"Kenapa kamu pulang?" Pratama bertanya dengan kesal.Untuk sekilas, Anggi merasa sedih. Sekalipun dirinya sudah pernah mati dan tahu benar keluarganya tidak menyayanginya, sikap Pratama tetap membuatnya kecewa.Pria ini adalah ayah yang dia hormati sejak kecil. Namun, Pratama malah melemparkan pandangan kesal dan jijik terhadap Anggi.Anggi menebak dalam hati, mungkin ayahnya geram karena kemunculannya merusak acara perjodohan Wulan?Saat ini Satya juga mengernyit, seperti tidak mengindahkan kemunculan Anggi.Kemungkinan besar, semua anggota Keluarga Suharjo tidak menduga Anggi akan kembali dengan hidup-hidup setelah menikah ke Kediaman Pangeran Selatan.Bagaimanapun, sepanjang sejarah, siapa pun yang menikah dengan Luis yang kejam itu, jasadnya akan dilempar keluar keesokan harinya."Ucapan Ayah aneh sekali, kenapa aku nggak boleh pulang? Ini jadwal kepulanganku ke rumah orang tua setelah menikah. Apa Ayah lupa?" Anggi berdiri tegak dan menyapukan pandangan ke semua orang yang berada
"Memahami? Atas dasar apa?" Anggi melirik Wulan dengan sinis.Wulan sama sekali tidak menyangkan Anggi akan menjawab seperti ini. Setelah tercengang beberapa saat, Wulan menambahkan dengan sedih, "Kakak masih marah padaku, ya? Apa yang harus aku lakukan biar Kakak bisa memaafkanku?"Anggi tidak menjawab, melainkan cuma memandang Wulan dengan ekspresi datar.Wulan menyeka air matanya. "Apa Kakak harus memaksaku hingga mati? Aku tahu, Ayah dan Ibu menyayangiku sejak kecil, begitu juga para kakak laki-laki lainnya.""Walaupun semuanya agak mengabaikan Kakak, Kakak tetap anggota Keluarga Suharjo, bukan? Lagi pula, pernikahan Kakak dengan Pangeran Selatan juga bukan hal buruk. Bagaimanapun, dia adalah bagian dari kerajaan yang statusnya terhormat.""Kalau Kakak marah karena aku dijodohkan dengan Kak Satya, aku ... aku boleh membatalkan perjodohan ini. Asalkan Kakak senang." Sambil berkata, tubuh lemah Wulan terhuyung.Anggi mengernyit. Dia merasa ada yang tidak beres.Tidak mungkin Wulan be
Setelah merapikan kotak yang dia bawa dari rumah, Anggi mengeluarkan sebuah buku medis.Plak, plak ....Jendela dalam ruangan bergetar karena ditiup angin dingin.Anggi menggerak-gerakkan bahunya secara refleks dan berdiri untuk menutup jendela itu."Putri, apa yang terjadi?"Seorang pelayan bertanya dari luar kamar."Bukan apa-apa," jawab Anggi. Saat meletakkan buku medisnya, dia baru menyadari bahwa hari sudah gelap.Luis di mana? Kenapa belum pulang?Anggi lalu berjalan ke luar kamar.Pelayan yang menjaga di luar kamar lekas memberi hormat. "Putri." Pelayan itu berusia sekitar 15 atau 16 tahun. Rambutnya dikuncir dua dan dia mengenakan baju berwarna merah muda."Apa Pangeran ... keluar rumah?" Anggi terus menunggu kepulangannya.Pelayan itu menjawab dengan sopan, "Izin menjawab, Putri. Pangeran seharusnya berada di ruang baca."Artinya, Luis tidak keluar.Benar juga. Kakinya tidak terlalu lincah. Kalau tidak terpaksa, seharusnya Luis tidak akan keluar rumah.Setelah menguap, Anggi m
Mendengar ucapan Luis, Anggi mendongak dan menatap lekat pria di atas ranjang. Dia lalu membalas, "Saya paham."Baru selesai berkata, wajah Anggi lantas memerah.Setelah berpikir sebentar, Luis menambahkan, "Bajunya juga harus dilepas."Usai berkata, Luis langsung berbaring. Kedua tangannya diletakkan di depan dada, gayanya sangat tenang.Namun, seberapa banyak yang harus Anggi lepas? Luis tidak memberi arahan lainnya.Dia menunduk dan menggigit bibir, lalu menanggalkan pakaian luarnya hingga tersisa baju dalam.Setelah memadamkan lilin, ruangan itu menjadi gelap gulita.Anggi terpaksa merangkak mendekati kaki Luis untuk menaiki tempat tidur itu.Dalam cerita asli di novel, semua wanita yang menikah dengan Luis adalah mata-mata sehingga semuanya berakhir dibunuh.Namun, Luis bukanlah orang kejam seperti yang dirumorkan di luar sana. Dia pasti punya alasan tersendiri saat menyuruh Anggi berteriak.Walaupun Anggi belum tahu alasannya.Setelah memakai selimut ... Anggi berdeham sebentar,
Usai makan sarapan, Anggi mulai membaca buku medis.Mina yang sedang merapikan perlengkapan minum teh sembari berkata, "Sebelum Permaisuri Dariani pergi tadi pagi, beliau berpesan agar Pangeran dan Putri bisa masuk ke istana untuk menghadap Kaisar."Menghadap Kaisar?Anggi ingat, Mina sudah memberi tahu hal ini pada Luis tadi pagi. Kenapa dia masih mengungkitnya sekarang?Anggi menatap Mina yang hanya tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya.Dalam sekejap, Anggi yang tadinya ingin membaca buku medis dengan santai jadi gugup.Berdasarkan sifat protektif Dariani terhadap putranya, alasan Dariani meminta Luis membawanya ke istana pasti tidak sederhana.Sebaliknya, jika Luis enggan membawanya ke istana, artinya Luis tidak puas terhadap pengantin pengganti ini.Kalau Luis tidak puas, Dariani juga akan membenci Anggi.Sekalipun dalam novel aslinya tidak menyebutkan apakah Dariani mengetahui kebenaran soal pengantin yang digantikan ini, belum tentu rahasia ini tidak akan terbongkar selamanya!
"Perhatian?"Luis yang duduk di kursi roda memanggil Anggi dengan melambaikan tangan.Tanpa ragu-ragu, Anggi berjalan maju.Pria itu memiringkan tubuh, lalu memegang dagu Anggi. Anggi membungkuk dan bertatapan mata dengan Luis."Kamu berencana perhatian bagaimana ke aku? Hm?" Nada suara Luis sangat sinis. Matanya juga sedikit menyipit.Wajahnya yang sudah penuh luka terlihat makin mengerikan saat ini. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, benar-benar seperti makhluk dari neraka!"Aku ... aku punya semacam salep. Seharusnya bisa memudarkan luka, Pangeran boleh mencobanya. Selain itu ... untuk kaki Pangeran, mungkin bisa juga. Coba saja."Bertatapan langsung dengan Luis membuat Anggi sangat gugup. Namun, dia akhirnya bisa menjawab Luis setelah berusaha menenangkan diri.Rumor mengatakan bahwa putri kedua dari Keluarga Suharjo mahir mengobati orang. Jadi, Luis menebak, obat yang dibawa Anggi ini mungkin diambil dari Wulan?Namun, tabib istana saja tidak bisa menangani luka di wajah dan kakiny
"Dika."Luis mengambil sepotong kue talas dan memanggil pengawal rahasianya.Seketika, angin serasa menerpa dan Dika sudah muncul di hadapan Luis sambil mengepal memberi hormat. "Ya, Pangeran?""Sewaktu Putri pulang ke Kediaman Suharjo, Putra Bangsawan Aneksasi sedang dijodohkan dengan Wulan."Dika mengangguk. "Benar. Ada apa, Pangeran?"Dika merasa heran, bukankah dia sudah melaporkan semuanya kepada Pangeran sekembalinya dari sana?"Dia nggak menangis?""Pangeran, Putri nggak menangis." Dika merasa bingung. Rasanya pertanyaan hari ini berbeda dari Pangeran yang biasanya."Periksa lagi. Jangan sampai ada yang terlewat. Aku ingin tahu seberapa dalam perasaan Putri terhadap Satya."Sambil berkata, Luis mengembalikan kue talas yang dia makan ke dalam piring, lalu menatap piring tersebut dengan kesal.Dika tidak pernah mempertanyakan perintah dari Luis, jadi dia langsung keluar dari ruang baca untuk melaksanakannya.Malam pun tiba.Mina datang ke ruang baca untuk menyampaikan pertanyaan d
Wanita ini .... Sepasang matanya begitu jernih, seakan-akan mampu mengacaukan hati siapa pun. Wajahnya begitu memesona dan alami.Jika bukan karena dia telah menyelidikinya dan memastikan bahwa wanita ini adalah Nona Anggi dari Keluarga Suharjo, mungkin Luis sudah curiga bahwa dia hanyalah mata-mata yang dipersiapkan dengan sangat hati-hati.Atau lebih buruk lagi ....Mungkinkah dia adalah orang yang dikirim oleh Keluarga Suharjo atau Satya untuk memata-matainya? Luis memang lumpuh, tetapi pada akhirnya, dia tetap seorang pria normal.Jika dia terus membiarkan dirinya digoda oleh Anggi, siapa yang bisa menjamin bahwa dia masih bisa menahan diri kelak?Anggi berdiri diam, memperhatikan Luis yang mendorong roda kursinya menuju kamar mandi. Sesaat, dia merasa ragu. Tampaknya, Luis masih belum percaya padanya.Empat puluh lima menit kemudian.Luis keluar dari ruang mandi dengan pakaian yang rapi."Pangeran ...." Di dekat meja bundar, Anggi berdiri dengan sikap hati-hati. Sepasang matanya y
Sejak kapan Satya menjadi begitu penyayang terhadap binatang? Selain itu, kalimat yang barusan dia ucapkan terdengar aneh. Apa seekor kucing bisa mengerti maksud ucapannya?Anggi menatap Satya yang sedang menggendong Pir. Dia ingat saat dia pertama kali menemukan kucing itu, kucing itu masih kecil.Satya bisa merawat kucing yang dia titipkan dengan begitu baik, hal ini benar-benar di luar dugaan Anggi."Tak disangka, ternyata kamu punya hati yang begitu lembut. Kamu begitu menyayangi hewan kecil," ujar Luis sambil tersenyum.Satya pun tersenyum, pandangannya sekilas menyapu Anggi sebelum kembali menatap Luis. "Sebenarnya dulu aku hampir melupakan betapa berharganya Pir. Untung saja aku akhirnya tersadar."Hah! Saat itu juga, Anggi sadar bahwa Satya memang memiliki maksud terselubung. Ternyata bukan hanya ilusinya.Namun, berapa persen dari kesadarannya itu yang benar-benar tulus? Pria ini egois dan haus akan kekuasaan, mana mungkin sungguh-sungguh peduli pada cinta atau kasih sayang? S
Anggi memandang ke arah suara itu, lalu melihat seekor kucing mujair berdiri di atas dinding batu. Sinar matahari membuat bulunya terlihat sangat mencolok."Kucing ini ...." Dika tiba-tiba melompat turun dari pohon, membuat Anggi terkejut hingga melompat kecil.Pantas saja, kadang-kadang Dika tak kelihatan. Ternyata dia suka bersembunyi di sudut mana pun di halaman.Semua orang kini memandang ke arah Dika. Dika perlahan berkata, "Kucing ini sangat mirip dengan kucing di Kediaman Pangeran Aneksasi, kucing Satya."Kucing Satya?"Kenapa bisa ada di sini?" tanya Luis dengan alis berkerut.Tepat saat itu, penjaga pintu datang melapor, mengatakan bahwa Satya ingin bertemu. Luis terkekeh-kekeh, lalu mengizinkannya masuk. Dia memang penasaran, apa yang diinginkan Satya kali ini.Saat menoleh ke arah Anggi, Luis melihat ekspresinya biasa-biasa saja, tak menunjukkan tanda-tanda senang sedikit pun. Bahkan saat bertatapan, Anggi malah bertanya, "Kenapa Pangeran menatapku seperti itu?"Luis berdeha
Di bawah tatapan penuh harap Anggi, Luis berjalan beberapa langkah. Dia menoleh ke belakang. Ketika melihat Anggi yang terpaku, dia tersenyum dan memanggil, "Gigi? Gigi?"Luis memanggil dua kali, tetapi Anggi tidak menjawab. Sebaliknya, matanya mulai berkabut, seolah-olah akan menangis kapan saja."A ... aku ...." Luis panik dan langsung melangkah cepat mendekatinya, memeluknya erat. "Kenapa? Kamu marah karena aku merahasiakan ini darimu? Maaf, aku cuma ingin memberimu kejutan. Aku bukan sengaja ingin menyembunyikannya."Anggi membalas pelukannya. "Pangeran, aku nggak marah. Aku senang."Dia bilang dia senang? Sampai menangis hanya karena senang untuk dirinya?Luis sama sekali tidak menyangka. Dia melepaskan pelukan, menatap gadis yang matanya merah itu. Seketika, dia tidak tahu harus berkata apa."Pangeran, bisa jalan beberapa langkah lagi nggak?" tanya Anggi, mendongak menatap pria tinggi itu."Baik." Luis melepaskan Anggi dan kembali berjalan beberapa langkah. Tatapan Anggi beralih
"Aku sudah pergi, terus kembali lagi.""Kenapa? Ada urusan?""Wulan datang mencariku," ucap Anggi, menatap langsung ke arah Luis, "Pangeran, menurutmu apa mungkin Wulan dan Satya akan kembali menjalin hubungan lama mereka?""Gigi ...." Luis menatap gadis di depannya, merasa agak cemburu karena melihat Anggi begitu peduli pada mantan tunangannya itu. "Apa kamu begitu keberatan kalau mereka bersama kembali?"Anggi mengangguk. "Aku nggak bisa membiarkan dia bersama Satya. Apa Irwan dan Junaidi masih mengawasi Satya?"Luis bertanya balik, "Apa yang ingin kamu ketahui?" Di seluruh ibu kota, tidak ada satu pun informasi yang tidak bisa dia selidiki.Anggi membalas, "Aku hanya ingin tahu, apa Wulan dan Satya masih diam-diam berhubungan atau nggak.""Hanya itu?""Ya, hanya itu." Apa lagi yang bisa dia lakukan?Dua orang itu adalah tokoh kunci. Jika mereka benar-benar bersatu, bangkit kembali bukan hal yang mustahil!Luis tidak tahu kekhawatiran Anggi yang sesungguhnya. Dia hanya mengira bahwa
"Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me
"Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena
"Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa
Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka
Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran