Ayu menangis dengan sangat menyedihkan. Wajah kecilnya dibasahi air mata dan matanya memerah. Dia mengulurkan tangan kecilnya untuk menarik ujung pakaian Kama dengan pelan. Dia mengangkat sedikit kepalanya dan menatap Kama dengan berlinang air mata.Ayu bersikap seperti dirinya benar-benar sudah menyadari kesalahannya, benar-benar takut, dan benar-benar sedang meminta Kama memaafkannya.Namun, apa sebenarnya yang dipikirkannya adalah, 'Aku sudah berusaha keras bersandiwara. Kama pasti akan tertipu olehku!'Ayu sangat yakin akan hal ini. Dia tidak percaya bahwa hati Kama bisa sekeras batu. Melihatnya seperti ini, bagaimana mungkin Kama sama sekali tidak tergoyahkan?Namun, pada detik berikutnya ...."Plak!"Tiba-tiba terdengar suara pukulan di rumah gubuk itu. Kama tentu saja tidak menampar Ayu. Sebaliknya, dia menepis tangan Ayu yang sedang mencengkeram pakaiannya itu tanpa menunjukkan belas kasihan.Ekspresi Kama terlihat sangat dingin. Dia menatap tampang sok kasihan Ayu, lalu berkat
Hanya saja, saat itu Ayu tidak berada di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan, melainkan di pengadilan kekaisaran. Oleh karena itu, Ayu baru berhasil melarikan diri. Sebaliknya, semua kemarahan itu justru dilampiaskan kepada Kahar?Namun, sejak awal, Cempaka sebenarnya tidak berpikir untuk meminta Kahar memilih di antara keduanya. Siapa suruh Kahar berulang kali melindungi Ayu di hadapan Cempaka? Masih mending apabila Kahar hanya melindungi Ayu, tetapi dia juga berani menghina Syakia di hadapannya. Bagaimana mungkin Cempaka menoleransi hal ini?Jadi, Cempaka baru memberikan pilihan ini. Jawaban dari soal pilihan ganda ini membuat Kahar menderita, juga membuat Cempaka kecewa.Kama bertanya, "Jadi, kamu akhiri pertunangan dengannya? Hanya karena dia mau kamu pilih antara dirinya dan Ayu, lalu kamu pilih Ayu?"Jika memang benar demikian, Kama merasa itu sangat konyol. Untungnya, adiknya itu masih belum sepenuhnya tidak tertolong.Kahar menggeleng. "Nggak, aku nggak setuju. Awalnya, aku sam
"Ka ... kamu lagi bohongi aku?" tanya Kama dengan ragu.Kahar terkekeh. Ada ketidakrelaan yang terpancar di matanya. "Aku justru berharap ini cuma kebohongan belaka. Sayangnya, ini kenyataan." Kama mengernyit dan bertanya dengan bingung, "Kenapa?"Kahar menjawab dengan acuh tak acuh, "Gara-gara Syakia."Kerutan di kening Kahar makin dalam. "Apa hubungannya ini dengan Syakia?""Tentu saja ada. Gimanapun, dialah yang memaksaku untuk akhiri pertunangan dengan Cempaka," ujar Kahar dengan geram. Dia ingin sekali bergegas naik gunung dan menyerbu Kuil Bulani untuk menghajar Syakia demi melampiaskan kebenciannya."Nggak mungkin." Kama berujar tanpa ragu, "Jangan coba-coba bohongi aku. Dengan hubungan antara Syakia dan Cempaka, kecuali Cempaka sendiri yang mau akhiri pertunangan ini, Syakia nggak mungkin melakukannya."Ucapan Kama memang tepat. Berhubung begitu akurat, ekspresi Kahar pun menjadi makin muram. Memang Cempaka yang ingin mengakhirinya, tetapi ...."Kalau bukan karena Syakia, mana
"Apa katamu?" Kama yang seharian tinggal di kaki Gunung Selatan dan bekerja di desa pun terbelalak begitu mendengar ucapan Kahar. Dia menyahut dengan tidak percaya, "Apa yang terjadi dengan Kak Abista? Kenapa dia tiba-tiba jatuh sakit dan bahkan sakit parah?"Abista jelas-jelas sehat saja, bagaimana mungkin dia hampir mati? Tunggu! Kama tiba-tiba teringat terakhir kali dia bertemu Abista di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan. Saat itu, raut wajah Abista memang sangat buruk, seperti sedang sakit. Jadi, apakah Abista sudah sakit dari saat itu sehingga dia terlihat begitu menakutkan?"Cepat ngomong! Kak Abista sakit apa?" tanya Kama dengan cemas sambil menarik kerah baju Kahar. Dia langsung mengabaikan Ayu. "Aku juga nggak tahu!" Kahar buru-buru menjawab, "Ayah nggak kasih tahu kami dari awal. Cuma Ayah dan Tabib Iwan yang tahu keadaan Kak Abista yang sebenarnya. Kak Kama, kalau mau tahu, tanya saja pada Ayah atau Tabib Iwan." Namun, Kahar tahu bahwa Kama pasti tidak akan bertanya pad
Setelah mendengar ucapan itu, Kama melirik Ayu. Tatapan segalak itu pun membuat Ayu takut, juga makin marah.Ini semua salah Syakia. Jika bukan karena Syakia, Kama tidak mungkin berubah menjadi seperti ini! Perlu diketahui bahwa Kama yang dulu sama sekali tidak berani bersikap seperti ini terhadap Ayu. Setiap Kama berani meninggikan suaranya sedikit saja, Kama akan langsung terkejut dan bersikap patuh begitu Ayu memasang tatapan sedih.Sekarang, bidaknya yang begitu patuh dan berguna sudah menjadi milik Syakia. Wajar saja Ayu merasa marah. Dia menggertakkan giginya dengan pelan, lalu terlihat secercah cahaya melintasi matanya. Namun, tidak apa-apa. Ayu merasa kali ini juga merupakan kesempatannya. Jika bisa memenangkan kembali Kama, dia bisa mendapatkan kembali bidaknya yang berguna ini. Meskipun gagal memenangkan Kama kembali, bukankah dia memiliki sesuatu yang lebih berguna?Gara-gara Abista, Ayu tidak lagi berani menggunakan bunga-bunga itu di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan. S
Jika itu dulu, Kahar pasti akan langsung pergi tanpa ragu. Namun, dia tidak bisa berbuat begitu sekarang. Selain tidak bisa pergi, dia dan Ayu juga harus menebalkan muka untuk lanjut tinggal di tempat ini. Jika tugas kali ini gagal, ayah mereka mungkin benar-benar tidak akan memberi mereka kesempatan lagi. Jadi, baik itu demi dirinya sendiri atau Ayu, dia harus bersabar.Kahar akhirnya menggertakkan giginya dan menekan amarahnya. Setelah mengendalikan emosinya, dia berbicara lagi, "Maaf, Kak Kama. Aku yang nggak sopan tadi. Kamu ... jangan marah padaku, ya."Melihat Kahar yang seperti itu, Ayu juga tersadar. Dia mengatupkan bibir dan ikut menunduk seperti Kahar sambil berujar, "Kak Kama, ini bukan salah Kak Kahar. Ayu yang terlalu manja. Tapi Ayu bisa memakannya kok!"Untuk membuktikannya, Ayu bahkan menekan rasa jijiknya dan menggigit kue itu dengan mata tertutup. Akibatnya, gigitan ini hampir membuat giginya copot. Kue ini benar-benar terlalu keras!Ayu hampir menangis karena giginya