Keesokan Harinya.
Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka.
Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey.
Di tempat Parkir.
Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya.
"Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh.
Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya."
Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.
Setelah turun mobilnya pun pergi dibawa supirnya. Sandi terlihat berjalan sedikit pincang, dan lengan tangan kirinya diperban. Semua menatap heran dan bertanya-tanya di isi kepala mereka.
Rifky menatap ke arah sandi, "Tanganmu kenapa bisa diperban? Lalu kenapa kakimu jalannya seperti pincang? Dan ini kenapa pipimu sedikit bengkak."
Rangga, Hendrik, dan Richard menatap Sandi.
"Tumben sekali kamu diantar pake supir." kata Hendrik.
"Iya, biasa kamu bawa mobil sendiri." kata Richard.
"Apa kalian tidak melihat, kakinya aja sedang terluka, jadi di kesulitan menginjak pedalnya saat membawa mobil." kata Rangga.
"Benar juga." sahut Hendrik dan Richard.
"Kenapa kamu begini?" tanya Rifky.
Mendapat pertanyaan dari Rifky dan teman lainnya.
Sandi menjawab, "Tadi malam aku jatuh menghantam meja saat lantai rumah habis di pel. Dan pipiku menghantam lantainya."
Mendengar jawaban Sandi, Rifky dan ketiga teman lainya tertawa. Mereka tak menyangka kalau seorang Sandi bisa jatuh karena ceroboh.
"Tertawa terus, kalau kalian merasakan apa yang kurasakan, pasti gak enak rasanya." ucap Sandi dengan wajah kesal.
"Hahaha... baiklah, aku hanya terkejut saja, kalau kamu bisa jatuh seperti ini." ucap Rifky dan tiga teman yang lainnya mengangguk-angguk kepalanya.
"Ya sudah ayo kita ke kelas." ucap Sandi sambil berjalan sedikit pincang.
Rifky dan ketiga teman lainnya berjalan mengikuti Sandi dari belakang. Mereka sambil sedikit tertawa melihat cara berjalannya Sandi. Sandi hanya bisa menghela nafasnya. Mau tak mau, ia harus mengerjakan tugasnya.
Tugas yang diberikan oleh Joey sebagai pengawas Rifky dan ketiga teman lainnya.
—
Kejadian semalam, saat Joey menyusup ke dalam rumah besar Sandi. Saat di tengah-tengah Joey bermain pisaunya saat melukai Sandi, ia memberi penawaran.
"Aku punya penawaran untukmu." kata Joey dengan wajah polosnya dan senyumannya.
Nafas Sandi naik turun karena menahan sakit pada kaki dan lengan tangannya. Ia menatap Joey.
"Kau ingin kamu menjadi orang dalamku, kamu awasi pergerakan, segala kegiatan Rifky, dan ketiga temanmu. Laporkan padaku jika ada yang menarik." kata Joey memberi penawaran.
Sandi melebar kedua matanya. Kata-kata Joey, berarti ia harus menjadi penghianat kepada Rifky dan gengnya.
"Kenapa? Kamu tidak mau?" tanya Joey sambil tersenyum miring.
"Hmpp... Hmpp...." mulut Sandi masih ditutupi lakban.
"PLAK!"
Joey menampar pipi Sandi sangat keras, "Jawab!"
"Hmpp... Hmpp..."
"PLAK!" Joey menampar pipi Sandi lagi dengan keras.
"Kamu punya mulut, seharusnya digunakan!" ucap Joey sambil mencengkram dagunya Sandi, beberapa detik kemudian, Joey melepas cengkramannya, ia menyadari sesuatu.
"Ahh... benar juga, mulutmu dilakban ya. Hahaha… pantes gak jawab. Makanya bilang dari tadi kalau mulutmu dilakban." kata Joey terkekeh.
Entah ingin marah, dan memukul mulut Joey. Kalau boleh jujur, Sandi benar-benar kesal, gimana mau menjawab, yang melakban mulutnya siapa? Jelas-jelas Joey sendiri yang melakukannya. Dengan kasar Joey melepas lakban yang menutup mulut Sandi.
Karena kasar, jelas sakit rasanya. Sandi meringis kesakitan, "Gimana? Lega ya mulutnya sudah bisa bicara lagi?" tanya Joey dengan wajah polosnya.
Sandi memandang benci, ia sangat benci dengan sosok Joey. Joey yang melihat tatapan itu, ia memasang wajah datarnya.
"Bagaimana dengan penawaranku tadi?" tanya Joey.
"Aku menolak." jawab Sandi tegas.
Joey menghela nafasnya, "Sudah kuduga."
"Baiklah, urusan kita sudah selesai. Sudah malam, dan aku harus pulang." ucap Joey berjalan ke pintu keluar.
"Hey culun!" panggil Sandi, meski masih terikat, ia berusaha tetap untuk berani.
Dengan malas Joey membalikkan tubuhnya. "Ada apa? Bukankah kamu menolak tawaranku?"
"Kamu ingin pergi begitu saja? Apa kamu bodoh membiarkanku dalam posisi seperti ini? Setelah ini pasti semua orang pasti akan mencarimu." kata Sandi tersenyum mengejek. Tapi Joey malam tertawa nyengir.
"Siapa juga yang mau langsung pergi? Aku mau bakar rumah ini kok, setelah itu aku pulang." jawan Joey santai.
Joey tak menunjukan rasa takutnya sama sekali, ia sudah menjalankan semua rencananya. Bahkan CCTV sudah ia matikan dan menghapus datanya. Ia membajaknya setelah membuat Sandi pingsan,
Sandi terbelalak, "Kamu sudah berani ya!"
"Kasih ancaman bos? Aku tidak takut. Setelah bakar rumah ini, kamu pasti mati. Tapi aku akan membuat kematianmu tidak tenang, karena setelah kematianmu, aku akan meniduri Nita. Huuu bayangkan saja, bagaimana kalau gadis yang kau cintai tidur denganku?" kata Joey santai tanpa dosa.
Kedua mata Sandi melebar, rasanya runtuh jika wanita incarannya menjadi korban selanjutnya jika ia mati sekarang. Memang benar sesuai ingatan pemilik tubuhnya. Sandi memang mengincar Nita, salah satu the most wanted di kampusnya.
Kelemahan Sandi adalah Nita. Joey Kembali bersuara, "Hmm… kalau kamu ingin kulepas, terima tawaranku."
Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan
Entah apa yang dirasakan istrinya itu, Wanita itu merasa tak asing dengan wajah Joey, dan merasa ada hubungan. Tapi apa hubungan itu? Sekilas wanita itu teringat masa lalunya, tapi ia harus menepisnya. Karena tak ingin suaminya kecewa padanya, karena telah berjanji untuk melupakan masa lalunya. Sedangkan di sisi Joey, ia dari tadi merasa tak asing dengan wanita tadi. Namun ia risih saat dirinya ditatap secara intens olehnya. "Cih, diliat-liat seperti itu, rasanya aku ingin melempar air cucian piring ke wajahnya." batin Joey. — Hari telah malam. Acara ulang tahun dari anak gadis orang kaya telah selesai. Semua pengunjung telah pulang. Semua karyawan membereskan sisa-sisa dari acara. Setelah selesai, jam juga telah menunjukan jam 11 malam. Semua karyawan telah siap untuk pulang. Mereka akan mendapat bonus saat gajian, semua kembali pulang dengan kendaraan mereka masing-masing. Joey memilih berjalan kaki, ia kini sudah duduk di kursi halte. Ia seda
Sarah menjalankan mobilnya. Sarah mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, hari memang sudah malam. Tiba-tiba di dari jaraknya, Sarah bisa melihat ke depan. Yang ia lihat suasana ramai, dan jalan macet. "Sepertinya jalannya macet deh." kata Sarah. "Iya, sepertinya ada kecelakaan." kata Nita. "Terus bagaimana?" tanya Angelica. "Kayaknya kita harus muter, lewat jalan yang itu." kata Sarah. "Kamu yakin, kita lewat sana, jam segini jalan sudah sepi loh." kata Nita. "Dari pada kita ikut kejebak macet." ucap Sarah. Angelica dan Nita hanya mengiyakan, karena hari sudah malam, terpaksa mereka harus lewat jalan lain. Sarah pun membalikan mobilnya ke arah jalan lain, meski jauh, tapi ia juga tak mau terjebak macet. Jalan itu tidak ramai, melainkan sepi. Tidak lewat kota, melainkan mereka akan lewat pinggir kota, dan jalannya seperti lewat hutan. — Saat ditengah perjalanan, Sarah menghentikan mobilnya. Ia melihat ada orang laki-lak
Sarah tak menjawab, ia menangis, tapi ia menurut. Sarah berdiri, Joey langsung menggenggam tangannya. Mereka berjalan mendekati Nita dan Angelica yang masih duduk di tanah. Joey menyuruh Sarah untuk duduk bersama Angelica dan Nita. Kini ketiga gadis mahadewi tengah duduk di tanah. Dan Joey tengah berdiri di hadapan mereka bertiga. Sosok Joey yang sekarang bukanlah sosok culun yang mereka kenal saat di kampus. Saat di kampus yang mereka kenal adalah laki-laki culun. Tapi sekarang, sisi lain dari laki-laki yang terkenal culun. "Kalian bertiga, bisakah jangan menundukkan wajah kalian?" kata Joey melihat ketiga gadis itu menunduk tak berani melihatnya. Ketiga gadis itu diam, tak berani menjawab, dan tak merespon kata-kata Joey. Joey pun berjongkok, "Bukankah kalian tidak tuli? Sepertinya kalian memang ingin kubuat tuli beneran ya?" Seketika mereka bertiga mendongak mendengar kata-kata Joey yang menyeramkan didengar. Kini mereka tak menunduk wajahnya. Ket
Seketika Angelica menegang mendengar kata-kata Joey. Bahkan Nita, dan Sarah terkejut bukan main. Joey memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Hmm... Tapi sepertinya lebih asik kalau aku memperkosa kalian bertiga sebelum kubunuh." "DEG!" Mendengar kata-kata Joey yang begitu santai tanpa dosa, seketika Angelica, Nita, dan Sarah menegang. Joey tersenyum melihat ketegangan yang dirasakan ketiga gadis yang dikenal the most wanted di kampusnya itu. Joey terkekeh melihatnya, "Lihatlah, kalian bertiga cuma mendengar kata-kata sederhana saja kalian sudah terdiam membisu, hahaha..." ucap Joey sambil tertawa. Kata-kata sederhana? Yang benar saja. Kata-kata Joey itu sudah sangat terdengar mengerikan di telinga mereka bertiga. Hahaha… baiklah, cukup sampai disini saja. Aku ingin pulang, ini sudah malam." Ucap Joey setelah menghentikan tawanya. Joey mengembalikan ponsel mereka bertiga, lalu membuka pintu mobil. Ia pun turun, namun sebelum menutupnya kemb
"DEG!" Seketika, wajah mereka bertiga menegang. Perlahan mereka menoleh kepalanya ke arah sumber suara itu. Terlihat Joey sedang berdiri santai di ujung parkiran sambil tersenyum. Ditambah penampilannya yang dibuat-buat untuk mencerminkan penampilannya. Laki-laki berpenampilan culun itu bersuara, "Cobalah, cek ponsel kalian, ada berita heboh." Joey terkekeh, kebetulan tempat parkir sangat sepi, hanya mereka berempat. Joey masih diam di tempatnya, ia ingin melihat reaksi ketiga gadis cantik itu. Angelica cepat-cepat membuka ponselnya, ia browsing untuk melihat berita terbaru. Seketika Angelica terbelalak setelah membaca berita, Sarah dan Nita penasaran. Sarah mengambil ponsel Luara lalu ia membacanya, dan Nita juga ikut membacanya. Ternyata berita pembunuhan dua preman langsung menjadi berita utama. Para polisi dan pihak lainnya menangani kasus itu. Mereka menemukan sidik jari di pakaian dan di lengan salah satu mayat. Dan mereka juga menemukan rekaman CCTV
Di sebuah rumah sederhana, di dalamnya, terlihat Joey tengah duduk di santai sambil minum kopi. Rumah itu adalah rumah yang dibeli oleh Joey. Ia membelinya dengan yang dari hasil uang yang ia rampas dari salah satu koruptor. Tentu saja nasib koruptor itu telah ia bunuh dengan cara sama sadisnya. Semua trik untuk tak dicurigai, dengan mudah ia lakukan. Kini ia terkekeh, sambil mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, saat ia di introgasi di kantor Polisi. Dengan mudah dan pandainya ia bersandiwara. Di kehidupan sebelumnya, hal itu sudah biasanya. Ditambah tubuh yang ia tempati adalah laki-laki culun yang berprestasi. Dengan pikiran liciknya dan otak cerdas dari pemilik tubuhnya. Sudah pasti ia bisa merencanakan hal sesuatu yang mudah. Dengan penampilan polosnya, itu bisa menutupi sosok aslinya. Saat tengah-tengah menikmati kesendiriannya dengan segelas kopi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Joey segera membuka ponselnya, dan membaca pesan masuk, ternyata dari Sand
Seketika Angelica menoleh. "Kamu jangan bicara seperti itu." "Tapi bukankah kamu juga melihat sikapnya yang begitu santai. Jelas-jelas dia pelaku pembunuhan, tapi dia bisa dinyatakan tak memiliki hubungan apapun dengan kasusnya. Sudah kupastikan dibalik wajah polosnya, dia seorang Psychopath." kata Sarah panjang lebar. "Tidak mungkin, aku sangat mengenalnya." ucap Angelica, Sarah dengan tajam menatapnya. Angelica kembali bersuara. "Sebenarnya, dulu sebelum aku dan orang tuaku pindah ke Kota ini...." Angelica mulai menceritakan masa lalunya, yang baru kali ini ia tahu. Dulu saat Angelica kecil ia memiliki teman. Mereka selalu bermain bersama dan teman masa kecilnya yang tak lain adalah Joey. Tak hanya sering bermain bersama, dari TK sampai SD, mereka berdua selalu satu sekolah yang sama. Namun setelah lulusan SD, Angelica ikut kedua orang tuanya pindah ke kota yang sekarang. Dia bahkan belum berpamitan kepada Joey sebelum berpisah. Dan entah takdir