Rasyid tidak berbicara, hanya menunggu dengan tenang.Burhan melanjutkan, "Kamu sudah bawa obat yang bisa membuat orang mandul?""Sudah." Rasyid mengambil sebuah botol dari kotak obat di sampingnya, lalu menyerahkannya dengan kedua tangan.Burhan bertanya, "Bisa digunakan untuk laki-laki dan perempuan, 'kan?"Rasyid mengangguk. "Ya. Awalnya hanya sebagai pencegah kehamilan, tapi kalau dikonsumsi dalam jangka panjang hingga lebih dari setengah tahun, akan menyebabkan kemandulan permanen."Kemandulan permanen? Bagus sekali! Burhan melambaikan tangannya. "Baik, terima kasih, Tabib Rasyid. Kamu sudah boleh kembali."Rasyid memberi hormat, lalu pergi dengan membawa kotak obatnya.Tidak lama kemudian, seorang kasim masuk dan melapor, "Pangeran, Tuan Satya kemari tadi."Burhan berkata, "Suruh dia masuk. Kebetulan aku ada urusan yang ingin dibicarakan dengannya." Dia menatap botol obat di tangannya dan mulai menyusun rencana."Baik."Sesaat kemudian, Satya datang dan memberi salam. "Hormat kep
Satya berbicara, "Kalau Kaisar mulai curiga, sekalipun Ayah adalah kandidat yang paling cocok, tetap saja masih ada penerus lain yang bisa dipilih.""Ternyata kamu belum bodoh!""Baik, aku mengerti." Saat ini, sosok Wulan yang menangis dan berusaha menyenangkan dirinya melintas di benak Satya.Satya mengepalkan tangannya erat-erat dan hanya bisa membatin, 'Wulan, maafkan aku.'Waktu berlalu, kini tiba malam tahun baru.Menjelang siang, Torus memimpin para pelayan untuk memasang dekorasi serta menghias Kediaman Pangeran.Sura mendorong kursi roda Luis mendekat. Luis berkata, "Kita harus masuk ke istana untuk menemani Ayahanda dan Ibunda merayakan malam tahun baru."Selain mereka, para pejabat dan bangsawan juga wajib pergi ke istana untuk perayaan. Anggi mengangguk, lalu Mina segera membantunya berganti pakaian serta merapikan riasan.Luis duduk di tempat tidur sambil membaca buku, tetapi tatapannya sesekali tertuju ke arah Anggi. Wanita itu duduk dengan tenang. Senyuman lembut di wajah
Mereka berjalan cukup jauh.Anggi menghela napas. "Bunga-bunga plum ini indah sekali, sungguh pemandangan yang memukau. Kalau ada tempat lebih tinggi untuk menikmatinya, pasti akan lebih menakjubkan."Salah satu pelayan istana berkata, "Di Taman Asri ada sebuah gazebo." Dia menunjuk ke suatu arah. "Di sana cukup tinggi. Kalau sudah puas duduk di sana dan berjalan lebih jauh lagi, kita bahkan bisa melihat Pulau Tengah Danau."Pulau Tengah Danau? Istana ini ternyata sangat luas, sampai memiliki sebuah pulau di tengah danau.Anggi mempercepat langkahnya menuju gazebo yang terlihat dari kejauhan. Tiba-tiba, pelayan istana itu terjatuh dan meringis kesakitan. "Aduh ...."Anggi menoleh. "Kamu nggak apa-apa?""Hamba terkilir, Putri."Anggi mengerutkan kening. Karena Gazebo itu sudah tak jauh lagi, dia berkata kepada Mina, "Kamu antar dia kembali. Aku akan menunggumu di gazebo."Mina tampak ragu. "Putri, apa taman ini benar-benar aman?""Ini istana, bukan jalan umum. Apa yang perlu dikhawatirk
Satya tertegun, "Aku ... titah Kaisar ini sulit untuk ditolak. Tapi kamu ... kamu bisa nggak memohon pada Kaisar?"Anggi langsung marah, "Baru saja Tuan bilang menyukai saya, katanya menikahi dia hanya untuk mengobati rindu. Tapi saya rasa nggak sesederhana itu.""Mana mungkin begitu?""Tuan bilang menyukaiku, lalu balik menikahi orang lain. Tuan pikir saya ini gampang dibohongi?" ucap Anggi sambil terus berpikir dalam hati. Sejak kapan Satya bicara padanya dengan nada seperti ini? Jangan-jangan ada sesuatu yang ingin dia sampaikan?Oleh karena itu, Anggi sengaja mengujinya. Dia tidak mengatakan hal yang terlalu kejam atau menyakitkan, tapi sambil melihat bagaimana sikap Satya terhadap Wulan. Yang jelas, dia harus menghentikan pernikahan dua orang itu!"Anggi, jangan pergi, jangan marah. Aku belum menikahinya, 'kan?" Melihat Anggi kesal dan hendak pergi, Satya bukannya marah, malah menghela napas lega.Setidaknya itu membuktikan Anggi masih punya rasa padanya. Kalau begitu, masih ada h
Melihat ekspresi wajah gadis itu yang begitu hidup, Satya sempat terpana sejenak. Seseorang yang dulu pernah bersamanya begitu lama, kenapa baru sekarang dia menyadari bahwa Anggi ternyata bisa semenarik ini?Apa mungkin, karena sekarang Anggi sudah menjadi istri orang, jadi dia tidak lagi menyembunyikan diri dengan malu?Bagaimanapun juga, Satya merasa sebaiknya dia menenangkan dulu hati Anggi. Dia pun berkata, "Kalau begitu, nanti aku akan cari cara agar kamu bisa jadi istri sahku?""Saya bisa jadi istri utama Tuan?""Kalau kamu mau ... kamu bahkan bisa menjadi permaisuri Putra Mahkota."Permaisuri Putra Mahkota! Ini jadi menarik.Benar saja, ternyata keluarga Pangeran Aneksasi memang berambisi pada takhta kekaisaran.Anggi merenung sejenak lalu mengangguk, "Bagus sih, tapi kalau nanti Tuan mengingkari, saya harus lapor pada siapa?""Lalu kamu mau bagaimana?"Anggi berkata, "Buatkan surat perjanjian untukku.""Nggak bisa." Kalau sampai membuat surat perjanjian, lalu ternyata Anggi ha
Selain itu, angin juga bertiup cukup kencang. Jangan-jangan malam tahun baru nanti akan turun salju?"Putri, kita nggak kembali ke Istana Harmoni?" tanya Mina saat melihat Anggi malah berjalan menyusuri jalan kecil di sisi lain menuju taman bunga plum.Anggi berkata, "Masa aku harus membatalkan menikmati bunga plum hanya karena dia datang menggangguku?"Kalau kembali sekarang, Permaisuri Dariani sedang beristirahat. Dia sendirian di Istana Harmoni, duduk ataupun berdiri rasanya akan tetap tak nyaman."Baik," Mina pun ikut masuk ke dalam Taman Asri bersamanya.Sekitar setengah jam kemudian, salju pun mulai turun dari langit dengan lembut. Saat mereka berdua dalam perjalanan kembali ke Istana Harmoni, salju turun semakin lebat di tengah jalan.Mina merasa bersalah, "Semuanya salah hamba, lupa membawa payung."Anggi mendongak memandangi salju yang turun perlahan dari langit, lalu berkata dengan tenang, "Bukan salahmu, malah terasa menyenangkan."Angin dan salju yang dingin, justru membuat
Di dalam aula utama, bisikan para pejabat benar-benar membuat tidak nyaman.Namun, Anggi tetap tenang dan percaya diri saat mendorong kursi roda Luis. Di bawah panduan para pelayan istana, mereka pun duduk di posisi sebelah kiri bagian depan. Itu adalah tempat duduk yang seharusnya milik Putra Mahkota.Namun sekarang, Negara Cakrabirawa tidak memiliki Putra Mahkota. Sebagai satu-satunya anak Kaisar, Dariani menempatkan Luis di posisi itu dan tak ada satu orang pun yang berani berkomentar.Bahkan di tahun-tahun sebelumnya saat Luis tak hadir dalam jamuan, tempat itu tetap dibiarkan kosong khusus untuknya.Pratama dan Dimas yang duduk di barisan tamu, memandangi Anggi yang perlahan mendorong Luis melewati mereka. Hati mereka terasa aneh dan tak bisa dijelaskan.Dulu, kalau ada banyak orang bergosip seperti ini, wajah Anggi pasti sudah merah padam dan malu tak karuan. Namun malam ini, dia melangkah tegap dan penuh percaya diri.Tak jauh dari sana, Burhan dan Satya menyaksikan semua itu de
Tak lama kemudian, Kepala Kasim Istana, Wawan, mengumumkan bahwa jamuan malam tahun baru resmi dimulai. Para pelayan istana pun masuk beriringan sambil membawa aneka buah-buahan, hidangan, dan makanan lezat.Anggur manis dalam cawan berkilau. Aneka hidangan dari selatan hingga utara, semuanya tersedia.Alunan musik lembut mulai terdengar dan para penari cantik dari divisi hiburan istana mulai menari. Mereka mengenakan pakaian tari yang tipis meski di musim dingin dan menampilkan gerakan yang anggun.Dalam sekejap, Istana Kasih pun menjadi meriah luar biasa."Pangeran Selatan, Putri." Tiba-tiba seseorang datang memberi hormat sambil membawa anggur.Anggi mengangkat pandangan, ternyata itu Parlin."Paman." Luis mengangkat cawan anggurnya dengan santai. Biasanya dia enggan menyapa Parlin, tapi orang seperti itu ... siapa tahu suatu hari bisa berguna.Anggi juga menyapa dengan sopan.Parlin sempat tertegun melihat kecantikan Anggi. Hanya saja, meskipun dia dikenal sebagai pria mesum, dia t
Sejak kapan Satya menjadi begitu penyayang terhadap binatang? Selain itu, kalimat yang barusan dia ucapkan terdengar aneh. Apa seekor kucing bisa mengerti maksud ucapannya?Anggi menatap Satya yang sedang menggendong Pir. Dia ingat saat dia pertama kali menemukan kucing itu, kucing itu masih kecil.Satya bisa merawat kucing yang dia titipkan dengan begitu baik, hal ini benar-benar di luar dugaan Anggi."Tak disangka, ternyata kamu punya hati yang begitu lembut. Kamu begitu menyayangi hewan kecil," ujar Luis sambil tersenyum.Satya pun tersenyum, pandangannya sekilas menyapu Anggi sebelum kembali menatap Luis. "Sebenarnya dulu aku hampir melupakan betapa berharganya Pir. Untung saja aku akhirnya tersadar."Hah! Saat itu juga, Anggi sadar bahwa Satya memang memiliki maksud terselubung. Ternyata bukan hanya ilusinya.Namun, berapa persen dari kesadarannya itu yang benar-benar tulus? Pria ini egois dan haus akan kekuasaan, mana mungkin sungguh-sungguh peduli pada cinta atau kasih sayang? S
Anggi memandang ke arah suara itu, lalu melihat seekor kucing mujair berdiri di atas dinding batu. Sinar matahari membuat bulunya terlihat sangat mencolok."Kucing ini ...." Dika tiba-tiba melompat turun dari pohon, membuat Anggi terkejut hingga melompat kecil.Pantas saja, kadang-kadang Dika tak kelihatan. Ternyata dia suka bersembunyi di sudut mana pun di halaman.Semua orang kini memandang ke arah Dika. Dika perlahan berkata, "Kucing ini sangat mirip dengan kucing di Kediaman Pangeran Aneksasi, kucing Satya."Kucing Satya?"Kenapa bisa ada di sini?" tanya Luis dengan alis berkerut.Tepat saat itu, penjaga pintu datang melapor, mengatakan bahwa Satya ingin bertemu. Luis terkekeh-kekeh, lalu mengizinkannya masuk. Dia memang penasaran, apa yang diinginkan Satya kali ini.Saat menoleh ke arah Anggi, Luis melihat ekspresinya biasa-biasa saja, tak menunjukkan tanda-tanda senang sedikit pun. Bahkan saat bertatapan, Anggi malah bertanya, "Kenapa Pangeran menatapku seperti itu?"Luis berdeha
Di bawah tatapan penuh harap Anggi, Luis berjalan beberapa langkah. Dia menoleh ke belakang. Ketika melihat Anggi yang terpaku, dia tersenyum dan memanggil, "Gigi? Gigi?"Luis memanggil dua kali, tetapi Anggi tidak menjawab. Sebaliknya, matanya mulai berkabut, seolah-olah akan menangis kapan saja."A ... aku ...." Luis panik dan langsung melangkah cepat mendekatinya, memeluknya erat. "Kenapa? Kamu marah karena aku merahasiakan ini darimu? Maaf, aku cuma ingin memberimu kejutan. Aku bukan sengaja ingin menyembunyikannya."Anggi membalas pelukannya. "Pangeran, aku nggak marah. Aku senang."Dia bilang dia senang? Sampai menangis hanya karena senang untuk dirinya?Luis sama sekali tidak menyangka. Dia melepaskan pelukan, menatap gadis yang matanya merah itu. Seketika, dia tidak tahu harus berkata apa."Pangeran, bisa jalan beberapa langkah lagi nggak?" tanya Anggi, mendongak menatap pria tinggi itu."Baik." Luis melepaskan Anggi dan kembali berjalan beberapa langkah. Tatapan Anggi beralih
"Aku sudah pergi, terus kembali lagi.""Kenapa? Ada urusan?""Wulan datang mencariku," ucap Anggi, menatap langsung ke arah Luis, "Pangeran, menurutmu apa mungkin Wulan dan Satya akan kembali menjalin hubungan lama mereka?""Gigi ...." Luis menatap gadis di depannya, merasa agak cemburu karena melihat Anggi begitu peduli pada mantan tunangannya itu. "Apa kamu begitu keberatan kalau mereka bersama kembali?"Anggi mengangguk. "Aku nggak bisa membiarkan dia bersama Satya. Apa Irwan dan Junaidi masih mengawasi Satya?"Luis bertanya balik, "Apa yang ingin kamu ketahui?" Di seluruh ibu kota, tidak ada satu pun informasi yang tidak bisa dia selidiki.Anggi membalas, "Aku hanya ingin tahu, apa Wulan dan Satya masih diam-diam berhubungan atau nggak.""Hanya itu?""Ya, hanya itu." Apa lagi yang bisa dia lakukan?Dua orang itu adalah tokoh kunci. Jika mereka benar-benar bersatu, bangkit kembali bukan hal yang mustahil!Luis tidak tahu kekhawatiran Anggi yang sesungguhnya. Dia hanya mengira bahwa
"Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me
"Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena
"Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa
Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka
Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran