Share

Bab 2

Penulis: Lilia
Anggi baru bereaksi kembali setelah menatap lama Luis yang terbaring di tempat tidur.

Dia jadi merasa serba salah. Apakah dirinya harus naik ke tempat tidur ... atau tidak?

Dilihat dari sikapnya, Luis tidak bermaksud menyentuh Anggi. Namun kalau Dariani memeriksa besok pagi dan mendapati mereka tidak berseranjang, Dariani mungkin akan marah.

"Kemari." Saat Anggi sedang memusingkan masalah ini, pria yang ada di atas tempat tidur itu berseru dengan acuh tidak acuh.

Jantung Anggi berdegup kencang. Dia menggenggam gaun pengantin dan mendekat pelan-pelan. Saat Anggi tiba di tempat tidur, Luis tiba-tiba berbalik menghadapnya dan mengayunkan tangan untuk memadamkan lilin.

Dalam sekejap, kamar itu menjadi gelap.

Detik berikutnya, sebuah tangan menggenggam pergelangan Anggi dan menjatuhkannya di atas ranjang. Anggi berteriak, lalu mendapati dirinya telah jatuh ke dalam sebuah pelukan hangat.

Luis menatap Anggi yang tampak kurus, tapi berbentuk badan bagus itu. Jantung wanita yang terbaring dalam pelukannya ini berdegup kencang.

"Keluarkan suaramu." Suara Luis begitu dekat di telinga Anggi.

Anggi merasa bingung. Detik berikutnya, pria itu sudah melepaskan ikat pinggang Anggi. Sebelum Anggi bereaksi, Luis bahkan sudah menanggalkan gaun pengantin Anggi. Dalam sekejap, hanya tersisa baju dalam yang membalut tubuh Anggi.

"Aaa!!!" Secara refleks, Anggi memeluk dirinya sendiri. Tanpa gaun hangat yang membungkusnya, tubuhnya sedikit bergetar.

Pada saat ini, Luis merangkul pinggang Anggi. "Aku nggak ingin menyentuhmu. Tapi, kamu harus bekerja sama. Kencangkan suaramu."

Wajah Anggi merona merah. Mana mungkin gadis yang masih bersih seperti dia paham hal begituan?

Namun, dia juga takut Luis bertindak macam-macam padanya. Situasinya akan menjadi lebih canggung nanti.

Oleh karena itu, dia berusaha mendalami dan berteriak sekali.

Di tengah kegelapan malam, Anggi tidak menyadari bahwa beberapa teriakan lembutnya telah membuat pandangan mata Luis menjadi sedikit kabur.

"Lanjutkan, jangan berhenti." Suara pria itu sangat cuek. Sedikit pun tidak ada rasa kasih yang terkandung di dalamnya.

Anggi merasa tidak nyaman, tapi dia ingin bertahan hidup.

Bagaimanapun, ternyata Luis tidak sekejam yang dirumorkan. Peluang bertahan hidup Anggi jadi bertambah.

Setidaknya, dirinya tidak akan dibuat lumpuh dan dibuang di depan pintu rumah sendiri seperti kehidupan sebelumnya.

Anggi mendekap dalam pelukan Luis. Setelah berteriak selama setengah jam dalam kedinginan, napasnya jadi mulai berasap. Untungnya, pria itu segera berbisik di telinganya, "Cukup."

Anggi segera berhenti.

Seumur hidupnya, ini pertama kalinya dia melakukan hal semacam ini. Untung saja ruangan itu sangat gelap sehingga wajahnya tidak kelihatan. Kalau tidak, dia pasti akan mencari lubang untuk mendekam ke dalam saking malunya.

Saat ini, Luis baru melepaskan Anggi dan berpindah ke sisi lain dari tempat tidur.

Anggi lalu bangun untuk membalut dirinya dengan selimut. Setelah berpikir sejenak, dia juga menyelimuti Luis. Bagaimanapun, kalau Luis jatuh sakit karena kelalaiannya, dirinya tetap akan dihukum besok.

Menjadi istri Pangeran Selatan sungguh merepotkan.

Sambil terbuai dalam perasaannya sendiri, Anggi yang sudah lelah pun terlelap.

Menyadari napas wanita di sebelahnya telah stabil secara perlahan-lahan, Luis merasa takjub. Sepertinya wanita ini memang tidak takut kepadanya. Bisa-bisanya ada orang yang tertidur lelap di sebelahnya.

Luis merasa putri sulung dari Keluarga Suharjo ini tidak seperti yang dirumorkan. Saat memikirkan hal ini, ujung mulut Luis sedikit mengait. Mungkin dia sendiri juga tidak menyadari bahwa dirinya tidak terlalu menolak keberadaan Anggi.

Tidur Anggi sangat pulas. Saat terbangun, yang berada di hadapannya adalah sebuah wajah yang sebelahnya penuh luka bakar, sedangkan sebelahnya lagi, terdapat luka goresan yang mirip kelabang.

Melihat wajah Luis dari jarak begitu dekat membuat Anggi terkesiap dan melompat dari ranjang. Setelah beberapa saat, dia baru memberanikan diri dan mulai mengamati wajah Luis secara diam-diam.

Wajah Luis sangat tenang dan tanpa emosi.

Dia melirik Anggi sekilas dan berkata, "Putri hebat juga, sudah mulai merayuku di siang bolong begini."

Anggi tercengang, lalu melihat tubuhnya sendiri. Ternyata dia tidak mengenakan apa pun.

Seketika, dia langsung menarik selimut dengan canggung. Saking malunya, dia ingin membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam selimut itu. Dia bertanya-tanya dalam hati, entah Luis sudah melihat bagian apa saja.

Luis bangun, lalu mengingatkan Anggi yang masih membekam di dalam selimut. "Belum mau bangun? Mau aku yang membantumu memakai baju?"

Tentu saja Anggi tidak berani membiarkan Luis melakukan hal seperti itu.

Dia mengulurkan tangan dan meraih baju yang ada di sampingnya. Setelah memakai satu demi satu pakaiannya, Anggi baru berani keluar dari dalam selimut.

Dia ingat betul dirinya masih memakai baju dalam semalam. Kenapa semuanya sudah tertanggal ketika dia bangun?

Seketika, Anggi menatap Luis dengan curiga.

Namun, pria itu terlihat tenang. Lagi pula, seharusnya Luis tidak punya ketertarikan terhadap Anggi.

Setelah dipikir-pikir, Anggi meyakinkan diri, mungkin dirinya yang telah melepas baju itu tanpa sadar semalam.

Hal ini membuat Anggi gusar. Bisa-bisanya dirinya jadi kurang waspada di hadapan Luis. Selain tertidur lelap, bajunya bahkan terlepas di tengah malam.

Anggi memilih sebuah mantel berwarna biru muda dari dalam lemari. Setelah memakainya, dia baru memakaikan baju untuk Luis.

Luis tidak mau berseranjang dengan Anggi, tapi Anggi merasa tetap harus melayani Luis.

Luis tidak berkata apa-apa selama Anggi memakaikan baju untuknya.

Saat memakaikan baju untuk Luis, perhatian Anggi tersita oleh seprei yang terpasang di tempat tidur. Tidak ada noda darah di seprei itu. Sebentar lagi, Dariani akan meminta orang memeriksanya.

Anggi pun berusaha memikirkan alasan yang tepat agar dia bisa menggigit jari dan meneteskan darah di atasnya.

Mungkin Luis bisa membaca isi hati Anggi. Dia lantas mengeluarkan sebuah belati dari bawah kursi roda sebelum Anggi beraksi. Luis mengiris tangannya dan meneteskan sedikit darah di atas seprei tersebut.

Anggi sontak kaget dengan tindakan Luis dan segera memeriksa luka Luis.

"Pangeran ... kenapa kamu melukai diri? Pangeran bisa mengiris tanganku saja untuk meneteskan darahnya." Anggi bergumam sambil memeriksa luka Luis.

Detik berikutnya, dia baru menyadari bahwa perhatian dirinya terhadap Luis ini agak berlebihan.

Kemungkinan besar, ini karena dia tahu, satu-satunya orang yang mengurus jasadnya saat mati mengenaskan dulu adalah pria yang akhir hidupnya juga sangat tragis ini.

Oleh karena itu, dirinya jadi merasa dekat dan bisa memercayai pria ini secara tanpa sadar.

Luis menatap Anggi dengan ekspresi datar.

Anggi beranjak untuk mengambil kotak perhiasan yang dia bawa. Di lapisan bawah kotak itu, tersimpan banyak racikan obat yang dia buat sendiri.

Rata-rata anggota Keluarga Suharjo adalah jenderal militer yang sering terluka. Untuk mengurangi rasa sakit ayah dan para kakak laki-lakinya, Anggi giat mempelajari ilmu medis. Dia banyak menciptakan obat efektif yang seringkali menyelamatkan pasukan Keluarga Suharjo. Oleh karena itu juga, mereka boleh meraih banyak prestasi dalam medan perang.

Sayangnya, semua itu dianggap sebagai jasa Wulan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 202

    "Fani kenapa?" Yohan akhirnya sadar dan baru sempat menanyakan kondisi Fani yang terlihat tidak wajar.Wulan segera berkata, "Yang paling tahu soal ancaman Anggi terhadapku hanya Fani. Karena itu, Anggi pun memanfaatkannya dan memfitnahku. Ayah sangat marah saat itu dan sebagai hukuman ... lidah Fani dipotong. Itu juga atas saran dari Anggi sendiri.""Ayah ...?" Yohan dan Bayu sama-sama tertegun. Ayah mereka bukan orang yang mudah marah. Sekali marah, pasti karena perkara besar.Ya, jika Anggi bisa membalikkan fakta seperti itu dan ayahnya percaya, wajar saja dia jadi murka."Tak disangka, hanya beberapa bulan berlalu, rumah ini sudah berubah sejauh ini," gumam Bayu dengan nada tak percaya. Wajah Yohan juga tampak sangat muram.Sejak Anggi menggantikan Wulan untuk menikahi Pangeran Selatan dan kemudian Kaisar menjodohkan Wulan dengan Pangeran Pradipta, dia sudah merasa Keluarga Suharjo mulai berubah. Hanya saja, dia tidak menyangka bahwa Anggi bisa sejahat ini.Apa yang Yohan pikirkan,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 201

    Mungkin karena hujan deras yang sempat turun, rombongan menjadi tertunda, sehingga Yohan dan Bayu baru tiba di Kota Ginta menjelang senja.Setelah melalui beberapa kali laporan, Wulan akhirnya berhasil masuk ke penginapan resmi Kota Ginta dan menemui Yohan serta Bayu dengan menyogok para petugas di sana."Wulan, kenapa kamu bisa datang ke Kota Ginta?" Yohan segera membungkuk dan hendak membantu Wulan yang langsung berlutut di hadapan mereka bersama Fani.Namun, Wulan bersikeras tidak mau berdiri.Yohan pun memerintah Fani, "Cepat bantu nonamu berdiri."Fani mencoba membantu, tetapi Wulan tetap tidak mau berdiri. Akhirnya, mereka berdua kembali bersujud di hadapan Yohan dan Bayu."Apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Bayu yang memang berwatak cepat panas. Melihat adik kesayangannya dalam keadaan seperti ini, hatinya terasa sakit.Dengan tangisan yang terisak, Wulan meratap, "Kak Yohan, Kak Bayu, mulai hari ini, aku sudah nggak punya keluarga lagi.""Apa maksudmu?""Bahan obat paling pent

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 200

    Meski hatinya penuh gejolak, Anggi tetap berusaha tenang. Matanya yang lembut menatap Luis dan berkata dengan suara pelan, "Aku percaya pada Pangeran."Luis memperlakukannya sebaik ini. Kalaupun masa depan mereka dipenuhi rintangan dan penderitaan, lalu memangnya kenapa?Namun, dalam hati, Anggi tetap tak bisa berhenti memikirkan kata-kata yang diucapkan Aska. Masa depan mereka memang belum jelas. Aska sendiri juga terlalu misterius.Anggi tidak tahu, apakah Aska menyadari bahwa dia adalah seseorang yang telah mengalami kehidupan kedua?Luis berkata dengan tenang, "Atau ... apakah Aska mengatakan sesuatu yang membuatmu takut?"Luis mulai curiga terhadap Aska. Orang itu memang biasanya tidak banyak bicara. Hanya saja, setiap kali dia melakukan ramalan, meskipun isinya tidak disampaikan secara dramatis, tetap saja pasti ada makna mendalam di baliknya."Ng ... nggak." Anggi menggeleng pelan. Namun, dia merasa sedikit pusing.Luis menggenggam tangan Anggi dan memandangnya diam-diam. Wajahn

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 199

    Mina sedang memberi arahan kepada Naira agar memeriksa air panas yang telah disiapkan sebelumnya. "Sebentar lagi Pangeran dan Putri pasti akan menggunakannya," katanya."Putri keluar!" seru Naira tiba-tiba.Mereka segera menghampiri. Begitu melihat Anggi tampak seperti hendak jatuh, mereka buru-buru menahannya di kedua sisi. "Putri, Anda kenapa?" Mina terkejut, bahkan sempat menoleh ke arah pintu aula utama.Anggi menjawab, "Nggak apa-apa."Tidak apa-apa? Wajahnya sudah sepucat kertas, mana mungkin tidak apa-apa?Mina dan Naira memapah Anggi di kedua sisi. Namun, baru berjalan dua langkah, suara roda kursi terdengar mendekat.Melihat keadaan Anggi, hati Luis langsung mencelos. "Ada apa ini?"Anggi menenangkan diri sambil menatap Luis, lalu menggeleng. "Aku nggak apa-apa. Cuma ... lapar." Dia mencari-cari alasan.Tentu saja Luis tidak memercayainya.Mereka baru saja makan siang dan sekarang hari bahkan belum benar-benar malam. Mana mungkin Anggi sudah lapar?"Kalau begitu, suruh siapkan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 198

    Anggi mengangguk menyetujui, "Benar, kita memang benar-benar ditakdirkan bertemu."Aska menyesap tehnya, lalu menatapnya. "Putri masih mengingat hamba, itu sudah menjadi sebuah keberuntungan besar bagi hamba.""Nggak, saat tahu itu kamu, aku ...." Anggi tiba-tiba menampakkan ekspresi lembut. Dia memandang Aska dengan penuh perhatian. "Ada beberapa hal yang membuatku bingung. Aku berharap kamu bisa membantuku menjawabnya."Kling ....Cangkir teh yang diletakkan di atas meja, mengeluarkan suara jernih. Aska berkata, "Putri ingin menanyakan tentang masa depan kediaman ini, bukan?"Anggi tertegun sejenak, lalu mengangguk. "Ya." Entah mengapa, hanya dengan menyebutkannya saja, hatinya langsung berdebar dan gelisah.Anggi penasaran, tapi juga takut mengetahuinya."Masa depan ... bintang takdirnya masih suram, belum terlihat jelas," jawab Aska perlahan sembari menatap Anggi. "Apa lagi yang ingin Putri ketahui?"Mata pria itu hitam pekat dan dalam seperti sumur yang tak berdasar. Aska yang men

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 197

    "Aku baru saja suruh Dika pergi memanggilmu," kata Luis.Aska menjawab dengan tenang, "Hamba baru saja makan di Restoran Batari. Belum sempat tidur siang, hamba sudah bisa meramalkan bahwa Putri ingin menemui hamba."Luis menyipitkan mata. Orang ini benar-benar hebat!Anggi terdiam. Dia menatap langsung pria berjubah putih itu. Saat Aska juga menoleh ke arahnya, mata pria itu tampak seolah menyimpan sesuatu."Tuan benar-benar luar biasa," ucap Anggi sambil mengangguk ringan."Waktu makan tadi sumpitku sempat jatuh, jadi aku iseng meramalnya," jawab Aska santai.Anggi sampai terdiam. Serius? Cuma ramalan iseng saja hasilnya bisa tepat?"Kalau begitu, mari kita bicara di dalam aula," kata Luis sambil bersiap mendorong kursi rodanya ke arah aula utama.Namun, Aska segera berkata, "Pangeran, mohon berhenti di sini.""Apa katamu?" Tatapan Luis yang tajam langsung mengarah padanya. Namun, Aska tidak gentar dan malah mengarahkan pandangannya ke Anggi.Anggi membuka mulutnya, lalu bertanya kep

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 196

    Anggi tertegun di tempat beberapa saat sebelum dia akhirnya bereaksi. "Aska kembali meramal untuk Pangeran?"Luis tersenyum. Anggi menggantikan Dika mendorong kursi rodanya ke dalam ruangan.Luis menjawab, "Benar. Katanya, tahun ini adalah tahun di mana dia paling sering meramal. Padahal ini baru bulan Mei, tapi dia sudah meramalkan tiga kali untukku."Dalam cerita aslinya, Biro Falak adalah lembaga yang sangat sakral. Ramalan mereka hampir tak pernah meleset.Hati Anggi terasa agak cemas. Ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan, tapi sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat.Setelah makan siang.Saat hanya tersisa mereka berdua, Anggi baru bertanya, "Apa Aska pernah meramal yang lain untuk Pangeran? Atau mungkin untuk Wulan, Satya?"Luis duduk di atas dipan sambil menatap mata Anggi yang penuh rasa ingin tahu, lalu mengangguk."Pernah. Aska bilang, bintang nasib mereka telah berubah, seperti keluar dari jalurnya."Keluar dari jalur.Artinya ... mereka masih punya peluang untuk kemb

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 195

    Menatap punggung pria itu yang melangkah pergi dengan tegap, alis cantik Wulan berkerut."Sumi, menurutmu ... apakah Tuan itu punya perasaan padaku?"Pelayan yang dipanggil Sumi itu menundukkan kepala. "Putri, hamba ... hamba tidak tahu.""Semuanya kamu nggak tahu! Kamu bukan bisu, kenapa semua yang kutanya jawabnya cuma nggak tahu?"Sumi buru-buru berlutut. "Ampun, Putri ... ampunilah hamba ...."Wulan menatap pelayan yang berlutut di depannya dengan kesal. Sejak Anggi menggantikan dirinya dalam pernikahan itu, hidupnya seolah berubah total.Apa pun yang dia lakukan selalu saja tidak berjalan sesuai harapan, bahkan kini hidupnya jatuh hingga pada titik ini. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah melewati Sumi. "Cepat, bantu aku bereskan barang-barang yang perlu kubawa!""Baik, Putri."Di bangunan utama.Parlin berbaring lemah di ranjang dan memanggil dengan suara parau, "Air ... air ....""Mau minum air apa lagi? Kalau kamu cepat mati, bukankah semuanya jadi lebih mudah? Obat

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 194

    "Tapi, mereka nggak pernah peduli padaku. Jadi, mereka juga bukan kakakku," gumam Anggi pelan.Mina tertegun sejenak. "Ampuni hamba, Putri. Hamba telah lancang." Putri terlalu ramah, sampai-sampai Mina hampir lupa dirinya hanyalah seorang pelayan.Anggi memandangnya dan tersenyum. "Nggak apa-apa. Di kediaman Pangeran ini, aku harus berterima kasih padamu karena masih sering mau bicara denganku.""Putri terlalu memuji. Semua ini hanya karena perintah Pangeran, hamba hanya menjalankan tugas."Hanya saja, meski Pangeran begitu mencintai Putri, entah mengapa sorot mata Putri tetap terlihat kesepian ...."Setidaknya, kamu nggak pernah berniat untuk menyulitkanku," ucap Anggi sambil menurunkan tirai kereta. "Akhir-akhir ini, Keluarga Suharjo memang agak tenang, tapi setelah mereka kembali ... mungkin aku harus bersiap-siap untuk menghadapi masalah baru."Mina membuka mulutnya, lalu bertanya, "Putri benar-benar nggak mau berdamai dengan Keluarga Suharjo?"Anggi menatapnya. Dia tahu, apa pun y

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status