Share

Bab 155

Author: Lilia
Anggi tahu kata-katanya terlalu blak-blakan. Namun, jika dia tidak bicara terus terang, Satya dan ayahnya akan mengambil kesempatan terlebih dulu.

Dia tidak punya waktu sebanyak itu untuk perlahan-lahan menyusun strategi. Dia juga tahu, dalam kisah aslinya, Luis adalah penghalang terbesar bagi Satya untuk naik takhta.

Bahkan sebelum dia menikah ke keluarga ini, kedua pria itu sudah diam-diam bersaing satu sama lain.

Jadi, dia harus cepat, harus membuat Luis mulai memperbaiki citranya di hadapan rakyat sejak sekarang.

Waktu seolah-olah berhenti berjalan. Setelah beberapa saat, Luis berkata, "Baik, kalau ini adalah keinginanmu." Dia terdiam sebentar, lalu melanjutkan, "Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Selain itu, apa lagi?" Luis masih ingat pernah berjanji akan memberikan cinta yang tiada duanya untuk Anggi.

Anggi belum pernah benar-benar memikirkan apa yang dia inginkan. Setelah terlahir kembali, yang diinginkan hanya bertahan hidup, melihat kehancuran Keluarga Suharjo, menyaksikan Satya serta W
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 156

    "Kurang ajar! Berani sekali kamu! Seorang pelayan rendahan berani mendorongku?" Wulan terduduk di tanah, menatap Sura dengan penuh kebencian.Sura mendengus dingin. "Kenapa istri Pangeran Pradipta keluar rumah tanpa membawa pelayan?""Kamu ...!" Wulan nyaris meledak karena marah. Dia mengangkat kepalanya, lalu melihat kusir keretanya berdiri diam tak bergerak di sisi kereta. Amarah dalam dadanya membuncah."Kalau kamu masih berani bertingkah seenaknya, pangeran kami nggak akan segan-segan datang sendiri ke Kediaman Pangeran Pradipta untuk menuntut keadilan bagi putri kami," ujar Sura.Ucapan itu langsung membuat Wulan terdiam. Dia bahkan tak berani mengucapkan sepatah kata pun.Meskipun Luis cacat, ayahnya adalah Kaisar. Sementara Pangeran Pradipta tidak ada apa-apanya!Jika sampai Pangeran Pradipta dipermalukan, yang akan menanggung akibatnya tentu saja adalah Wulan sendiri.Orang-orang mulai berkumpul menonton. Sura berkata, "Putri Pradipta, kalau tahu diri, cepatlah pergi sebelum ke

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 157

    "Heh!" Satya mendengus dingin. "Aku benar-benar nggak nyangka nyali Wulan akan sebesar ini. Ternyata dia ini penipu. Kalau dupa penenang itu bukan buatannya, berarti salep luka yang dipakai di militer itu juga bukan darinya."Pandi memang sejak awal tidak punya kesan baik terhadap Wulan. Dia pun menyahut, "Hamba kira dia adalah gadis berbakat di ibu kota, makanya sikapnya agak angkuh.""Angkuh?" Satya mengerutkan dahi, tidak mengerti. Seingatnya, Wulan adalah sosok wanita anggun dan penuh tata krama, lembut, dan sopan.Tentu saja, sikapnya yang tadi ingin membakar Balai Pengobatan Afiat membuat Satya muak.Pandi akhirnya mendapatkan momen untuk bicara. Dia pun menceritakan insiden saat Wulan menghinanya.Tentu saja, ceritanya dibumbui dengan sedikit drama. Hanya dengan begitu, Wulan tidak akan bisa lagi membisikkan kata-kata manis ke telinga Satya!"Dia benar-benar bilang seperti itu?" Satya tampak kaget."Aduh, mana mungkin hamba berani mengarang cerita tentang Nona Wulan? Memang betu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 158

    "Kamu ...," gumam Dimas pelan.Faisal mempertegas, "Itu memang racikan dari Putri."Dimas menatap Anggi, membuka mulut sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Jadi, dupa penenang itu dan semua salep luka yang digunakan di militer, semuanya darimu?""Kalau aku bilang iya, apa Tuan Dimas akan percaya?" jawab Anggi, menatapnya lekat-lekat dengan mata hitam yang penuh keyakinan.Hati Dimas sontak bergejolak hebat. Dia sudah menduga jawabannya, tetapi saat dia datang dan mendengarnya langsung dari mulut Anggi, rasanya seperti tidak nyata. Dia sampai kewalahan.Dimas mengangguk pelan. Anggi menghela napas pelan, lalu menyuruh Sura untuk membubarkan kerumunan warga di luar.Kini, hanya ada Anggi, Mina, dan Dimas di dalam ruangan.Anggi bertanya dengan tenang, "Kalau kamu sudah percaya, menurutmu pantaskah aku membenci Wulan? Dia mengambil segalanya dariku. Semua orang membelanya, mendesakku sampai ke jalan buntu, memaksaku menikah menggantikan dia.""Kalau saat itu aku menuruti Wulan dan kabur, d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 159

    "Bukankah waktu itu kamu keluar rumah setiap hari?" tanya Dimas yang mengungkapkan kebingungannya.Anggi tersenyum dingin, "Aku memang keluar setiap hari, tapi hanya sekitar 3 jam. Untuk apa aku keluar? Untuk meracik obat."Selain meracik obat untuk Dimas, dia juga diam-diam mengobati seorang pria asing yang terluka parah dan tinggal di sebuah kuil tua yang hampir roboh.Dari logat bicaranya, kemungkinan besar pria itu berasal dari ibu kota. Namun, entah kenapa wajahnya terbakar, tubuhnya penuh luka pedang. Luka bakarnya bahkan sangat mengerikan!Tentang ini, selain Anggi sendiri dan pelayan pribadinya, hanya Wulan yang tahu sedikit. Saat itu, Wulan bilang antara pria dan wanita ada batasnya, jadi dia melarang Anggi untuk mengobati pria tersebut.Namun, itu nyawa manusia. Mana mungkin Anggi tega membiarkannya mati?Sebagai gantinya, Wulan berkata dia akan berpura-pura tidak tahu. Namun, sebagai gantinya, dia akan mengakui bahwa dirinya lah yang telah merawat Dimas selama tujuh hari tuj

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 160

    "Kamu tahu? Jadi, kamu serius dengan ucapanmu tadi?""Tentu saja. Kalau terlalu terburu-buru, hasilnya nggak akan baik. Apalagi, Pangeran sudah hampir 4 tahun nggak berjalan.""Baiklah, mulai sekarang aku akan mengikuti semua yang kamu katakan."Anggi berpikir sejenak. "Mulai besok, latihan dulu sejam setiap hari ya."Luis duduk kembali di kursi roda dan meletakkan tongkat di samping, "Baik."Seperti yang dikatakan Anggi, terburu-buru hanya akan memperlambat proses. Makanan yang masih panas tidak boleh langsung dimakan karena bisa membuat lidah terbakar. Lebih baik mengikuti saran tabib.Setelah mandi, Anggi membantu mengoleskan obat, melakukan akupunktur, dan memijat tubuhnya. Mereka mengobrol santai tentang apa yang terjadi hari ini.Luis sempat melamun saat teringat soal Pir yang dibicarakan Satya. Anggi sampai memanggilnya dua kali baru dia sadar."Pangeran?"Luis tersadarkan. "Ah, itu ... bagaimana akhirnya Dimas pergi?"Anggi mengerutkan alisnya sedikit. "Tentu saja dia nggak ber

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 161

    Belakangan, setelah bersama istri berikutnya, Parlin juga masih berbuat semaunya.Sunaryo memandang ke arah rumah utama dan melihat Wulan yang terduduk dalam keadaan menyedihkan. Dia menggeram marah, "Ayah, nggak masalah kalau dia hanya selir, tapi dia adalah istri sah Ayah. Sebenarnya berapa banyak lagi istri yang Ayah inginkan?""Sunaryo, kamu salah paham," ujar Parlin pada Sunaryo. Sambil bicara, dia mengibaskan tangannya, tanda agar kedua pengikut itu segera pergi."Anu ... Pangeran, kami akan berkunjung lagi di lain hari," pamit kedua orang itu, lalu berbalik dan pergi."Ya, ya, lain kali saja," balas Parlin, masih sambil mengibaskan tangannya. Dia sungguh berharap keduanya bisa berjalan lebih cepat lagi.Parlin menoleh, menatap Sunaryo yang sedang memelototinya marah. Dia tersenyum dan berkata, "Sunaryo, kamu masih muda. Ada beberapa hal yang belum kamu mengerti."Sunaryo mendengus. Hal apa yang mungkin tidak dia mengerti? Lantaran Kediaman Pangeran Pradipta selalu dipenuhi atmos

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 162

    Ayunda menyadari maksud putrinya dan buru-buru membubarkan semua pelayan di sana. Setelah menangis hebat untuk waktu yang sangat lama, Wulan akhirnya mengakui semuanya.Ayunda merosot di kursinya. Katanya, "Kamu adalah reinkarnasi bintang foniks. Pertanda baik muncul di langit waktu kamu lahir. Bahkan pendeta dari Biro Falak juga membaca peruntunganmu secara pribadi. Mana mungkin ada kesalahan?""Bukannya kamu selalu membawa buku medis ke mana-mana? Gimana kamu bisa nggak menguasai medis?" tanya Ayunda lagi."Buku-buku medis itu sangat membosankan. Aku nggak sanggup membacanya," jawab Wulan."Tapi, bukan berarti kamu boleh berbohong!" seru Ayunda."Aku nggak bermaksud berbohong. Waktu itu Nenek sakit kepala, lalu karena merasa aku membaca banyak buku medis, Nenek bertanya apa aku bisa membuat obat untuknya. Tapi, aku mana bisa?" kilah Wulan."Belakangan, Anggi membuat dupa penenang. Tapi, Nenek bahkan nggak melihatnya dan langsung membuangnya. Anggi bilang, Nenek percaya padaku, jadi d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 163

    Namun, di tengah penjelasannya, Wulan masih saja menuduh bahwa Anggi-lah yang sejak awal memaksanya melakukan semua ini.Saat Wulan masih menangis, pengawal Dimas kembali bersama Fani.Dimas hanya perlu meliriknya sekilas. Bak bendungan bocor, Fani yang ketakutan langsung membeberkan semua yang berkaitan dengan Wulan selama bertahun-tahun ini.Kemudian, Fani bersujud pada Wulan dan berkata, "Maaf, Nona. Aku benar-benar nggak tahan siksaan."Wajah Wulan menjadi semerah tomat. Untungnya dia sudah terlebih dahulu mengaku. Jika semua ini terungkap dari bibir Fani, entah bagaimana akibatnya.Seisi aula utama jatuh ke dalam keheningan. Ambar terbatuk beberapa kali. Kemudian, dia berseru sambil menunjuk Fani dan Wulan, "Benar-benar keterlaluan. Bagaimana orang sebodoh kamu bisa lahir di keluarga ini!"Ambar membentak marah sambil berdiri. Pelayan senior di samping buru-buru menopangnya."Dia putrimu, kamu urus saja masalah ini sendiri!" ujar Ambar pada Pratama.Wajah Pratama terlihat muram. D

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 178

    "Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 177

    "Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 176

    "Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 175

    Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 174

    Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 173

    "Aku hampir nggak bisa bernapas," ucap Anggi dengan lirih.Luis terkekeh-kekeh, lalu menempelkan dahinya ke dahi gadis itu. Sambil bertatapan, dia berkata, "Nggak akan, aku akan hati-hati supaya nggak membahayakan Gigi." Siapa yang akan mati hanya karena berciuman?"Aku sudah mencicipinya, rasanya manis, manis sekali. Suapi aku dengan cara seperti ini lagi, oke?" pinta Luis dengan penuh harap.Luis ingin perlahan-lahan menggantikan posisi Satya di hati Anggi. Mungkin obsesinya dalam hidup ini bukanlah tahta, tetapi cinta tulus dari gadis di depannya.Anggi tidak menjawab. Namun, ketika Luis membawakan ceri baru, gadis itu membuka mulutnya dan menatapnya dengan sorot menggoda, menunggu Luis mengambil buah itu lagi.Luis melepas topengnya sambil tersenyum. Masih ada beberapa bekas luka di wajah pria yang berada tepat di depan Anggi. Namun, mata, hidung mancung, dan kontur wajahnya sangat sempurna.Anggi tahu, wajah pria ini akhirnya akan pulih 80% hingga 90% dari keadaan semula.Wajah Lu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 172

    Anggi membuka mulutnya, tetapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Setelah beberapa saat, dia berujar, "Aku mana berani mengontrol Pangeran?""Harus berani. Kalau nggak, hari-hari mendatang akan sangat membosankan," bujuk Luis.Anggi menatap pria itu. Apa dia serius? Bagaimana Luis bisa sebaik itu, begitu memanjakannya?Bak sedang sakit, jantung Anggi berdetak kencang. Begitu kencang hingga rasanya seperti hendak melompat keluar dari dadanya."Ya?" desak Luis.Anggi menjawab dengan wajah tersipu, "Aku hanya ingin melayani Pangeran dengan baik. Aku nggak berani melewati batas.""Baiklah, baiklah," kata Luis. Dia merasa mungkin sebaiknya dia tidak mendesak. Akan lebih baik jika Gigi melakukannya secara alami.Pada akhir bulan Maret, Luis pulang dari pengadilan dengan membawa hadiah.Melihat sekeranjang ceri merah yang tumbuh dua-tiga butir dalam satu tangkai, Anggi berucap kaget, "Nggak terasa, ceri-ceri ini sudah masak.""Ya, ceri merah ini segar, lembut, enak, dan manis. Kupikir

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 171

    "Baik. Biar aku antar, Pangeran," ujar Jelita sambil mengantar Parlin ke pintu.Jelita berdiri di dekat pagar. Setelah melihat Parlin sudah pergi jauh, dia baru menghela napas lega. Begitu berbalik, dia melihat Sunaryo berdiri di dalam kamar."Kapan Putra Bangsawan datang?" tanya Jelita sambil berjalan mendekat. Matanya bersinar lembut. Dia ingin menyerbu ke pelukan Sunaryo, tetapi akhirnya menahan diri.Sunaryo menarik Jelita ke dalam dekapannya dan berkata, "Waktu kamu mengantar dia dengan penuh cinta.""Siapa yang penuh cinta?" bantah Jelita."Aku sampai cemburu," ujar Sunaryo."Omong kosong, aku hanya berpura-pura," kata Jelita.Sunaryo bertanya sambil melingkarkan lengannya di pinggang gadis cantik itu, "Apa Jelita juga berpura-pura di depanku sekarang?" Air mata Jelita berjatuhan di pipinya saat dia menjawab, "Aku sudah berkorban banyak demi Putra Bangsawan, tetapi Putra Bangsawan masih nggak memercayaiku.""Aduh, jangan menangis, jangan menangis. Aku percaya padamu," bujuk Suna

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 170

    Fani terbelalak tidak percaya. Sejurus kemudian, dia menopang dirinya dan bersujud pada gadis di atas ranjang. Mulutnya mengeluarkan suara tidak jelas, bersumpah setia pada tuan barunya.Gadis itu tersenyum ramah dan berkata, "Jangan bicara lagi, aku nggak mengerti satu kata pun. Aku akan minta Riki membuatkanmu obat. Minumlah nanti, lalu oleskan ini di lidahmu."Si gadis memberikan sebotol obat pada Fani dan menambahkan, "Kamu harus sembuh."Fani bersujud lagi. Ya, dia harus sembuh! Dengan tuan sebaik ini, dia pasti segera sembuh dan melayaninya dengan baik.Saat botol obat itu sampai di tangannya, Fani mendapatinya sangat familier. Bukannya ini salep yang dijual di Balai Pengobatan Afiat?Tangan Fani yang memegang botol obat itu bergetar. Dia merasa sedih dan diperlakukan dengan tidak adil.Ketika mendengar perintah Pratama untuk memotong lidah Fani dan menjualnya, dia langsung pingsan, bahkan sebelum sempat memohon ampun. Dia terbangun di Balai Lelang, dengan rasa sakit yang menyiks

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status