Share

Bab 45

Penulis: Emilia Sebastian
Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.

Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.

Gading dan orang lainnya sontak tercengang.

“Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”

Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.

Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”

“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak.

Adika sebenar
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 410

    Ucapan Abista itu langsung menimbulkan niat membunuh dalam hati Ayu. Dia mengepalkan tangannya dengan erat hingga kuku-kukunya hampir menembus kulitnya. Dia berusaha mengendalikan ekspresinya dengan sekuat tenaga, lalu mengubah amarahnya menjadi kesedihan sebelum dirinya kehilangan kendali.“Kak Abista ....” Ayu berkata dengan suara tercekat, “A ... aku mengerti. Aku tahu bahwa Kak Syakia sebenarnya sangat baik. Dia nggak sejahat yang kakak-kakak lainnya katakan. Makanya, aku nggak berhenti menasihati mereka dari dulu.”“Hanya saja, latar belakangku malah terungkap. Aku juga punya harga diri, Kak. Aku selalu mengingat statusku. Jadi, aku benar-benar nggak melakukan semua itu dengan sengaja. Kak Abista, apa yang harus aku lakukan baru kamu bersedia percaya padaku?”“Sejak bawahanmu menyentuh jasad ibu kami, nggak ada lagi yang perlu dibicarakan di antara aku dan kamu. Kamu mungkin mau bilang orang-orang itu yang bertindak sendiri. Tapi, semua itu nggak ada bedanya lagi bagiku.”Abista m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 409

    “Klontang!”Terdengar suara gerbang dibuka. Abista sendiri yang membuka pintunya. Dalam beberapa waktu terakhir, dia sudah mengusir semua bawahan di area tempat tinggalnya. Dia hanya menyisakan seorang pembantu kepercayaannya yang tidak akan mengkhianatinya untuk mengurus kebutuhannya sehari-hari.“Kapan Kama pulang? Apa yang terjadi padanya dan Kahar?” tanya Abista. Tatapannya saat memandang Ayu sudah tidak lagi dipenuhi kelembutan seperti dulu. Sekarang, yang tersisa hanyalah kedinginan dan ketidakacuhan.Ayu menggigit bibirnya, lalu berlagak sedih sambil berujar, “Kak Abista, kamu begitu benci sama Ayu sekarang? Tapi, Ayu sudah menyadari kesalahan ....”“Jangan ngomong hal-hal itu lagi denganku,” sela Abista dengan kening berkerut. Kemudian, dia berkata dengan nada yang terdengar tidak sabar, “Bukannya kamu bilang sudah terjadi sesuatu pada Kama dan Kahar? Kalau kamu bukan mau ngomong soal itu, pergi saja. Aku bisa tanya sama orang lain.”Sesuai berbicara, Abista hendak langsung men

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 408

    Setelah melihat ekspresi khawatir Ayu dan mendengar ucapannya yang penuh perhatian yang tulus, Ranjana langsung tersenyum lembut.“Ayu nggak usah takut. Trik-trik kecil Syakia itu nggak akan berpengaruh padaku.”“Baguslah kalau begitu. Aku yang terlalu khawatir. Kak Ranjana jelas-jelas begitu pintar, mana mungkin Kakak bisa kenapa-napa.”Ayu paling memahami betapa pentingnya harga diri Ranjana yang menyedihkan itu. Jadi, setelah menunjukkan kekhawatirannya yang “tulus”, dia segera memuji Ranjana.Ranjana tersenyum makin lebar. “Tenang saja. Kamu nggak usah khawatir soal masalah sepele ini. Tapi, aku serius tentang masalah Paviliun Sumbana. Dulu, aku nggak tahu Syakia begitu serakah. Merebut semua mahar Ibu saja nggak cukup, dia juga mau rebut Paviliun Awana dan Menara Phoenix milikmu.”“Sekarang, dia bahkan tidak melepaskan perkebunan Kak Kama dan Kak Kahar. Dia seharusnya juga akan mengincar perkebunanku dan Kak Abista. Jadi, daripada perkebunan itu jatuh ke tangannya, lebih baik aku

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 407

    “Awalnya, kalau Kak Kahar juga tinggal di rumah dengan patuh sepertiku, dia juga seharusnya nggak akan dihukum. Sayangnya, dia malah bertindak begitu gegabah. Dia sudah makin mirip sama Kak Kama. Begitu diprovokasi, dia langsung mau kasih pelajaran ke orang itu.”“Dia nggak tahu bahwa bertindak begitu justru akan masuk ke jebakan Syakia. Makanya, Ayah baru mengurungnya di kamar.”Setelah mendengar penjelasan Ranjana, Ayu baru akhirnya mengerti.“Jadi, Ayah marah bukan karena hal yang kalian perbuat, melainkan karena Kak Kahar tahu jelas bahwa ini adalah provokasi Kak Syakia, tapi dia malah masuk jebakan dan hampir mati?”“Hampir mati?” Ranjana mengangkat alisnya. Dia masih tidak tahu mengenai hal ini.Ayu buru-buru menceritakan semuanya kepada Ranjana. Setelah mendengarnya, dia sontak paham.“Jebakan Syakia ini benar-benar bagus.” Ranjana berkata dengan tenang, “Dari awal, yang diincarnya adalah Paviliun Latana milik Kak Kahar.”Ayu berpura-pura terkejut. “Tapi, apa dia nggak takut Kak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 406

    “Ayah!” Kahar sangat terkejut dan kecewa setelah mendengar ucapan Damar. “Sekarang ... kamu jadi sama dengan Kak Kama dan mau bantu Syakia?”“Coba lihat jelas dulu di mana kamu berada sekarang, lalu pikirkan lagi kata-katamu itu!” Damar benar-benar sangat kecewa pada putranya itu. “Kalau aku benar-benar mau bantu Syakia, buat apa aku bawa kamu kembali? Lebih baik aku biarkan kamu mati di tangannya.”“Tapi, apa maksud Ayah sebenarnya? Kamu larang aku keluar biar aku nggak bisa cari si gadis busuk itu. Bukannya itu karena kamu mau halangi aku untuk dapatkan kembali perkebunanku?”Di dalam nada Kahar yang marah, terkandung sedikit rasa tidak adil. “Itu perkebunan yang diberikan Kakek Buyut untukku! Atas dasar apa kamu kasih perkebunanku ke Syakia!”“Karena kamu terlalu senggang dan selalu buat onar! Lihat saja apa yang sudah kamu dan Ranjana lakukan belakangan ini! Kalian masih belum cukup mempermalukan Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan? Jangan kira aku nggak tahu bahwa kamu dan Ranjana

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 405

    Bagaimanapun juga, Ayu sudah mengincar 4 perkebunan kakak-kakaknya itu dari dulu. Hanya saja, dia masih belum bisa bertindak karena beberapa hal yang terjadi sebelumnya. Tak disangka, Syakia masih belum puas setelah merebut Paviliun Awana dan Menara Phoenix darinya, juga mengincar perkebunan Kahar dan yang lain seperti dirinya. Ayu tidak akan membiarkan wanita jalang itu berhasil!Setelah berpikir begitu, Ayu malah tiba-tiba menyadari ekspresi ayahnya yang terlihat agak aneh.“Ayah kenapa?” Ayu menatap Damar dan bertanya dengan bingung, “Kenapa ekspresi Ayah begitu buruk?”Damar awalnya tidak menjawab. Setelah sesaat, dia baru berkata pada Kahar dengan pelan, “Paviliun Latana milikmu dan Paviliun Cimbara milik Kama sudah didapatkan Syakia.”“Apa?”“Apa?”Kahar langsung berdiri. Namun, karena gerakannya terlalu cepat, tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih pun terhuyung-huyung dan hampir jatuh ke lantai.Ayu langsung membelalak. Dia tidak menyangka Kahar tidak mengecewakannya, tetapi aya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 404

    “Sahana, boleh nggak aku ....”“Nggak boleh.”“Bruk!”Syakia langsung menghantam Kama dengan tongkat kayunya untuk membuatnya pingsan. Untuk berjaga-jaga, dia juga menutupi mata kedua orang itu dan mengikat mereka. Setelahnya, dia baru menyeret mereka dari ruang giok.“Hala,” panggil Syakia.Hala segera muncul di luar kamar Syakia, lalu mendorong pintu dan masuk.“Bawa mereka pergi dan taruh saja mereka di rumah gubuk Kama.”“Baik.”Siang itu, Damar pun menerima kabarnya dan memberi perintah, “Bawa kedua pembangkang itu kemari!”...Ketika Kama dan Kahar tersadar kembali, mereka sudah kembali ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan.“Ayah ....”Kahar yang baru membuka mata dan melihat Damar langsung gembira. Namun, dia malah tiba-tiba ditampar dengan kuat.“Dasar bajingan nggak berguna! Kalau kamu masih berani timbulkan masalah untukku, keluar dari rumah ini bersama Kama, si anak pembangkang itu!”Kali ini, Damar benar-benar marah. Jadi, dia sama sekali tidak mengendalikan kekuatannya.

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 403

    Syakia tersenyum. “Aku nggak ngerti maksud ucapan Tuan Joko.”Joko tertegun sejenak, lalu segera mengerti maksud Syakia. “Maaf, aku yang salah bicara. Yang mau ditanyakan Adipati adalah, apa yang harus dilakukannya agar Putri Suci memaafkan mereka?”Syakia tahu apa tujuan kedatangan Joko. Jadi, Kama dan Kahar pasti ada di tangan Syakia. Namun, ada beberapa hal yang tidak boleh dikatakan dengan terlalu terang-terangan tanpa bukti.“Perkebunan Keluarga Kuncoro sangat bagus, seperti Paviliun Awana.” Syakia menatap Joko dan bertanya, “Dengar-dengar, Tuan Joko juga pernah pergi ke sana. Tuan seharusnya juga berpikiran sama, ‘kan?”Joko terdiam sejenak, lalu mengangguk dan menjawab sambil tersenyum, “Memang sangat bagus.”Setelah menyampaikan kabar ini kepada Damar, Damar tentu saja langsung mengerti. Dia mencibir, “Dulu, aku benar-benar nggak tahu putri pembangkang itu punya ambisi sebesar ini.”Joko menyesap tehnya, lalu melirik Damar. “Dengar-dengar, kalian pernah rebut Paviliun Awana dan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 402

    “Nggak mungkin! Selama kita masih di ibu kota, nggak peduli betapa jauhnya itu, Ayah nggak mungkin nggak temukan tempat ini! Kak Kama, jangan bohongi aku lagi. Aku tahu kamu mau bantu Syakia dapatkan Paviliun Latana dariku, ‘kan? Tapi, itu perkebunanku dan diberikan Kakek Buyut kepadaku! Kenapa aku harus memberikannya pada Syakia!”“Karena kita juga pernah merebut perkebunannya!” bentak Kama dengan suara yang lebih kuat dari suara Kahar. Kama memegang kepalanya dan lanjut berkata dengan penuh penderitaan, “Kamu sudah lupa? Dulu, kita yang duluan rebut Paviliun Awana dan Menara Phoenix dari Syakia karena Ayu bilang dia menginginkannya.”Kahar menunjukkan ekspresi kaku tanpa mengatakan apa-apa.Pada akhirnya, Kama berkata dengan tidak berdaya, “Sebagai kakak keduamu, kamu sudah harus bersyukur karena aku nggak permasalahkan apa yang kamu dan Ranjana lakukan terhadapku. Sekarang, ini juga terakhir kalinya aku menasihatimu. Nggak peduli apa yang kamu pikirkan, pokoknya aku sudah buat kepu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status