Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg
"Akhirnya... kamu sudah sadar, Jason!" ucap pria yang datang kepada pria yang terikat. Pria yang bernama Jason menatap pria yang berdiri di hadapannya, "Tuan Bram. Tolong, lepaskan aku." "Lepaskan?" sahut Bram. "Aku sudah lama menanti-nanti momen ini," jawab Bram. "Apa maksudmu, Tuan?" tanya Jason kebingungan. "Kau telah gagal menjalankan misi," jawab Bram. "Kau menggagalkan misiku," lanjutnya. Jason menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak, Tuan, aku tidak pernah gagal menjalankan misi yang kau berikan padaku, Tuan.""Benarkah?" sahut Bram, "Tapi, kenapa aku belum mendapat barangnya?" lanjutnya. Jason terbelalak, ia merasa misi yang sudah ia jalankan selalu selesai tanpa halangan. "Tidak mungkin, aku sudah memastikannya kalau barangnya aman." "Tapi, kenapa barangnya tak sampai padaku melainkan sudah ada di tangan musuh," jawab Bram dengan geram. Jason mencoba mengingat-ingat, setelah ia menyelesaikan misinya, ia mempercayakan sisanya kepada salah satu anak buah tuannya. Lalu i
Joey, laki-laki remaja, ia mahasiswa di salah satu kampus ternama di kotanya. Joey bisa kuliah di kampus tersebut karena ia mendapat beasiswa atas prestasinya. Joey adalah anak yang tak memiliki orang tua, tepatnya, sang pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya. Ibunya memilih pergi bersama pria lain yang kaya dari pada harus hidup sederhana. Saat itu Joey masih berusia 10 tahun, Joey hidup berdua bersama ayahnya. Hingga sudah menginjak 15 tahun, ayahnya meninggal karena sakit parah. Setelah ayahnya meninggal, Joey berjuang sendiri untuk hidupnya. Joey rela sepulang sekolah, ia pergi kerja sampingan di Cafe pada saat itu. Hingga ia lulus SMA, ia mencoba mendaftar salah satu kampus ternama nomor satu di kotanya. Tentu saja, ia di terima dan mendapat beasiswa. Dan sekarang ia sudah tidak bekerja menjadi pelayan Cafe. Sekarang ia kerja menjadi OB di salah satu perusahaan. Joey hidup sederhana di kos-kosanya. Meski sederhana, tapi ia selalu bersyukur. Ia terkenal rama
Joey perlahan berjalan mendekat pelan-pelan, lalu ia melihat sebuah sepeda motor di depan rumah kosong. Joey menangkap pembicaraan 2 laki-laki dengan indra pendengarannya, "Dompet yang kita dapat, ternyata lumayan juga." "Ya, ini jauh lebih memuaskan dari hasil korban kita Kemarin-kemarin," ucap temannya. Joey yang mendengar pembicaraan mereka, lalu ia berpikir dengan otak cerdasnya. Lalu ia menyimpulkan kedua laki-laki itu adalah maling, Joey tersenyum menyeringai. Ia mengambil 2 batu sebesar kepalan tangannya. Lalu ia lempar sekuat tenaganya. “BUGH! BUGH!” Kedua batu yang ia lempar mengenai kepala 2 maling itu hingga jatuh ke tanah. Joey mendekati 2 maling itu, Joey mengambil semua uang-uang di dalam dompet hasil curian kedua maling itu. Lalu salah satu maling membuka matanya. Dengan cepat Joey menginjak-injak wajah maling itu hingga tak sadarkan diri. Setelah selesai mengambil semuanya, Joey pergi berjalan mendekati sepeda motor yang terparkir di depan rumah
“Hahaha... kayanya otongmu kalau dipotong lalu digoreng sepertinya enak. Tapi otong gorengnya yang makan sama kamu saja, kan ini otongmu sendiri. Pasti enak, kamu pasti jadi master chef." Rangga masih tak percaya, apa yang dikatakan oleh Joey. Sungguh gila. Joey melepas kedua tangannya, Rangga mengatur nafasnya. Mulutnya tak nyaman sekali, karena masih ada sisa butiran-butiran pasir di dalam rongga mulutnya. Joey menatap dingin ke arah Rangga, Rangga yang ditatap Joey sedikit gemetaran. Ia tak menyangka seorang Joey bisa menyiksa untuk membalas dendam. Joey terkekeh, "Hahaha... baru saja ditatap seperti itu sudah gemetaran." Rangga terdiam, ia tak berani menjawab. "Kejadian ini jangan sampai diketahui oleh siapa pun, termasuk teman-teman gengmu dan terutama Rifky. Kamu mengerti ?" kata Joey dengan santainya dan bertanya. Namun Rangga terdiam. Joey menghela nafasnya, "Kalau kamu diam, berarti kau mengejekku. Tapi terserah kalau kamu cerita, silahkan. Pasti tidak
Jam Kampus telah selesai. Rifky dan gengnya telah keluar dari kelasnya. Rangga sudah muncul di hadapan Rifky dan lainnya. Rifky tak mempedulikan itu, hanya saja anak buah gengnya saja yang mempertanyakan Rangga. beberapa saat menghilang, Rangga hanya menjawab ada urusan. Rangga berasalan seperti itu, karena tak ingin membuatnya malu. Jika ia cerita pasti teman-teman gengnya menertawainya secara Rangga bisa kalah dikerjai oleh Joey yang terkenal culun di kampusnya. Hendrik hanya diam, tapi ia punya rencana, setelah pulang, ia akan menetap di kampus bersama Rangga. Dan mencari keberadaan Joey. Masalah Joey tidak kelihatan semenjak pagi, "Apa, kamu yakin si culun itu tadi ada di kampus?" tanya Hendrik. "Aku sangat yakin," jawab Rangga serius. Anehnya Joey tak kelihatan setelah menyiksa Rangga tadi di toilet. Rifky dan teman-teman gengnya pulang duluan. Hendrik dan Rangga tidak ikut dengan alasan ingin bertemu seorang gadis. Hari telah sudah sore,
"Aku jatuh kemarin." jawab Rangga. "Jatuh? Jatuh dimana?" sahut Richard mengejek. "Hmm, aku jatuh dari tangga kemarin." Rangga mengelak. Rifky hanya tersenyum mengejek, "Kamu jatuh dari tangga? Rangga jatuh tangga?" Hendrik yang di samping Rangga hanya bisa diam, meski ia juga bingung kenapa tangan Rangga bisa seperti itu. Walau sudah bertanya, pasti Rangga menjawabnya "Joey". Benarkah Joey? Laki-laki culun yang selalu ia bully. Tapi seharian kemarin ia tak melihat Joey. Namun yang membuat Hendrik curiga adalah kejiwaannya Rangga, entah ia waras atau tidak. Rangga sendiri meminta dirinya untuk merahasiakan apa yang dialaminya. Karena Rangga akan merasa malu karena kalah dari Joey. Namun Hendrik masih tak percaya jika tidak melihat dengan kedua matanya sendiri. ---- Sudah waktunya jam kuliah siang dimulai, semua mahasiswa dan mahasiswi masuk ke kelas sesuai jam kelas mereka masing-masing. Joey yang sudah berada di kelas dan duduk santai sendirian paling pojok belakang ruangan. K
Semua mahasiswa dan mahasiswi saling berbisik tentang perlakuan Joey yang langka, sungguh tak bisa dipercaya. Angelica yang dari tadi memperhatikan sikap Joey yang sangat berani, tidak seperti biasanya. Setahunya, meskipun culun, Joey selalu baik kepada siapa pun. Inilah yang Angelica suka. Tapi sekarang, sosok Joey yang sangat berbeda. Di mana Joey yang ia kenal sebagai laki-laki culun itu. "Semuanya harap diam!" suara lantang dari bapak dosen, semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan kembali diam. Setelah semuanya diam, bapak dosen kembali melalukan aktivitas mengajar. --- Malam Harinya. Terlihat seorang laki-laki tengah duduk sendirian di ruang tengah sambil menonton TV, ia tinggal sendiri di kontrakannya. Saat fokus menonton TV, tiba-tiba mulutnya dibekap sebuah kain. Tentu saja laki-laki itu panik, beberapa saat kemudian, kesadarannya memudar dan akhirnya pingsan. “SYUR!” Siraman air mengguyur dirinya. Tentu saja laki-laki berumur 2