Home / Rumah Tangga / Pembalasan Dendam Istri Lugu / BAB 2| PANGGILAN BERSELIMUT LUKA

Share

BAB 2| PANGGILAN BERSELIMUT LUKA

Author: Wini Latte
last update Huling Na-update: 2023-02-20 12:14:18

Tangan Sakha meraba dinding, mencari sakelar lampu setibanya di rumah. Sedetik, ruang tamu memperlihatkan wujudnya ketika lampu besar yang menggantung di langit-langit ruangan memancarkan sinarnya. Mata Sakha menyapu ke segala penjuru, kesunyian di rumah itu memberi kesan tidak adanya tanda-tanda kehidupan di sana. Berapa kali pun dia memanggil nama istrinya, tetap tidak ada jawaban.

Menyerah, menerka jika Flora sedang ada urusan di luar, Sakha dengan langkah gontai mulai menaiki anak tangga. Di lantai dua, sekali lagi Sakha menekan sakelar lampu.

Byar!

Ruangan terang seketika, juga Sakha yang terlonjak dari tempatnya berdiri, berseru tertahan. Lihatlah, di pojok ruangan, Flora berjongkok dengan kepala tertunduk dalam. Lengannya menopang kepalanya yang seakan tenggelam. Tidak bergerak, pun terlihat amat suram.

“Flo ...? Hei, ada apa?” Perlahan Sakha mendekati istrinya, berusaha menyentuh pundaknya hingga sebuah pergerakan dari Flora membuatnya tersentak. Flora menghindari sentuhan tangannya.

Untuk beberapa saat, ruangan itu diselimuti keheningan ganjil. Sakha yang membeku dan Flora yang membuang muka.

“Apa ... apa bibimu berulah lagi, Flo?” Suara Sakha merobek hening sekaligus mengutarakan salah satu dari banyak pertanyaan yang bergumul di pikirannya.

Tidak langsung ada jawaban. Flora masih bergeming di tempatnya, menimbang banyak hal, lantas berucap parau, “Ya ....”

Terdengar helaan napas lega dari Sakha. Dia ternyata tidak membuat kesalahan yang membuat sikap Flora terhadapnya berubah. “Apa lagi yang dia minta sekarang? Uang? Perhiasan? Biar aku yang mengurusnya.”

Tanpa pernah Sakha ketahui, Flora tertawa hambar tanpa suara mendengar ucapannya. Memaki diri sendiri karena memilih tidak percaya suaminya memiliki wanita lain.

Pasti milik salah satu rekannya yang tidak sangaja terselip di kopernya. Pasti milik tamu hotel yang tertinggal dan tidak sengaja terbawa suaminya. Atau lingerie itu hadiah untuknya, meski ganjil sekali. Apa pun itu, Flora mencoba untuk mengelabuhi pikirannya sendiri.

“Hei, tidak perlu menangis lagi, Flo. Aku di sini sekarang. Kamu akan baik-baik saja, akan selalu baik-baik saja.” Sakha perlahan merengkuh Flora dalam dekapannya. Kali ini Flora tidak menghindar, namun wajahnya tanpa ekspresi, kehilangan rona yang selalu menghiasinya.

Meskipun membohongi diri sedemikian rupa, Flora tahu jika dirinya tidak akan bisa utuh seperti dulu lagi.

***

Drttt ....

Getaran ponsel di atas nakas membuat Flora seketika terjaga. Dia bergeming dari posisi tidurnya, membelakangi Sakha dengan jantung yang berpacu. Jam yang berdiri di meja samping Flora masih menunjukkan dini hari.

Dua kali getar panjang, terdengar lenguhan pelan Sakha, tidurnya terganggu oleh suara itu. Flora dapat merasakan ada pergerakan kecil, Sakha beranjak duduk, lantas melangkah sepelan mungkin keluar kamar.

Flora meremas ujung selimut, tiba-tiba hatinya diliputi kekhawatiran yang teramat mencekam. Bagaimana jika Sakha benar-benar menelepon wanita itu? Bagaimana jika dia tidak mempunyai alasan untuk membohongi diri sendiri lagi? Bagaimana jika kebahagiaan yang selama ini dirangkainya akan lenyap bersama dirinya yang patah? Pertanyaan-pertanyaan itu mendatangkan deraan batin yang menghunus dalam.

Namun rasa penasaran yang teramat membawa Flora berjalan tanpa suara keluar kamar. Dia menyapukan pandangan dan menajamkan telinganya, hingga akhirnya siluet Sakha yang tengah berada di balkon rumah tertangkap matanya. Ragu, Flora berjalan mendekat, bersembunyi di belakang jendela.

“Kamu yakin tidak hamil, ‘kan?”

Deg!

Tangan Flora yang dingin kini bergetar, juga lehernya yang terasa tercekik. Segera Flora membekap mulutnya dengan telapak tangan ketika napasnya mulai menderu.

“Tunggu sebentar. Mual dan pusing, ya? Apa karena abalone yang kita makan kemarin lusa? Aku ingat rasa abalone itu agak sedikit aneh.”

Kemarin lusa? Flora tersenyum pahit. Benar, seseorang yang ditelepon Sakha itu kemarin ikut bersamanya dalam perjalanan bisnis. Mungkin juga pemilik lingerie merah. Rasa-rasanya lantai yang dipijak Flora menancapkan duri-duri, menembus kulitnya.

“Aduh, bagaimana, ya?” Sakha mengacak rambutnya, masih berbicara setengah berbisik. “Apa tidak bisa ditahan sampai pagi hari? Setidaknya satu atau dua jam sebelum jadwalku berangkat kerja. Istriku masih tidur, dia akan mempertanyakan banyak hal jika menyadari aku tidak ada di rumah.”

Flora masih berdiri di sana, mengatur napasnya agar kembali normal.

“Astaga! Kamu mulai lagi? Sudah kubilang berapa kali. Kamu selalu menjadi yang terpenting, tidak di bawah istriku atau orangtuaku. Hei, sepertinya aku sudah mengatakannya ribuan kali, bukan?”

Tangan Flora bergerak meremas ujung baju tidurnya. Tatapan matanya nanar. Kini, alasan untuk menipu diri sendiri sudah tak bersisa. Flora telah menemukan jawabannya.

“Baiklah, baiklah. Aku ke sana sekarang. Ayo kita pergi ke dokter terbaik di kota ini.”

Saat Sakha berbalik, Flora sudah tidak ada di sana. Dia telah pergi sebelum sempat mendengar ucapan sayang Sakha kepada seseorang di seberang sana. Flora meringkuk di balik selimut, menatap bulan yang tengah menabur cahaya lewat celah sempit jendela kamarnya.

Dia menangis, menginginkan seluruh rasa sakit itu luruh bersama bening air yang turun dari matanya. Badannya bergetar hebat kala kenangan bersama Sakha seperti dibentangkan di depan muka. Semua hal membahagiakan itu terasa menyesakkan sekarang, merenggut semua mimpi yang disulamnya dengan sepenuh hati.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
flow_kaar
Sesuai judul ya flora terlalu lugu. Kalo aku udah ku gampar laki macam sakha. Semoga setelah ini flora sadar..
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 38| UCAPAN SELAMAT TINGGAL

    Nadine berada di mejanya, sedang fokus pada layar komputer ketika Flora mendorong cepat pintu studio. Mata perempuan itu terbelalak seiring ia yang spontan bangkit berdiri dengan punggung menegak. Gesturnya menjadi waspada.“Kairo—di mana dia?” Flora langsung bertanya, keadaan saat ini mendesak, ia tidak punya waktu untuk berbasa-basi.“Eh, saya akan menanyakan dulu—”“Aku akan ke atas.” Tanpa menunggu persetujuan Nadine terlebih dahulu, Flora berderap ke arah tangga lantai dua.“Tidak bisa begitu!” Nadine nyaris melompat untuk menghentikan. Ia tergopoh berlari untuk menghalangi, merentangkan tangannya di depan Flora.Flora baru ingin membuka mulut ketika suara dari belakang sana menghentikannya, juga membuat Nadine menoleh.“Biarkan dia, Nadine.” Kairo berdiri di anak tangga paling bawah, memakai pakaian santai, dan melemparkan tatapan tajam pada Flora. “Kamu boleh pulang. Aku akan selesaikan sisanya.”Dari air muka Nadine, bisa Flora pastikan perempuan itu agak kurang setuju. Ia men

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 37| RAHASIA YANG TERKUAK

    Sudah nyaris lima belas menit Flora bergeming di meja kerjanya dengan pandangan yang nanar dan menerawang. Deretan tulisan di layar komputer menjadi terasa jauh sekali, seolah-olah kisah yang tertulis di sana milik seseorang dari antah-berantah yang tidak ia kenal.‘Istri Rowan Ganendra Ditemukan Meninggal di Halaman Belakang Rumah, Diduga Melompat dari Lantai Empat.’Itu adalah artikel ketujuh yang Flora baca mengenai dugaan bunuh diri ibu Abraham, membacanya berkali-kali dengan harapan apa yang dibacanya tidak benar. Namun, segala yang tertulis dalam artikel-artikel itu nyaris semuanya sama: Elsie Ganendra melakukan bunuh diri dengan melompat dari lantai empat rumahnya pada tengah malam, dua puluh tahun silam.Punggung Flora yang menegang, perlahan mengendur saat ia bersandar pada kursi dan mengembuskan napas panjang. Ia melirik ke arah ruangan Abraham yang terlihat melalui kaca, menemukan pria itu yang sedang melakukan pembicaraan dengan salah satu kepala departemen. Flora memandan

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 36| PENAWARAN

    ‘Aku akan pulang terlambat, Flo.’Flora menyandarkan punggungnya ke kursi sembari menghirup uap cokelat hangat ketika ia membaca pesan itu, dari Sakha. Ia segera menutup pesan tanpa membalas, lantas kembali menyesap cokelatnya.“Aduh, manis sekali.” Flora melemparkan tatapan tenang pada langit senja. “Tentu saja kamu harus menghibur pacarmu yang sedang sedih.”Seluruh kejadian di kantor kembali berputar di kepala Flora, lalu sebentuk seringaian terbit di bibirnya. Hari ini ia berhasil membuat topeng samaran Luna perlahan retak. Itu yang ingin ia tunjukkan pada rekan-rekan kerja wanita itu. Perlahan-lahan, dan dengan cara yang menyakitkan.Telepon semalam yang berisi kemesraan Flora dengan Sakha hanya alat untuk membuat emosi Luna menjadi tidak stabil. Ketika seseorang dalam kondisi seperti ini, cukup beri sedikit saja tekanan, maka ia akan kehilangan kendali dengan mudah. Sisi Luna yang temperamental telah Flora pertontonkan kepada rekan-rekan kerjanya, memperkecil kemungkinan ia akan

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 35| PENGHAKIMAN DALAM SENYAP

    “Untuk makan siang.” Flora meletakkan paper bag di meja Abraham. “Sama seperti Bapak, saya juga tidak suka berutang budi.”Abraham mengalihkan pandangan dari layar komputer, melirik paper bag. “Ini bukan rendang varian depresi, kan? Saya sedang tidak berminat memakan sesuatu yang dibumbui keputusasaan.”Flora membalasnya dengan cibiran tanpa suara. “Tahu tidak, demi memasak ini saya bangun pagi-pagi buta sekali, tidur hanya beberapa jam saja. Dan setelah ini harus mengerjakan tugas yang seperti tumpukan dosa itu. Setidaknya beri saya ucapan terima kasih.”Salah satu alis Abraham terangkat, menilai penampilan Flora. “Tapi kamu tidak terlihat seperti orang yang kurang tidur.”Oh, tentu saja Abraham tidak akan menemukan kesuraman di wajah Flora. Pesta besar baru saja ia gelar dengan meriah, mana mungkin ia akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk murung dan meratapi nasib.“Yah, tidak ada gunanya juga bertingkah menyedihkan. Saya tidak ingin menjadi pecundang yang pantas dikasihani.” Flo

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 34| PERMAINAN DALAM SAMBUNGAN TELEPON

    Mobil sedan hitam Abraham merapat taman depan rumah Flora. Sunyi mengungkung sekitar, hanya derik samar serangga dari kejauhan yang terdengar. Lampu penerangan di jalan setapak yang membelah taman sudah menyala, tanda Sakha sudah pulang. Tanpa sadar Flora mendengus masam, sejujurnya ia sedang tidak ingin berhadapan dengan wajah memuakkan pria itu.“Jangan lakukan hal bodoh. Kalau tiba-tiba kamu ingin sekali memukul kepalanya, bergegas pergi ke ruangan lain dan tenangkan diri kamu.”Wejangan dari Abraham itu akhirnya membuat Flora tertawa, sebagian kekesalannya mulai mencair. “Tenang saja, malam ini saya menjadi anak baik. Mereka tidak boleh mati semudah itu.” Ia mengerlingkan matanya. “Mau masuk dulu? Saya cukup pandai membuat teh yang enak.”“Sudah cukup ‘karma’ yang harus saya terima hari ini. Terlalu lama bersama kamu akan membuat saya ikut tidak waras.” Abraham menyugar singkat rambutnya. “Masuklah. Istirahat dengan baik.”Flora menarik napas panjang, mengangguk. “Terima kasih unt

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 33| MENARI SEPERTI IBLIS

    Dingin yang disalurkan lantai butik terasa lebih menggigit, keheningan pekat menyelimuti Abraham dan Flora yang masih bersembunyi di balik punggung sofa. Suara Sakha sudah tidak lagi terdengar, sepertinya dia sudah selesai memilih sepatu dan sekarang sedang menuju kasir.Sudut mata Abraham menangkap seorang pegawai yang tampak terkejut melihat mereka duduk di lantai, hendak berjalan mendekat. Namun, baru selangkah, tangan Abraham terangkat untuk menghentikannya. Pegawai itu sedikit membungkuk, sebelum menjauh dari sana.Flora masih menunduk muram, bergeming seolah satu-satunya hal yang paling menarik baginya hanya lantai marmer butik. Abraham memandangnya lama, bertahan tidak bersuara. Sejujurnya, ia tidak pandai menghibur orang lain. Abraham selalu merasa canggung tiap kali mencoba berinteraksi layaknya orang awam, ia kurang mengerti caranya.“Mereka sudah kembali bersama rupanya ....”Gumaman Flora membuat Abraham mengerjap beberapa kali. Ia baru ingin mengajak Flora pergi dari sana

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 32| HARI DI MANA DIA TAHU

    “Apa ini semacam Ibu Peri dan Cinderella?” Sebelum masuk ke ruang ganti, Flora menoleh ke arah Abraham yang berdiri bersedekap dengan tampang tanpa minat.“Kamu mulai melantur.” Abraham menjawab dengan nada tak acuh.Flora berdecak masam. “Pasti di mata Bapak saya terlihat seperti upik abu kumal yang perlu sihir modern agar layak dilihat. Saya juga punya baju bagus di rumah, tidak perlu buang-buang uang seperti ini.”Mereka sedang ada di butik—tempat yang sama seperti saat Flora bereksperimen dengan melakukan kombinasi aneh terhadap pakaian Abraham, bahkan pegawai yang melayani mereka juga masih sama. Awalnya Flora berpikir ini semacam pembalasan dendam, namun dress yang diberikan padanya sekarang tampak sangat menawan.“Anggap saja sebagai investasi untuk setidaknya tiga tahun ke depan. Setiap kali saya butuh bantuan kamu lagi, pakai itu saja. Kamu mendapat baju baru, saya juga mendapat keuntungan karena jasa kamu. Kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.”Mulut Flora terbuka sepa

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 31| SKOR KEMENANGAN

    “Kairo?”Dahi Flora mengernyit dalam saat melihat nama ‘Kairo’ yang tercantum sebagai nama pengirim paket yang baru ia terima. Ia meletakkan kardus kecil itu di meja, lalu mulai membukanya.Kebingungan Flora semakin menjadi-jadi saat menemukan sebuah sendok bayi berwarna biru di dalam plastik penyimpanan barang bukti seperti yang sering polisi gunakan. Oh, dan ada secarik kertas di dalam kardus itu. Isinya singkat saja: Lakukan tes DNA dengan ini.“Sendok bayi? Tes DNA? Tes DNA dengan siapa? Apa-apaan dia—oh ....”Mendadak, Flora membeku, jantungnya terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Jangan bilang sendok bayi ini milik ... putra Luna.Jantung Flora berdentam keras. Ia tahu apa yang Kairo inginkan. Pria itu menyuruh Flora melakukan tes DNA putra Luna dengan Sakha.Bagaimana bisa Kairo mendapatkan sendok ini? Lalu, bukankah sudah jelas jika Sakha adalah ayah biologis anak Luna? Tidak mungkin Sakha mau mengurus anak orang lain dan terlihat sangat tulus jika anak itu bukan darah dagin

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 30| SUARA PENGANTAR TIDUR

    Luna menatap alamat di buku catatannya dan bangunan di depannya secara bergantian, memastikan ia tidak salah. Ia kemudian menengadah untuk menatap hamparan langit malam tanpa bintang, mencoba menguatkan tekad. Mengembuskan napas sekali, ia akhirnya melangkah menuju pintu, menekan bel.Jantungnya berpacu selagi menunggu seseorang dari dalam sana membukakan pintu. Untuk mengalihkan kegugupan, ia merapikan penampilan sembari tarik-buang napas berkali-kali.Derak halus pintu yang perlahan terbuka membuat kegugupan menyerang dua kali lebih cepat. Ia menahan napas demi menemukan seseorang dari balik pintu yang mengenakan pakaian santai—celana panjang dan kaus lengan pendek.“Se-selamat malam, Tuan Kairo.” Luna sudah mencoba mengendalikan suaranya, namun ia masih tetap terbata.Kairo mengernyit, menelengkan kepalanya. “Ya?”“Ah, maaf mengganggu malam-malam.” Luna berdeham, mengambil napas. Tidak ada yang perlu ditakutkan, ia sudah berlatih. “Saya berencana membuat paspor. Mengenai foto, saya

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status