"Cih, sejak lahir aku juga tidak memiliki keluarga." batin Joey. Joey menghela nafas nya. Ya, karena di kehidupan sebelumnya, ia memang tidak memiliki keluarga. Ia tumbuh besar di panti asuhan, namun ia teringat dulu kalau diri nya ingin sekali memiliki keluarga. Dan sekarang pemilik tubuh nya masih memiliki sisa keluarga. Kini semua keadaan tidak begitu tegang seperti sebelumnya. Setelah berfikir, Joey menurunkan ego nya. Kini semua orang duduk di ruang tamu. Joey duduk di sofa dan berhadapan dengan Nada dan Nadien, hanya meja kaca yang membatasi mereka. Sedangkan Jerry, ia diikat lagi dan mulut nya ditutupi lakban oleh Tomy di lantai dekat ketiga orang itu. Dan Tomy yang menjaganya karena awalnya Jerry berontak, dan berteriak kepada Nada dan menyumpahi nya. Seakan ia tak ingin Nadien mendengar nya. Disitulah Joey dan Tomy sudah curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Awal nya Nadien menolak, ia tak ingin Jerry diperlakukan seperti itu. Dan hanya Nada tidak membantah atas apa yang
"Ada apa?" ucap Joey datar. Dari raut wajah keempat perempuan itu seakan panik. Terutama Salsa, ia yang terlihat sangat panik sekaligus ketakutan. Joey dan Tomy menduga ada yang tidak beres selama mereka pergi. "Kamu tenang dulu." ucap Angelica. "Kenapa?" sahut Joey datar. Angelica menghela nafas nya. Lalu ia berkata. "Anatasya hilang." Joey melangkah mendekat, dan menatap dingin ke arah Angelica. "Kamu bercanda?" "Kamu tenang dulu. Baru saja kak Roni, kak Dika, kak Ragil, kak David bahkan kak Shinta dan kak Selly juga mencari nya." ucap Angelica. Tomy yang berdiri, ia hanya diam, ia juga heran kenapa Angelica tidak memberitahu nya. Begitu juga dengan Nada dan Nadien yang juga ada di dalam ruangan itu. Angelica memejamkan kedua mata nya. Ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Sebisa mungkin Joey untuk tetap tidak panik. Ka pun bersuara. "Jadi, kapan hilang nya?" Salsa yang tadinya duduk dan mendengarkan, perlahan ia berdiri dari duduk nya. Ia berjalan mendekati Joey. "Sebenarnya
kecepatan untuk mengikuti tuan nya. Joey terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meski jarak sudah dekat, ia tidak ingin membuang-buang waktu nya. Ia mengabaikan rasa lelah agar ia bisa menemukan keberadaan istri lnya. Beberapa lama kemudian, ia telah sampai di lokasi. Dan benar saja, ia telah dibawa ke tempat yang tidak jauh dari pedesaan, banyak sekali pohon, tepat nya bekas pabrik kecil yang sudah lama ditutup. Joey melihat ada dua laki-laki berbadan besar berjaga di depan pintu di sebuah bangunan yang sangat kotor, tepat nya sebuah gudang. Joey segera turun dari mobil nya setelah ia mengambil peralatan nya. Tanpa bersembunyi-sembunyi, Joey berjalan ke arah dua laki-laki itu. Tentu saja kedua laki-laki itu menatap ke arah nya, mereka berdua tidak diam saja. Mereka tidak akan membiarkan orang asing masuk tanpa persetujuan tuan mereka. Joey berjalan mendekati dua laki-laki itu dan perlahan kedua pupil warna matanya menjadi coklat gelap.BKini mereka saling berd
Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg
"Akhirnya... kamu sudah sadar, Jason!" ucap pria yang datang kepada pria yang terikat. Pria yang bernama Jason menatap pria yang berdiri di hadapannya, "Tuan Bram. Tolong, lepaskan aku." "Lepaskan?" sahut Bram. "Aku sudah lama menanti-nanti momen ini," jawab Bram. "Apa maksudmu, Tuan?" tanya Jason kebingungan. "Kau telah gagal menjalankan misi," jawab Bram. "Kau menggagalkan misiku," lanjutnya. Jason menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak, Tuan, aku tidak pernah gagal menjalankan misi yang kau berikan padaku, Tuan.""Benarkah?" sahut Bram, "Tapi, kenapa aku belum mendapat barangnya?" lanjutnya. Jason terbelalak, ia merasa misi yang sudah ia jalankan selalu selesai tanpa halangan. "Tidak mungkin, aku sudah memastikannya kalau barangnya aman." "Tapi, kenapa barangnya tak sampai padaku melainkan sudah ada di tangan musuh," jawab Bram dengan geram. Jason mencoba mengingat-ingat, setelah ia menyelesaikan misinya, ia mempercayakan sisanya kepada salah satu anak buah tuannya. Lalu i
Joey, laki-laki remaja, ia mahasiswa di salah satu kampus ternama di kotanya. Joey bisa kuliah di kampus tersebut karena ia mendapat beasiswa atas prestasinya. Joey adalah anak yang tak memiliki orang tua, tepatnya, sang pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya. Ibunya memilih pergi bersama pria lain yang kaya dari pada harus hidup sederhana. Saat itu Joey masih berusia 10 tahun, Joey hidup berdua bersama ayahnya. Hingga sudah menginjak 15 tahun, ayahnya meninggal karena sakit parah. Setelah ayahnya meninggal, Joey berjuang sendiri untuk hidupnya. Joey rela sepulang sekolah, ia pergi kerja sampingan di Cafe pada saat itu. Hingga ia lulus SMA, ia mencoba mendaftar salah satu kampus ternama nomor satu di kotanya. Tentu saja, ia di terima dan mendapat beasiswa. Dan sekarang ia sudah tidak bekerja menjadi pelayan Cafe. Sekarang ia kerja menjadi OB di salah satu perusahaan. Joey hidup sederhana di kos-kosanya. Meski sederhana, tapi ia selalu bersyukur. Ia terkenal rama
Joey perlahan berjalan mendekat pelan-pelan, lalu ia melihat sebuah sepeda motor di depan rumah kosong. Joey menangkap pembicaraan 2 laki-laki dengan indra pendengarannya, "Dompet yang kita dapat, ternyata lumayan juga." "Ya, ini jauh lebih memuaskan dari hasil korban kita Kemarin-kemarin," ucap temannya. Joey yang mendengar pembicaraan mereka, lalu ia berpikir dengan otak cerdasnya. Lalu ia menyimpulkan kedua laki-laki itu adalah maling, Joey tersenyum menyeringai. Ia mengambil 2 batu sebesar kepalan tangannya. Lalu ia lempar sekuat tenaganya. “BUGH! BUGH!” Kedua batu yang ia lempar mengenai kepala 2 maling itu hingga jatuh ke tanah. Joey mendekati 2 maling itu, Joey mengambil semua uang-uang di dalam dompet hasil curian kedua maling itu. Lalu salah satu maling membuka matanya. Dengan cepat Joey menginjak-injak wajah maling itu hingga tak sadarkan diri. Setelah selesai mengambil semuanya, Joey pergi berjalan mendekati sepeda motor yang terparkir di depan rumah
“Hahaha... kayanya otongmu kalau dipotong lalu digoreng sepertinya enak. Tapi otong gorengnya yang makan sama kamu saja, kan ini otongmu sendiri. Pasti enak, kamu pasti jadi master chef." Rangga masih tak percaya, apa yang dikatakan oleh Joey. Sungguh gila. Joey melepas kedua tangannya, Rangga mengatur nafasnya. Mulutnya tak nyaman sekali, karena masih ada sisa butiran-butiran pasir di dalam rongga mulutnya. Joey menatap dingin ke arah Rangga, Rangga yang ditatap Joey sedikit gemetaran. Ia tak menyangka seorang Joey bisa menyiksa untuk membalas dendam. Joey terkekeh, "Hahaha... baru saja ditatap seperti itu sudah gemetaran." Rangga terdiam, ia tak berani menjawab. "Kejadian ini jangan sampai diketahui oleh siapa pun, termasuk teman-teman gengmu dan terutama Rifky. Kamu mengerti ?" kata Joey dengan santainya dan bertanya. Namun Rangga terdiam. Joey menghela nafasnya, "Kalau kamu diam, berarti kau mengejekku. Tapi terserah kalau kamu cerita, silahkan. Pasti tidak