Share

Bab 1047

Penulis: Lilia
"Menjadi wanita itu nggak mudah," desah Luis dari hati terdalamnya.

Zahra baru kembali di sore hari. Luis bertanya padanya, "Kenapa baru pulang sekarang? Kamu mengganggu pamanmu seharian lagi?"

"Aku pergi membaca di Paviliun Cahaya," ujar Zahra. Dia berhenti sejenak untuk menurunkan Bubu, lalu menambahkan, "Aku juga nggak pergi setiap hari, hanya sesekali."

"Kenapa kamu membaca buku-buku itu? Toh kamu nggak belajar ilmu Tao," kata Luis.

"Gimana dengan kultivasi batin? Paman bilang aku boleh melakukannya," tanya Zahra dengan polos. "Lagi pula, aku hanya punya waktu untuk mengunjungi Paman saat Guru Ilham dan Arya lagi libur."

"Benar juga." Luis menaruh kuasnya, lalu mengisyaratkan Zahra mendekat dan berkata, "Ada yang ingin kusampaikan padamu."

"Ada apa?" tanya Zahra. Sepertinya sudah lama Ayahanda tidak berbicara dengan nada selembut ini padanya.

"Apa kamu ingin punya adik?" tanya Luis.

"Tentu saja," sahut Zahra.

Luis berkata, "Setelah ibundamu membawa pulang adik untukmu, kamu akan be
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nia Khair
Zahra lucu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1120

    Sejam kemudian, Zahra membawa berkas itu untuk mencari Aska. "Paman, ini berkas dari perbatasan. Mereka bilang Negara Darmo mulai sering melakukan pengujian lagi."Aska meletakkan buku. Dia menoleh sekilas pada berkas itu, lalu melihat jelas seluruh isi permohonan di dalamnya. "Selama permintaan perbatasan masih dalam batas wajar, kamu seharusnya tahu bagaimana menanganinya."Zahra maju selangkah. "Tapi bagaimana kalau pasukan perbatasan itu berniat memegang kekuatan sendiri?"Aska mengangkat pandangan. Alisnya sedikit berkerut. "Sekarang perbatasan dijaga oleh Jenderal Besar Wiranto. Dia adalah jenderal berbakat yang diangkat langsung oleh ayahandamu."Dengan kata lain, masalah tidak besar. Kalau mereka meminta gaji tentara dan makanan, harus diberi.Zahra mengangguk sambil merenung. Dia diam-diam melirik pria itu. Wajah putih bersih, rambut putih panjang, jubah putih seperti dewa yang tak tersentuh oleh debu dunia.Sosoknya seakan-akan berhenti pada usia 25 atau 26 tahun. Selain hawa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1119

    Gagasan itu bukan hanya sekali muncul di dalam benaknya. Pada awalnya, dia merasa itu adalah untuk menebus.Namun kemudian, dia harus berhadapan dengan hatinya sendiri. Mana ada ingin dia tebus? Dalam kebersamaan yang panjang itu, dia justru tertarik oleh kelembutan dingin yang samar dari Aska. Dia tertarik tanpa bisa melepaskan diri."Zahra?" Ishaq memanggilnya beberapa kali, tidak tahu apa yang dipikirkan Zahra sampai begitu larut.Zahra akhirnya kembali sadar. Dia menatap Ishaq sambil tersenyum. "Aku barusan terpikir beberapa hal."Ishaq berucap, "Ternyata kamu dibimbing oleh Paman Aska, pantas kamu terlihat begitu bebas dan luwes.""Aku nggak begitu." Zahra menggeleng sambil tersenyum pahit. "Latihan hidup baru saja dimulai. Setiap hari adalah permulaan baru ...."Ishaq membuka mulut, memandang Zahra. "Adikku benar-benar berpandangan jauh.""Aku cuma asal bicara. Bagaimanapun, waktu itu Paman Aska nggak mau menerimaku sebagai murid. Kak Ishaq yang beruntung." Jika menjadi murid Ask

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1118

    "Aku juga merasa begitu, apalagi Paman Aska. Waktu itu demi menyelamatkan Ayahanda, kemampuan ilmu Tao-nya sampai hilang. Tapi selama bertahun-tahun ini, dia memaksakan diri berlatih dan berhasil mendapatkan kembali sebagian."Zahra berkata dengan penuh kekaguman, "Paman Aska benar-benar hebat."Ishaq berujar, "Aku juga pernah dengar tentang hubungan Paman Aska dengan Ayahanda dan Ibunda. Dia adalah orang yang berjasa bagi keluarga kita."Sambil berkata begitu, Ishaq menoleh pada Zahra dan bertanya, "Guru Keswan bilang, rambut Paman Aska memutih dalam semalam karena menyembuhkan penyakit takut panas milik Ibunda?""Aku nggak tahu, nggak ada yang pernah memberitahuku tentang itu." Zahra berkata dengan jujur, "Tapi aku memang pernah dengar orang bilang begitu. Waktu itu dia masih muda, tapi rambutnya sudah memutih."Ishaq mengerutkan alis, tampak menyayangkan.Namun, Zahra berkata, "Nggak apa-apa. Kamu nggak merasa rambut putih itu membuat Paman Aska tampak seanggun dewa yang turun dari

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1117

    "Jangan asal tebak, nggak ada hal seperti itu." Zahra mendengar Zenna menganalisis dengan begitu serius. Dia semakin merasa gelisah.Zenna mengerutkan alis. "Sudahlah. Kalau Kakak nggak mau bilang, ya sudah."Zahra buru-buru menuang secangkir teh dan meminumnya. "Kalau nggak ada urusan lagi, aku harus memeriksa dokumen.""Baiklah. Sekarang Kakak sudah bisa menangani semuanya sendiri. Ayahanda, Ibunda, dan Paman Aska sudah bisa tenang."Mendengar Zenna berkata begitu, Zahra tiba-tiba teringat sesuatu dan bertanya, "Paman Aska ikut pergi dari ibu kota bersama kalian?"Zenna menggeleng. "Sepertinya nggak bisa. Bagaimanapun juga Paman Aska harus menghindari kecurigaan, nggak mungkin pergi ke Jimbara bersama kami.""Selain itu, kepergian Paman Aska dari ibu kota adalah bentuk latihan diri, sedangkan Ayahanda membawa Ibunda untuk melihat adat istiadat berbagai daerah, untuk bersenang-senang. Tujuannya berbeda.""Begitu ya?" Namun, Aska tetap akan meninggalkan ibu kota. Memikirkan itu, kepala

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1116

    "Kak ...."Arya melihat Zahra tampak begitu ragu. Hari ini semua sudah terucap dan tidak mungkin ditarik kembali. Kalau hari ini tidak dijelaskan dengan baik, mungkin ke depannya dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk memperjuangkannya."Kak, aku akan selalu berdiri di pihakmu, melakukan apa pun untukmu.""Biarkan aku pertimbangkan dulu ...." Zahra mendorong Arya."Kak, perasaanku padamu bukan perasaan antara kakak dan adik. Sejak usia belasan tahun, aku ... selalu menyukaimu.""Pergilah."Jantung Arya berdebar kencang. Dia tidak tahu apakah kata-kata yang dia ucapkan hari ini akan membuatnya benar-benar mengecewakan Zahra, apakah mulai sekarang ... mereka bahkan tidak bisa menjadi kakak adik lagi.Namun, Zahra berkata ingin mempertimbangkannya. Itu berarti, di antara pria asing dan dirinya ... dia masih punya peluang.Arya pun pergi. Zahra terduduk di kursi. Sebagai putri mahkota, keturunan adalah hal terpenting. Dia sangat memahami itu.Keturunan keluarga kerajaan menipis. Kakak

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1115

    Arya mengejarnya sampai Zahra mundur ke tepi meja dan tak bisa mundur lagi. "Aku tahu Kakak mau memilih pendamping.""Benar, itu pengaturan dari Ibunda.""Kakak pilih aku saja, boleh?""Apa?"Arya tiba-tiba membungkuk, membuat dirinya seakan-akan lebih pendek satu tingkat di depan Zahra. Dia menengadah memandangnya. Sorot matanya tulus tanpa batas. "Kakak pilih aku jadi pendamping, boleh?""Kamu gila.""Aku ... hanya aku yang tahu Kakak menyukai siapa. Aku bisa membantu Kakak. Bahkan aku bisa membantu menutupinya, supaya Kakak bisa dengan tenang dan berani menyukai orang itu."Arya meletakkan kedua tangannya di bahu Zahra. "Sejak kecil Kakak paling sayang aku .... Kakak manjakan aku sekali lagi saja ....""Lancang sekali!" Zahra merasa ini tidak masuk akal. "Bagaimana kamu bisa .... Bagaimana kamu jadi seberani ini?""Urusan perasaan, mana ada berani atau nggak. Kakak berani jatuh hati pada orang itu, aku ... aku dan Kakak tumbuh bersama sejak kecil. Aku hanya lebih muda setengah tahun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status