"Nggak apa-apa, hadiah itu memang berhubungan dengan burung merak."Panji yang bertampang muram menutup keempat kotak hadiah itu dengan sangat kuat sehingga menimbulkan suara yang nyaring. Bisa dibayangkan betapa marahnya calon pewaris Keluarga Darsuki itu saat ini.Siapa pun yang menerima hadiah seperti ini di upacara pernikahannya pasti akan marah. Namun, putri Keluarga Panjalu yang memberikan hadiah itu malah begitu licik. Sebelum membuka kotak hadiah, dia mengucapkan banyak kata-kata baik tentang merak, bahkan mendoakan Panji dan Ayu memiliki hubungan yang langgeng.Di permukaan, Laras sama sekali tidak bersalah. Jika dia dimarahi hanya karena kesalahan kecil dalam pemilihan warna, yang akan disalahkan adalah tuan rumah. Panji tidak bisa mempermasalahkan ketiga hadiah lainnya, tetapi dia dapat mempermasalahkan sepasang sepatu yang robek itu. Masalahnya, insiden mengenai dirinya yang tidur dengan Ayu merupakan rumor terhangat saat ini. Jika dia mempermasalahkan sepatu itu, yang a
Ayu berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan nada sinisnya, tetapi Syakia masih bisa merasakan kegelisahannya. Dia pun mengangkat alisnya dan tersenyum sambil berkata,"Hadiah pernikahan yang kusiapkan cukup istimewa. Kalau aku menunjukkannya sekarang, aku khawatir Nyonya Pendamping ingin langsung pergi.""Jadi, mari kita lihat dulu hadiah pernikahan yang kusiapkan untuk Nyonya Pendamping," ujar Cempaka.Mendengar mereka yang berulang kali memanggilnya "Nyonya Pendamping", amarah Ayu langsung memuncak. Setelah menepis tangan Panji, dia merendahkan suaranya dan bertanya kepada Ratih dengan tidak sabar, "Dia sudah tiba?"Ratih berbisik, "Sebentar lagi."Cempaka tidak peduli apakah Ayu setuju atau tidak. Begitu selesai berbicara, dia langsung melambaikan tangannya. Para pengawal segera mengeluarkan "hadiah pernikahan" yang telah dia siapkan. Barang-barangnya sudah dikeluarkan, tetapi seseorang bersikeras untuk berebutan dengannya ...."Ini ....""Ini hadiah dariku untuk Tuan Panji dan
Laras? Bukan hanya Cempaka dan Syakia yang mengenali suara Laras, Ayu juga. Dia berbalik dan bertanya pada Panji, "Kenapa Laras ada di sini?"Namun, Panji malah terlihat bingung. "Laras yang mana? Dia bukan Laras."Ayu bertanya dengan heran, "Siapa lagi dia kalau bukan Laras?"Ayu mendengar suara itu dengan jelas. Itu jelas-jelas adalah suara Laras. Dia tidak mungkin salah. Akan tetapi, Panji masih menggeleng dan menyahut, "Kamu nggak tahu? Laras sudah meninggal beberapa waktu lalu. Keluarga Panjalu bahkan sudah menyelesaikan pemakamannya.""Meninggal? Mana mungkin?"Jika Laras sudah meninggal, siapa orang yang baru saja berbicara itu? Ayu hampir membuka kerudungnya untuk melihat.Sementara itu, Panji melanjutkan penjelasannya, "Dia benar-benar bukan Laras, melainkan Dian Panjalu, putri ketiga Keluarga Panjalu yang baru saja dijemput pulang beberapa waktu lalu. Konon, dia itu putri sah Tuan Bima yang telantar di luar sejak kecil. Dia nggak ada hubungan apa pun dengan Laras."Dian, Lar
Dulu, Ayu hampir menjadi selir pertama Kaisar. Semua orang di ibu kota mengetahui hal ini. Kemudian, dia malah diusir dari istana dan alasannya juga diketahui semua orang.Sekarang, Ike malah mengungkit masa lalu dan dalam situasi ini. Itu tidak ada bedanya dengan langsung menampar Ayu di depan umum.Di balik cadarnya, Ayu begitu geram hingga hampir menggertakkan giginya. Jika bukan karena ingin menghindar dari menikahi cendekiawan malang terkutuk itu, dia tidak akan datang ke Kediaman Keluarga Darsuki untuk menerima penghinaan seperti ini!Dulu, Ike yang begitu tidak tahu malu dan mencoba menjalin hubungan baik dengannya. Ike bahkan berulang kali mengisyaratkan bahwa Panji ingin menikahinya! Kini, dia hanya kehilangan status sebagai anak angkat Keluarga Angkola, tetapi perempuan tua jalang ini malah berani memperlakukannya seperti ini!Ternyata semua orang di Keluarga Angkola memang jahat, termasuk ayahnya yang tak berperasaan itu! Namun, jangan kira ini akan membuatnya mundur. Dia su
"Ck, apa maksud tatapan Panji? Jijik sekali. Apa dia kira, kamu datang kemari karena masih menyukainya?"Sebelum Syakia menyadarinya, Cempaka sudah terlebih dahulu menyadari tatapan Panji. Ketika melihat tampang Panji, dia langsung menunjukkan ekspresi jijik. Syakia tidak ingin merasa jijik. Jadi, dia yang pada dasarnya memang tidak berniat untuk menatap Panji pun makin tidak ingin menoleh ke arah itu.Untung juga Syakia tidak melirik ke arah mereka. Jika tidak, dia akan menemukan bahwa ketika Panji memimpin Ayu melakukan penghormatan teh, dia tidak berhenti melirik Ayu dan dirinya dengan penuh perhatian. Panji terlihat begitu serakah, ibarat sedang menikmati makanan yang ada di piringnya dengan puas, tetapi masih tidak berhenti melirik isi panci.Awalnya, pandangan Ayu terhalang oleh kerudung sehingga dia tidak melihat tindakan Panji. Akan tetapi, gerakan Panji yang tidak berhenti melirik ke belakang membuat Ayu mengerutkan kening.Ayu yang padanya sudah tidak senang pun berbisik, "
Jadi, tidak peduli apakah Ike bersedia atau tidak, posisi terbaik di meja utama harus diberikan kepada Syakia. Syakia pun duduk tanpa ragu. Selanjutnya, Cempaka juga duduk di sebelah Syakia tanpa merasa sungkan."Hei, kamu ...."Ketika melihat tindakan Cempaka, Ike mengerutkan kening dan ingin mengatakan sesuatu. Namun, Joko tiba-tiba melangkah maju, lalu menarik lengan Ike dan memberinya isyarat mata secara diam-diam."Kenapa? Aku nggak boleh duduk di sini?" tanya Cempaka dengan tersenyum sambil memandang pasangan itu.Joko segera menggeleng dan menjawab, "Nggak, Nona Cempaka sudah datang jauh-jauh, juga merupakan teman terbaik Putri Suci. Semua pengunjung adalah tamu, kamu tentu saja boleh duduk di sana."Ike yang masih belum mengetahui sesuatu tidak mengerti isyarat Joko tadi, tetapi tahu bahwa Joko tidak mungkin melakukannya tanpa alasan. Jadi, meskipun merasa kurang senang, Ike tetap mengendalikan amarahnya.Setelah Joko menyapa Syakia dan yang lain, Ike baru menariknya berjalan k