Share

Bab 8

Author: Emilia Sebastian
Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.

Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.

Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.

Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada Ayu tanpa ragu.

“Ayu, semoga kecantikanmu tetap abadi dan senyumanmu nggak pernah pudar.”

“Terima kasih Kak Abista, Kak Kama, Kak Kahar, Kak Ranjana, Kak Panji. Bunga dari kalian benar-benar cantik! Aku sampai kewalahan karena dapat bunga sebanyak ini,” ujar Ayu dengan suara yang manis.

Panji dan yang lainnya mengelilingi Ayu. Ada yang mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang, ada yang memberikan hadiah yang sudah disiapkan dari dulu. Berhubung ada banyak orang yang memberi bunga kepada Ayu, Kama pun terdorong ke belakang dan tidak sengaja menyenggol Syakia.

Kama menoleh ke arah Syakia. Begitu melihat Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, dia mencibir, “Kamu nggak usah cemburu. Ayu dapat begitu banyak bunga karena dia polos dan baik hati. Andaikan kamu punya sedikit sifat baiknya, kamu juga nggak mungkin sama sekali nggak dapat bunga. Jadi, introspeksilah dirimu baik-baik.”

“Terima kasih atas perhatian Kak Kama. Tapi, aku nggak perlu introspeksi diri. Aku merasa aku sudah cukup baik,” jawab Syakia sambil tersenyum acuh tak acuh.

Hari ini, waktu yang terbuang sudah cukup banyak. Alasan kenapa Syakia masih berdiri di sini hanya karena ingin menunggu Panji membatalkan pernikahan. Mereka. Namun, pria itu sepertinya sudah nyaris melupakan hal ini karena sibuk memberikan bunga kepada Ayu.

Kesabaran Syakia mulai menipis. Dia akhirnya memutuskan untuk “mengingatkan” Panji.

“Ayah, upacara ini sudah berakhir. Kalau kalian nggak butuh aku lagi, aku kembali saja ke kamarku,” ujar Syakia sambil menoleh ke arah Damar tanpa peduli pada Kama lagi.

Sesuai dugaan, begitu mendengar Syakia ingin pergi, Panji yang dari tadi hanya memperhatikan Ayu tiba-tiba menoleh. “Tunggu! Kamu masih belum boleh pergi. Ada hal penting yang mau kusampaikan padamu!”

‘Akhirnya dia ingat juga,’ gumam Syakia dalam hati.

Panji memelototi Syakia, lalu menangkupkan tangannya pada Damar dan berkata dengan suara lantang, “Paman, hari ini, aku mau minta Paman untuk bantu aku tangani masalah pernikahanku.”

Begitu mendengar ucapan Panji, semua orang mengira Panji ingin mendiskusikan tanggal pernikahan dan akhirnya menikahi Syakia.

Ayu sontak merasa panik karena tidak ingin Panji direbut oleh Syakia. “Kak Panji ....”

Panji dapat melihat kepanikan yang terpancar dari mata Ayu. Dia pun merasa sangat gembira. Ternyata Ayu memang mencintainya, makanya Ayu baru khawatir dia akan menikahi Syakia. Sebenarnya, dia juga mencintai Ayu. Oleh karena itu, dia tidak akan menikahi Syakia. Hanya ada satu orang yang ingin dinikahinya.

Panji mengelus kepala Ayu dengan penuh kasih sayang dan berkata, “Ayu, tenang saja. Aku akan kasih kamu sebuah kejutan.”

Seusai berbicara, Panji menatap Damar tanpa rasa takut sedikit pun dan berujar dengan lantang, “Hal pertama, aku mau batalkan pernikahanku dengan Syakia!”

“Kurang ajar!”

“Panji!”

Begitu mendengar ucapan Panji, semua tamu pun tercengang. Di sisi lain, mata Ayu langsung berbinar, sedangkan Damar menatap Panji dengan dingin dan menunjukkan ekspresi marah.

Ike memahami sifat kakaknya dan buru-buru menarik tangan putranya. “Panji, kalau ada yang mau kamu katakan, kita bicarakan saja nanti. Ini hari upacara kedewasaan kedua adikmu. Jangan bertindak seenaknya di sini!”

Meskipun Ike juga tidak menyukai Syakia, pernikahan Panji dan Syakia juga tidak bisa dibatalkan seperti ini. Membatalkan pernikahan di depan umum setara dengan mempermalukan semua orang dari Kediaman Adipati!

Namun, Panji tetap keras kepala. Dia menepis tangan Ike dan berkata, “Ibu, kamu nggak usah bujuk aku lagi. Aku sudah pikirkan semuanya dengan baik.”

Kama yang sudah tidak tahan lagi langsung berseru marah, “Panji, seburuk apa pun Syakia, dia itu tetap adik yang tumbuh besar bersamamu. Kamu dan dia sudah sangat dekat dari kecil. Apa kamu harus mempermalukannya dan Keluarga Angkola di saat-saat seperti ini!”

Kama bukan ingin melindungi Syakia. Dia hanya merasa Panji sama sekali tidak menghormati Keluarga Angkola.

“Kak Kama, aku bukan mau permalukan Keluarga Angkola. Aku cuma nggak mau habiskan sisa hidupku bersama wanita sejahat dan pencemburu seperti Syakia! Jadi, nggak peduli apa yang kalian katakan, aku tetap akan batalkan pernikahan ini hari ini!”

Panji juga tahu membatalkan pernikahan di depan umum seperti ini akan mempermalukan Keluarga Angkola. Namun, dia tidak menyesal.

Di sisi lain, Ayu merasa sangat gembira. Setelah Panji membatalkan pernikahan dengan Syakia, bukankah dia sudah memiliki kesempatan? Dinilai dari sikap Panji biasanya, dia pasti akan menjadi nyonya rumah Kediaman Pangeran Darsuki!

Namun, meskipun sudah bisa memastikan hal ini, Ayu masih harus mempertahankan citra sebagai adik yang “baik hati dan polos”. Setelah memikirkan hal ini, dia pun menekan kepuasannya dan berpura-pura membujuk Panji.

“Kak Panji, Kak Syakia memang pernah buat salah. Tapi, sikapmu terhadapnya ini juga agak keterlaluan. Gimanapun, Kak Syakia begitu menyukaimu. Gimana kalau kamu maafkan Kak Syakia demi aku?”

Setelah mendengar ucapan “Kak Syakia begitu menyukaimu”, Panji sontak kaget. Benar juga! Untung saja Ayu mengingatkannya.

Hari ini, Panji harus membatalkan pernikahan ini dengan cara apa pun. Namun, dia juga khawatir Syakia akan lanjut mengganggunya kelak. Oleh karena itu, dia harus memupuskan semua harapan Syakia.

Panji menoleh ke arah Syakia dan memberi peringatan, “Syakia, ini semua akibat perbuatanmu sendiri. Meski mati, aku juga nggak akan menikahimu. Jadi, sebaiknya kamu setujui hal ini. Demi menghormati Keluarga Angkola, aku akan menyetujui satu syarat yang kamu ajukan.”

“Tapi, sebaiknya kamu jangan serakah. Aku hanya akan menikahi seorang wanita seumur hidupku. Orang itu bukan kamu dan aku nggak akan terima selir!”

Panji seolah-olah ingin mengatakan bahwa Syakia tidak mungkin menjadi istri sahnya dan lebih tidak mungkin menjadi selirnya. Bagaimanapun juga, dia tahu bahwa Syakia sangat menyukainya. Jika tidak, Syakia juga tidak akan lengket dengannya selama bertahun-tahun.

Panji memang sudah setuju untuk menyetujui satu syarat yang diajukan Syakia. Namun, bagaimana jika Syakia meminta dirinya menerimanya sebagai selir dengan syarat itu? Jadi, dia harus terlebih dahulu memperingati Syakia untuk tidak bermimpi di siang bolong.

“Hehe.” Syakia yang dari tadi menyaksikan pertunjukan mereka dalam diam akhirnya tertawa. Dia melirik Ayu yang menatapnya dengan penuh provokasi dan bangga, lalu tersenyum lagi.

“Oke. Aku setuju. Tapi, kamu juga bilang akan setujui satu syarat yang kuajukan, ‘kan?”

“Benar.” Panji melipat kedua tangan di depan dada dan berkata dengan sombong, “Selama itu bukan permintaan untuk masuk ke Kediaman Pangeran Darsuki, aku akan setujui apa pun permintaanmu.”

“Baguslah. Berhubung begitu, kamu bersumpah saja di hadapan semua orang ....” Syakia tersenyum makin lebar. Berhubung orang-orang ini begitu suka menantangnya, dia ingin tahu siapa yang akan terlebih dahulu merasa panik.

“Katakan saja kamu nggak akan menikahi wanita bermarga Angkola mana pun seumur hidupmu.”

Begitu mendengar ucapan Syakia, ekspresi Panji dan Ayu langsung berubah.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 450

    “Emm, selain para petani, pekerjakan juga beberapa pengawal di setiap tempat. Setelahnya, kalau masih ada yang berani datang untuk menghancurkan ladang obat seperti sebelumnya, nggak peduli siapa pun itu, langsung tangkap mereka dan kirim mereka ke pengadilan.”“Baik. Nona tenang saja. Aku sudah pilih kelompok orang pertama. Mereka semua akan segera ditugaskan.”Efisiensi kerja Yanto sangat baik.Setelah mendengar semua laporan dari Yanto, Syakia berpura-pura masuk ke dapurnya, lalu menjinjing keluar sebuah ember.“Ember ini berisi cairan obat yang kuracik. Setelah diencerkan, siramlah ke semua ladang obat. Obat ini bisa meningkatkan peluang hidup dan khasiat obat herbal.”Setengah dari isi ember kayu itu adalah air spiritual dari sungai dalam ruang giok. Demi menyembunyikan jejaknya, Syakia sengaja meracik cairan obat yang dapat menjaga kesegaran tanaman. Setelah mencampurkannya dengan air spiritual, warnanya pun berubah menjadi hijau tua dan sama sekali tidak terlihat mencurigakan.“

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 449

    “Ucapanmu benar-benar nggak masuk akal!” Abista menatap Ranjana dengan tidak percaya. “Apanya yang memperlakukanmu layaknya orang normal? Siapa di antara kami yang nggak memperlakukanmu layaknya orang normal?”“Lagian, kalau Syakia memang merasa risih padamu, mana mungkin dia menjagamu selama itu? Meski dia nggak berjasa, dia juga sudah banyak berkorban! Tapi, semua itu tetap nggak bisa menukar sedikit pun perasaan darimu?”“Sudah kubilang, aku nggak membencinya. Tapi, cuma sebatas itu. Itu juga karena aku menghargai usahanya merawatku selama ini,” ujar Ranjana dengan acuh tak acuh. Nadanya terdengar bagaikan sedang memberi belas kasihan.Abista tidak dapat mendengarnya lagi. “Kamu benar-benar ... benar-benar nggak tertolong lagi!”Berhubung sangat marah, Abista langsung mengibaskan lengan pakaiannya dan langsung pergi.“Kak, obatmu ...,” seru Ranjana.Sayangnya, Abista sudah berjalan keluar dengan cepat dan meninggalkan area tempat tinggal Ranjana tanpa menoleh lagi.Ranjana memegang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 448

    Ranjana menjawab dengan acuh tak acuh, “Aku cuma nggak taruh perasaan apa pun padanya. Memangnya ada peraturan di keluarga ini yang mengharuskan bahwa sesama saudara harus punya perasaan yang mendalam?”Tentu saja tidak ada peraturan seperti itu. Namun, sikap Ranjana terhadap Syakia dulu tidak begini. Abista yang merasa ada kesalahpahaman di antara mereka pun hendak mengorek masalahnya.Abista lanjut bertanya, “Apa ada yang dilakukan Syakia? Atau ada rumor apa yang kamu dengar?”Ranjana yang merasa agak kesal menghentikan gerakan tangannya lagi.“Baiklah, berhubung Kakak bersikeras mau tahu, aku akan memberitahumu. Tapi, aku cuma akan mengatakannya sekali. Kelak, jangan pernah ungkit hal ini lagi di depanku.”“Oke, katakanlah,” jawab Abista sambil mengangguk.Ranjana berujar dengan tenang, “Dulu, sikapku terhadap Syakia memang nggak begini. Gimanapun, waktu itu, aku sering sakit dan dia yang selalu menjagaku. Secara logika, hubungan di antara kami seharusnya lumayan bagus. Sayangnya, a

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 447

    Ranjana mendongak dan meliriknya sejenak sebelum menjawab, “Iya, Ayu memberikannya padaku 2 hari lalu.”Kemudian, Ranjana menyadari sesuatu dan bertanya sambil menatap Abista, “Ayu juga memberikannya pada Kakak?”Abista mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa lagi.Setelah menyadari sikap dingin Abista terhadap Ayu, Ranjana pun bertanya, “Kak, Ayu memang sudah melakukan kesalahan. Tapi, dia sudah menyadari kesalahannya.”Abista memandang pot bunga itu sambil menjawab dengan acuh tak acuh, “Mungkin saja.”“Bukan mungkin, tapi benar.”Ranjana menghentikan gerakannya dan lanjut berkata, “Kak, Ayu pada dasarnya sangat polos. Apalagi, dia juga tumbuh besar di luar. Wajar saja dia berbuat salah. Bukankah yang penting dia menyesal dan mengoreksi diri? Buat apa Kakak permasalahkan hal itu dengannya?”“Polos?” Setelah mendengar ucapan itu, Abista menoleh dan bertemu pandang dengan Ranjana. “Ranjana, kamu benar-benar merasa Ayu polos?” tanya Abista sambil menatap mata Ranjana lekat-lekat.Ranja

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 446

    Setelah melihat pemikiran Ayu akhirnya terbuka juga, Damar baru mengangguk pelan. “Emm. Lakukanlah sesuai perintahku. Untuk sementara, jangan cari masalah dengan Syakia lagi. Ketika waktunya sudah tepat, apa kamu masih perlu takut nggak bisa balaskan dendammu?”“Emm! Ayah, terima kasih atas bimbinganmu!”“Ranjana, bantulah adikmu dengan baik. Kuserahkan hal ini pada kalian. Ini kesempatan terakhir kalian. Kalau kalian membuat masalah lagi, jangan salahkan aku bertindak kejam.”“Baik, Ayah!”...Setelah meninggalkan tempat tinggal Ayu, Ranjana berjalan kembali ke tempat tinggalnya sambil berpikir. Tepat pada saat ini ....“Duk!”“Hk!”“Sakit sekali!”Ranjana menabrak seseorang, lalu tubuhnya yang lemah langsung jatuh ke belakang. Untungnya, jatuhnya ini tidak serius. Begitu mendongak, dia melihat orang yang ditabraknya ternyata adalah Abista.“Kak Abista? Kamu nggak apa-apa, ‘kan? Tadi, aku lagi mikirin sesuatu, jadinya nggak perhatikan jalan.”Ranjana bangkit dari lantai, lalu mengulur

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 445

    “Mana mungkin!” Ranjana masih tidak percaya.Damar langsung berkata dengan kesal, “Kalau nggak percaya, pergi sendiri ke Paviliun Awana. Sekarang, ladang-ladang obat itu sudah ditanam lagi dengan berbagai macam obat herbal.”Ekspresi Ranjana langsung menjadi sangat suram. Dia awalnya mengira dirinya sudah berhasil membalikkan sedikit situasinya dalam perihal ladang obat. Tak disangka, dia masih tetap kalah. Apa Syakia juga memiliki kitab racun Raja Racun Tabib Hantu?Ekspresi Ayu juga sama jeleknya dan mengumpat dalam hati, ‘Kenapa si penyakitan ini tetap begitu nggak berguna?’Sebelumnya, demi membuat Ayu gembira, Kahar sudah menceritakan apa yang dikatakan Ranjana padanya kepada Ayu. Namun, apa gunanya Ranjana begitu percaya diri dan mengatakan bahwa selain Raja Racun Tabib Hantu sendiri yang menawarkan racun itu, tidak akan ada orang yang bisa menyelamatkan ladang obat Syakia? Bukankah Syakia berhasil menyelesaikan masalah ini dengan mudah? Apa mungkin benar-benar ada Raja Racun Ta

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 444

    Selain itu, Syakia juga membeli beberapa ladang.Setelah membacanya, Ranjana menatap Damar dengan bingung. “Ayah, buat apa Syakia beli begitu banyak benih dan bibit obat herbal? Bukankah dia sudah menanami seluruh lahan di Paviliun Awana dengan obat herbal? Kenapa dia masih lanjut menanam?”Damar mencibir, “Kalian masih belum mengerti? Otak kalian memang nggak seencer otak Syakia. Pantas saja kalian selalu kalah darinya.”Kemudian, Damar lanjut menjelaskan dengan acuh tak acuh, “Dengan status dan reputasi Syakia sekarang, posisinya sebagai putri suci mungkin bisa dipertahankan dan berkembang pesat dengan mengandalkan sedikit keberuntungan dan kebetulan.”“Namun, itu nggak akan bisa bertahan lama. Bagaimanapun, dia bukan benar-benar punya kemampuan luar biasa. Jadi, dia harus cari cara untuk pertahankan reputasinya sebagai putri suci.”“Dinilai dari beberapa tindakannya sebelumnya, Syakia jelas memilih jalur pengobatan dan ingin dikenal sebagai putri suci yang menyelamatkan dunia dengan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 443

    Dalam sekejap, Ranjana langsung berkeringat dingin. Namun, dia juga merasa lega. Setidaknya, Ayu tidak kenapa-napa.Ranjana menoleh ke arah Damar, lalu memaksakan seulas senyum dan berkata, “Ayah, maaf. Tadi, aku mencium bau darah dan langsung panik, makanya aku salah bicara.”“Kamu bukan salah bicara, melainkan mengucapkan kata dari hati,” dengus Damar.Jangan kira Damar tidak tahu bahwa di antara keempat putranya, putranya yang sakit-sakitan ini adalah orang yang paling tidak berperasaan. Ranjana tidak menaruh banyak perasaan pada saudara-saudaranya, bahkan ayahnya sendiri. Hanya saja, setelah Damar membawa pulang putri bungsunya itu, Ranjana malah sangat perhatian padanya.Namun, Damar juga tidak peduli. Baginya, putranya yang lemah itu sama sekali tidak berguna. Di matanya, hanya ada satu orang yang layak menjadi penerusnya. Dia sudah cukup puas apabila ketiga putranya yang lain bisa menjaga sikap mereka.Damar berjalan melewati Ranjana, lalu duduk di kursi. Kemudian, dia menyuruh

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 442

    Berhubung masalah ini sudah melibatkan Ayu, Damar yang awalnya tidak berencana untuk peduli akhirnya membawa sejumlah uang ke kantor pemerintahan gubernur. Siapa sangka, setelah tiba di sana dan hasil perhitungannya keluar, total harga barang curian Wandi mencapai lebih dari 10 ribu tael.“Apa saja sebenarnya barang yang dicuri bajingan itu? Kenapa hasil perhitungannya begitu banyak?”Sigra melirik Damar dengan ekspresi campur aduk. Tatapan itu langsung membuat hati Damar diliputi firasat buruk.Sesuai dugaan, Sigra menjawab, “Orang ini namanya Wandi Wijaya. Sebelumnya, putri bungsumu mengaturnya untuk jadi pengelola Menara Phoenix. Belakangan ini, pemilik Menara Phoenix sudah berubah. Pemilik baru menemukan bahwa orang ini punya karakter buruk, juga bertangan panjang. Makanya, dia langsung dipecat.”“Siapa sangka, Wandi memanfaatkan ketidakhadiran pemiliknya dan bersikeras tinggal di Menara Phoenix dengan mengandalkan statusnya sebagai kerabat jauh keluarga kalian. Dia bahkan mencuri

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status