Share

bab 91 Raja William murka.

Author: Pita
last update Last Updated: 2025-12-21 08:11:24

Istana Aethelgard Silvanus terguncang oleh kabar yang menyebar lebih cepat.

Pangeran Cristian Bahrasta diserang.

Di dalam wilayah istana.

Di Balai Kecil Kerajaan, Raja William berdiri di depan meja panjang dengan tangan mengepal. Wajahnya merah, napasnya berat.

“Apa arti semua ini?!” suaranya menggelegar, membuat para pengawal menunduk serentak.

“Seorang pangeran tamu diserang di istanaku sendiri?!”

Ratu Elean berdiri di sampingnya, wajahnya tampak cemas terlalu cemas untuk seseorang yang pandai menyembunyikan niat.

“Ini memalukan, Yang mulia,” ucap Ratu Elean. “Kerajaan tetangga bisa menganggap kita tak mampu menjaga keamanan.”

Raja William membanting telapak tangannya ke meja.

“Benar! Dan semua ini terjadi setelah kekacauan yang dibuat Jagatra!”

Seorang menteri memberanikan diri bicara, “Yang mulia, penyerangan ini belum tentu berkaitan dengan Pangeran Mahkota..”

“Cukup!” potong Raja William.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 93 kaesar mendapat dukungan.

    Di Balai Konsultatif ruangan yang jarang dipakai kecuali untuk urusan “keamanan” beberapa bangsawan senior telah berkumpul. Jubah jubah mereka rapi, wajah wajah mereka tenang, namun mata mereka penuh perhitungan. Tidak ada Jagatra di sana.Kaesar berdiri di ujung meja panjang, punggungnya tegak, tangan terlipat di belakang. Ia tidak berbicara lebih dulu. Ia menunggu dan para penunggu kekuasaan menyukai itu.“Kerajaan membutuhkan stabilitas,” ucap Duke Alveron “Setelah insiden kemarin, rakyat butuh figur yang tidak memicu gejolak.”Kaesar mengangguk seolah memahami beban yang dibicarakan itu.“Stabilitas lahir dari ketegasan,Dan ketegasan butuh jarak dari emosi.”Beberapa kepala mengangguk setuju.“Pangeran Mahkota terlalu dekat dengan rakyat,” sambung seorang menteri tua. “Terlalu mudah terseret.”“Dan terlalu mudah diserang,” tambah yang lain.Kaesar tidak tersenyum. Ia membiarkan kata kata itu bekerja sendiri seper

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 92 Ratu yang berdiam diri.

    Pintu tertutup kembali. Keheningan menyelimuti ruangan. Ratu Elean menatap ke arah jendela, ke halaman yang gelap. Di sana, langkah Jagatra mungkin masih terngiang,langkah seorang pewaris yang dipatahkan bukan oleh kesalahan, melainkan oleh kebenaran yang ia pegang.“Anak bodoh,Kau terlalu jujur untuk duduk di singgasana.”Ia meletakkan cangkir, lalu membuka sebuah laci rahasia. Di dalamnya, tersimpan beberapa surat tersegel dan janji-janji yang tak pernah ditulis atas nama. Salah satunya bertanda lambang Kaesar.Ratu Elean menutup laci itu kembali."Belum waktunya rahasia ini aku ungkapkan.Di koridor luar, Kaesar berdiri dengan sabar. Wajahnya datar, nyaris hormat. Namun di balik matanya, ada bara yang berkobar ambisi yang kini semakin dekat pada tujuannya.“Ayah murka,” ucap Kaesar pelan pada bayangannya sendiri.“Dan Ibu… diam.”Ia tahu arti diam itu. Diam Ratu Elean bukan keraguan.Diam itu persetu

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 91 Raja William murka.

    Istana Aethelgard Silvanus terguncang oleh kabar yang menyebar lebih cepat.Pangeran Cristian Bahrasta diserang.Di dalam wilayah istana.Di Balai Kecil Kerajaan, Raja William berdiri di depan meja panjang dengan tangan mengepal. Wajahnya merah, napasnya berat.“Apa arti semua ini?!” suaranya menggelegar, membuat para pengawal menunduk serentak.“Seorang pangeran tamu diserang di istanaku sendiri?!”Ratu Elean berdiri di sampingnya, wajahnya tampak cemas terlalu cemas untuk seseorang yang pandai menyembunyikan niat.“Ini memalukan, Yang mulia,” ucap Ratu Elean. “Kerajaan tetangga bisa menganggap kita tak mampu menjaga keamanan.”Raja William membanting telapak tangannya ke meja.“Benar! Dan semua ini terjadi setelah kekacauan yang dibuat Jagatra!”Seorang menteri memberanikan diri bicara, “Yang mulia, penyerangan ini belum tentu berkaitan dengan Pangeran Mahkota..”“Cukup!” potong Raja William.“

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 90 Cristian terluka.

    Di kamarnya yang luas namun terasa hampa, Ellisha menatap cermin panjang di depannya. Mata cokelatnya menyala dengan kebencian bukan kepada orang lain, tapi kepada dirinya sendiri.“Aku...kenapa aku merasa semua ini salah?” gumamnya, suara nyaris tersedak.Sejak kabar tentang Audina dan pertarungan di Balai Agung sampai padanya, perasaan bersalah menguasai hatinya. Ia tahu Jagatra memihak kebenaran. Ia tahu Kaesar dan Ratu Elean selalu merencanakan ambisi mereka dengan licik. Namun Ellisha ia hanya bisa menatap dirinyanya sendiri dengan kecewa.“Kenapa aku tidak bisa membantu dia? Kenapa aku terlalu takut untuk berbicara?” air matanya jatuh.Ia menutup wajahnya dengan tangannya, menekan suara tangis yang hampir meledak. Ia membenci rasa takutnya sendiri ketakutan yang membuatnya diam saat yang lain menderita.“Jagatra dia terluka karena aku tidak berani, Karena aku membiarkan Kaesar dan Ratu Elean bermain di belakangnya karena aku tidak c

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 89 Audina bebas.

    Keheningan menyelimuti Balai Agung setelah kata bebas itu terucap.Audina menghela napas panjang. Dadanya naik turun, bukan karena ketakutan lagi, melainkan karena kelegaan yang datang terlalu tiba-tiba. Lututnya sempat melemah, namun ia bertahan menolak terlihat rapuh di hadapan mereka yang ingin menjatuhkannya.Raja William memandang Kaesar dengan sorot mata yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya dingin, kecewa.“Kaesar, kau memanfaatkan hukum untuk ambisi pribadi. Kau menciptakan kebohongan, menekan saksi, dan menjadikan seorang gadis rakyat jelata sebagai alat.”Kaesar menelan ludah.“Yang mulia saya hanya.."“Cukup,” potong Raja William. “Mulai hari ini, kau dicabut dari seluruh urusan kenegaraan. Hingga penyelidikan selesai, kau berada dalam pengawasan langsung istana.”Bisik-bisik kembali pecah kali ini bukan penuh hasrat menjatuhkan, melainkan terkejut dan ngeri.Jema memalingkan wajah. Lucas mengepalkan tangan

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 88 keputusan.

    Di kamar pribadinya, Jagatra berdiri di depan cermin tinggi berbingkai emas. Pantulan wajahnya tampak lebih dewasa dari usia sebenarnya bukan karena waktu, melainkan karena beban. Luka di punggungnya masih dibalut, namun yang membuatnya sesak adalah luka yang tak terlihat.Ia menatap dirinya sendiri lama.“Beginikah wajah seorang pewaris yang hampir kalah?” gumamnya pelan.Ia teringat masa kecilnya saat Raja William pertama kali menaruh tangan di pundaknya dan berkata, “Suatu hari kau akan memikul kerajaan ini.”Tak pernah disebutkan bahwa yang paling menyakitkan bukan musuh dari luar, melainkan saudara yang tumbuh bersamanya.Jagatra memejamkan matanya.Kaesar. Jema. Lucas. Michael. Justin. Rafka. Rionaldo.Darah yang sama. Tapi Ambisi yang berbeda.“Jika aku jatuh hari ini, bukan karena aku lemah tapi karena aku memilih tidak mengorbankan yang tak bersalah.”Pintu diketuk pelan.Ravel masuk s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status