnya Rindu dan juga tas bekal Rindu.***"Terima kasih om ganteng. Sudah mau jadi papanya Rindu. Rindu begitu ingin punya papa seperti teman-teman Rindu yang lain. Rindu p