Share

Bab 7

Author: Emilia Sebastian
Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.

Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah.

Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....

“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”

Syakia menoleh ke arah datangnya suara.

Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.

Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masalah dengan Syakia mau tak mau harus kembali ke tempatnya.

Syakia berjalan naik ke panggung dengan ekspresi datar. Begitu naik ke panggung, Ayu tersenyum indah dan merangkul tangannya untuk berlagak dekat dengannya.

“Kak Syakia, kenapa kamu cari baju ganti selama ini? Ayah sudah menunggumu cukup lama.”

“Cari baju ganti?” Damar melirik Syakia.

Sebelum Syakia sempat menjawab, Ayu sudah terlebih dahulu menceritakan tentang Syakia yang menggunting pakaian resminya. Seusai bercerita, dia menghela napas dan menambahkan, “Haih, aku yang salah dan nggak bisa bujuk Kak Kama. Kalau nggak, Kak Syakia nggak akan gunting pakaian resminya karena marah.”

Menyebalkan sekali! Ayu sengaja mengungkit masalah ini untuk menimbulkan masalah baru baginya? Syakia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Setelah membiarkan Damar menatapnya beberapa detik, dia baru berujar dengan tidak sabar, “Upacara ini mau dimulai atau nggak? Kalau Ayah dan Ayu nggak mau aku lanjutkan upacara ini, aku akan pergi. Sudah bisa?”

Di luar dugaan, nada Syakia terdengar jengkel, sedangkan sepasang alisnya yang indah berkerut erat dan ekspresinya terlihat kesal.

Bahkan Ayu juga melongo sejenak setelah mendengar ucapan Syakia. Dia tidak menyangka Syakia begitu bernyali hingga berani berbicara dengan nada seperti itu dengan ayah mereka. Apa Syakia tidak takut Damar akan langsung mengusirnya dari upacara ini?

Namun, Syakia memang tidak takut. Bagi semua gadis di Dinasti Minggana, upacara kedewasaan merupakan salah satu upacara terpenting dalam hidup mereka. Jadi, semua gadis sangat menantikan hari ini.

Hanya saja, mungkin karena penghinaan yang diterima Syakia di upacara kedewasaan kehidupan lalu sudah meninggalkan trauma yang mendalam, dia pun merasakan penolakan dan kejengkelan yang tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata begitu naik ke panggung.

“Nggak usah. Lanjutkan saja upacaranya.” Damar mengalihkan perhatiannya, lalu berkata dengan acuh tak acuh, “Berhubung nggak ada pakaian resmi, kita langsung mulai saja upacaranya. Semua orang harus tanggung akibat perbuatannya sendiri.”

Sangat jelas bahwa Damar mengira Syakia hanya ingin melarikan diri dari masalah. Namun, berhubung Syakia berani bersikap arogan di hadapannya, dia akan menghukum Syakia dengan baik. Dengan membuat Syakia sedikit menderita dan malu, Syakia baru bisa bersikap lebih patuh kelak.

Dengan pemikiran seperti itu, Damar mengisyaratkan kepada pembawa acara untuk melanjutkan upacara ini. Setelah memberikan pidato singkat dan berterima kasih atas kedatangan para tamu, pembawa acara pun mengumumkan bahwa upacara kedewasaan dimulai secara resmi.

Berhubung istrinya Damar sudah meninggal, Keluarga Angkola tidak memiliki nyonya rumah. Oleh karena itu, peran nyonya rumah digantikan oleh bibi Syakia yang juga merupakan adiknya Damar, Ike Angkola.

“Duh, lihat betapa cantiknya Ayu! Setelah upacara kedewasaan ini, pasti ada banyak pria dari keluarga terpandang yang akan datang melamarmu! Sayangnya, Panji terlalu cepat bertunangan. Kalau nggak, pria lain mana mungkin dapat keberuntungan seperti itu!”

Ike mengucapkan kata-kata yang menyiratkan sesuatu sambil menggenggam tangan Ayu dan tersenyum gembira. Dia sama sekali tidak peduli pada Syakia yang berdiri di samping. Apa mungkin orang di bawah panggung tidak mendengar ucapan yang tersirat dari kata-katanya?

Siapa putranya Ike? Putranya tidak lain adalah Panji Darsuki!

Semua orang tahu bahwa Panji adalah teman masa kecil Syakia dan pernikahan mereka sudah ditetapkan dari beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, bukankah tunangan yang dimaksud Ike adalah Syakia?

“Makanya! Dulu, nggak ada yang tahu Syakia rupanya sejahat ini. Dia bahkan cemburu sama adiknya sendiri. Hatinya benar-benar sempit!”

“Dengar-dengar, dulu dia arogan banget di rumah dan sering tindas Nona Ayu. Kata orang, dia juga pernah mau tenggelamkan Nona Ayu!”

“Baru begitu kecil, dia sudah begitu kejam! Setelah tahu sifat aslinya, orang-orang dari Kediaman Pangeran Darsuki pasti nyesal banget!”

“Tentu saja! Kamu nggak dengar ucapan Nyonya Ike tadi? Dia sama sekali nggak terima Syakia jadi menantunya. Seharusnya, dia sudah ingin batalkan pertunangan putranya dari dulu.”

Ayu berkata dengan malu, “Bibi, jangan ngomong begitu. Sebenarnya, aku selalu anggap Kak Panji sebagai kakak kandungku. Meski Kak Syakia agak keras kepala, dia sangat menyukai Kak Panji. Aku yakin Kak Syakia pasti akan berubah demi Kak Panji. Dengan begitu, mereka bisa hidup bahagia kelak.”

‘Dengar saja seberapa pengertiannya Ayu,’ cibir Syakia dalam hati.

“Syakia, sudah dengar? Lihat betapa baik adikmu ini. Memangnya kamu nggak bisa banyak belajar dari adikmu?”

Ucapan Ike sama dengan cibiran dalam hati Syakia. Ike jelas ingin mempermalukannya di depan umum.

Namun, Syakia hanya tersenyum dan berkata, “Sudahlah. Jangan buang-buang waktu lagi.”

Damar tahu ketidakpuasan Ike, tetapi juga tidak ingin Ike bersikap keterlaluan. Bagaimanapun juga, ada banyak tamu yang datang hari ini. Kediaman Adipati harus menjaga reputasinya.

Ike adalah orang yang dapat membedakan prioritas. Jadi, dia juga tidak lanjut berbicara. Namun, dia malah melakukan banyak trik kotor selama upacara. Bagaimanapun juga, urutan menjalankan upacara ini memiliki arti yang penting.

Menurut aturan, Syakia seharusnya terlebih dahulu menjalankan upacara sebelum Ayu. Namun, karena Ike tidak menyukai Syakia, dia terlebih dahulu mengganti pakaian dan menyisir rambut Ayu.

Ketika memberi selamat, Ike juga tersenyum gembira. Doa-doa yang diucapkannya sangat banyak dan dipenuhi dengan kasih sayang. Orang yang tidak tahu mungkin mengira Ayu barulah putri kandung Ike. Oh, bukan, seharusnya menantunya.

Saat giliran Syakia, sikap Ike langsung berubah 180 derajat. Dia terlihat sangat dingin dan hanya mengucapkan sebaris doa “semoga kamu sehat dan bahagia”.

Para tamu juga tidak merasa heran. Bagaimanapun juga, siapa yang ingin mendoakan orang yang berhati jahat?

“Upacaranya sudah selesai. Kalian sudah boleh pergi ke kamar untuk berganti pakaian resmi dan ....”

“Nggak ada pakaian resmi. Lewati saja langkah ini dan lanjutkan langkah berikutnya.”

Tepat pada saat pembawa acara menjelaskan langkah-langkah upacara, Damar langsung menyela dengan dingin.

Pembawa acara pun tertegun sejenak, tetapi tetap mematuhi ucapan sang Adipati Pelindung Kerajaan. Setelah melewati langkah berganti pakaian resmi, upacara selanjutnya adalah pemberkatan bunga.

Hari ini, demi menghormati Adipati Pelindung Kerajaan, tamu yang datang sangatlah banyak. Selain beberapa orang dengan pangkat tinggi di ibu kota, hampir semua orang terpandang datang menghadiri acara ini.

Meskipun tidak datang secara pribadi, orang-orang itu juga mengutus bawahan mereka untuk hadir supaya bisa memberikan bunga dan doa kepada kedua gadis yang menjalankan upacara kedewasaan hari ini. Jadi, ada banyak orang di bawah panggung yang memegang bunga. Namun, tidak ada orang yang melangkah maju karena sedang sibuk berdiskusi.

“Kenapa mereka nggak ganti pakaian resmi?”

“Kamu nggak dengar ucapan Adipati Damar? Pakaian resmi kedua putrinya nggak dipersiapkan. Mana bisa mereka ganti baju?”

“Apanya yang nggak dipersiapkan! Setahuku, sehari sebelumnya, Nona Syakia merusak pakaian resmi Nona Ayu!”

“Ternyata itu ulahnya! Nona Syakia benar-benar jahat! Bisa-bisanya dia merusak pakaian resmi adiknya di acara sepenting ini!”

“Jadi, kenapa dia sendiri juga nggak ganti pakaian resmi?”

“Apa lagi kalau bukan karena dihukum Adipati Damar!”

“Keterlaluan banget! Orang kayak dia mana layak dapat bunga pemberkatan!”

“Semuanya, kasih saja bunganya ke Nona Ayu, jangan kasih ke dia!”

“Benar!”

Berhubung merasa marah, semua orang yang datang untuk memberi bunga pemberkatan pun menaruh bunga mereka di depan Ayu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
yg goblok makin goblok
goodnovel comment avatar
Siti Masruroh
baik baik baik
goodnovel comment avatar
Ros
Nah …. Seru kah…. Padahal yg ditindas si Syakia …. Mudah2 an bs balas dendam perlakuan kejam saudara2 yaa…. Kasian
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 8

    Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 9

    “Nggak bisa!”“Nggak mungkin!”Itu hanyalah sebuah sumpah biasa. Awalnya, semua orang mengira Panji akan setuju. Tak disangka, Panji malah menolaknya. Anehnya, masih ada satu orang lagi yang juga ikut membantah.“Ayu?” Abista menatap Ayu dengan heran.Ekspresi Ayu langsung membeku. Setelah menyadari dirinya sudah kehilangan kendali atas sikapnya, dia buru-buru menenangkan diri dan memaksakan seulas senyum sambil berkata, “Bukan .... Umm, aku ... aku cuma merasa syarat yang diajukan Kak Syakia kurang baik. Gimana ... gimana kalau Kak Panji berubah pikiran kelak. Jadi, sebaiknya Kak Syakia pertimbangkan hal ini?”Abista mengernyit karena merasa ucapan Ayu agak aneh. Kahar tidak menunjukkan reaksi apa pun, sedangkan Ranjana melirik Ayu dan Panji dengan ekspresi sulit ditebak. Satu-satunya orang yang sepenuhnya percaya pada kepolosan Ayu hanyalah Kama. Dia sama sekali tidak berpikir kejauhan.“Sudahlah, Ayu. Aku tahu kamu khawatirkan Syakia. Tapi, aku merasa yang dikatakannya nggak salah.”

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 10

    “Yang kalian bilang benar. Aku bukan adikku. Aku nggak sebaik dia. Jadi, aku pasti akan balas dendam pada semua orang yang pernah menindas dan mempermalukanku!” ucap Syakia dengan dingin. Kemudian, dia menatap Panji dan mengucapkan kata-kata yang tidak diucapkannya di depan umum pada kehidupan lalu dan merasa menyesal setelahnya.“Panji, bukannya kamu mau batalkan pernikahan kita? Oke, aku setuju tanpa syarat apa pun. Hanya saja, mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun lagi dengan keluarga kalian!”Begitu Syakia selesai berbicara, seluruh lokasi langsung hening. Bahkan Panji juga melongo karena Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Awalnya, Panji mengira dirinya tidak akan bisa membatalkan pernikahan ini dengan lancar. Dia mengira Syakia akan menolak, lalu tidak berhenti menangis dan merengek. Sebelum datang, dia sudah memikirkan segala kemungkinan. Satu-satunya hal yang tidak diduganya adalah Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Tidak, Syakia tidak termasuk m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 11

    Abista menunjukkan ekspresi tidak setuju. Cambuk yang digunakan Keluarga Angkola bukanlah cambuk biasa, melainkan cambuk besi. Setelah 50 cambukan, bahkan pria dewasa juga paling tidak harus memulihkan diri setengah bulan, apalagi Syakia?Ayu yang berdiri di samping diam-diam merasa gembira. Dia tidak menyangka Syakia ingin mencari mati sendiri. Dia harus mencari cara agar Damar menyetujui hal ini. Selama Damar ertuju, 50 cambukan ini pasti bisa membuat Syakia sekarat. Namun, hal yang lebih mengejutkan adalah, Syakia sendiri yang berinisiatif untuk mencari mati sebelum dia sempat bertindak.“Kamu serius?” tanya Damar. Dia juga merasa terkejut karena Syakia berinisiatif minta dihukum dan juga meminta dijatuhkan hukuman seberat ini.Damar mengerutkan keningnya. Setelah teringat Syakia biasanya suka menggunakan trik kotor untuk mencari perhatian, dia memicingkan matanya dan memberi peringatan. “Aku paling benci sama orang bermuka dua.”Syakia mendongak, lalu menatap lurus mata Damar yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 12

    Syakia menggunakan tubuhnya yang kurus untuk menahan cambukan di punggungnya. Sementara itu, Abista sama sekali tidak merasa kasihan padanya dan mencambuknya dengan kuat, seolah-olah ingin menghancurkan seluruh tulang di tubuhnya.Syakia tentu saja merasa kesakitan. Sayangnya, rasa sakit pada tubuh tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan rasa sakit dalam hati. Jadi, cambukan Abista bukan hanya tidak menghancurkan tulang Syakia, malah membuatnya makin fokus pada amarah dan kebencian dalam hatinya. Meskipun harus mati, dia juga tidak akan mengampuni Ayu dan seluruh anggota Keluarga Angkola!Abista mencambuk Syakia tepat 50 kali, tidak lebih maupun kurang.Saat Abista menyelesaikan cambukan terakhir, punggung Syakia sudah berlumuran darah. Dia melirik darah yang menetes dari cambuk besi, lalu melirik Syakia yang tidak bersuara dari awal sampai akhir dan masih mempertahankan posisinya hingga cambukan terakhir.Entah kenapa, Abista merasa hatinya terasa sesak. Dia yang sudah tidak tahan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 13

    Satu jam kemudian, Syakia berdiri di ruang baca kaisar saat ini. Prosedurnya masuk ke istana bisa dikatakan sangat mudah dan santai. Sebab, dia memiliki jimat pelindung lain yang ditinggalkan ibunya kepadanya, yaitu token giok yang diberikan mendiang Kaisar secara pribadi.Di kehidupan sebelumnya, Esti mencuri token giok ini dan memberikannya kepada Ayu. Karena alasan ini, Syakia baru tidak memiliki jalan keluar. Untungnya, setelah terlahir kembali ke kehidupan ini, token giok ini masih belum dicuri. Jadi, dia baru bisa mengandalkan token giok dari mendiang Kaisar untuk berdiri di hadapan kaisar muda saat ini.“Hormat, Yang Mulia. Namaku Syakia Angkola.”“Syakia Angkola? Seingatku, kamu itu putri kelima Adipati Pelindung Kerajaan, ‘kan?”Kaisar yang duduk di belakang meja kekaisaran meletakkan laporan resmi yang dipegangnya, lalu melirik Syakia yang berlutut di hadapannya. Kaisar ini merupakan putra ke-9 mendiang Kaisar. Ketika dinobatkan menjadi kaisar, dia baru berusia 11 tahun. Saa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 14

    Namun, Syakia tidak peduli demi siapa Kaisar memberinya kesempatan. Yang terpenting adalah, dia memiliki kesempatan ini.“Harap Yang Mulia beri perintah,” ucap Syakia dengan hormat.Kaisar bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke hadapan Syakia, lalu mengembalikan token giok itu.“Dalam 2 tahun terakhir, bencana alam nggak berhenti terjadi di bagian selatan negara. Rakyat sangat menderita, sedangkan aku juga gelisah. Aku butuh seseorang yang bisa dengan tulus berdoa bagi kerajaan dan rakyat.”“Aku bersedia melakukannya!” jawab Syakia dengan segera.Kaisar malah tersenyum dan menggeleng. “Meski kamu bersedia, itu belum cukup. Kepala biksuni Kuil Bulani yang terletak di Gunung Selatan pinggiran ibu kota sangat dihormati orang-orang. Dia juga berbudi luhur dan sering melakukan kebajikan. Kalau Master setuju, aku juga akan setujui permintaanmu.”“Baik! Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia!”“Jangan berterima kasih terlalu cepat. Kalau Master nggak setuju, aku juga nggak akan kabulkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 15

    Sebelumnya, meskipun hanya berlutut sesaat di ruang baca Kaisar, Syakia yang kehilangan terlalu banyak darah sontak merasa pusing begitu berdiri dan hendak pergi. Namun, dia berusaha untuk bertahan supaya tidak pingsan di hadapan Kaisar. Awalnya, Syakia berencana untuk beristirahat di kereta kuda. Tak disangka, begitu keluar dari ruang baca, pandangannya langsung gelap. Ketika mendengar Danu menyapa “Pangeran Adika”, dia pun menabrak seseorang.Pangeran Adika?Setelah dipapah seseorang, Syakia menggigit ujung lidahnya dengan kuat. Rasa sakit itu pun membuatnya jauh lebih sadar. Saat mendongak untuk melihat siapa yang memapahnya, tidak peduli seberapa tampan pun wajah dingin itu, jantungnya langsung berdebar cepat karena ketakutan.Dengan rambut perak yang khas, tidak ada seorang pun di Dinasti Minggara yang tidak mengenali pria ini. Dia adalah dewa perang Dinasti Minggana yang sudah membunuh banyak orang, juga pangeran pemangku raja saat ini, Adika Wiranto.“Pangeran Adika, maafkan ke

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 386

    Keadaan di dalam hutan menjadi hening untuk sejenak. Kemudian, baru terdengar tawa mengejek yang rendah.“Yang kamu bilang benar. Aku memang nggak layak.” Adika memasang tampang dingin dan melanjutkan, “Tapi, kamu lebih nggak layak lagi. Kamu mau pakai informasi orang itu untuk paksa aku? Sayangnya, aku nggak akan masuk jebakanmu.”Seusai berbicara, Adika langsung mengangkat tangannya. Beberapa prajurit Pasukan Bendera Hitam pun segera muncul dan mengepung Laras.Laras sontak merasa terkejut. Firasat buruk juga mulai menyelimuti hatinya. “Mau apa kamu?”Adika menjawab dengan dingin, “Kamu seharusnya berterima kasih dengan baik pada Sahana. Kalau bukan demi dia, aku sudah penggal kepalamu dari awal.”Seusai berbicara, Adika berbalik dan memberi perintah, “Bawa dia pergi, lalu ikat dia dengan baik sebelum serahkan dia pada Bupati Nugraha. Suruh Bupati Nugraha awasi dia dengan baik. Selama dia nggak mati, terserah bagaimana Bupati Nugraha mau menghukumnya. Tapi, kalau orangnya sampai kabu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 385

    Orang yang muncul di luar kereta kuda tidak lain adalah Laras.“Pangeran Adika, aku nggak melakukan apa-apa terhadapmu. Buat apa kamu begitu mewaspadaiku?” tanya Laras sambil tersenyum tipis.Adika mengernyit dan berkata dengan tidak senang, “Kalau ada yang mau kamu katakan, cepat katakan. Kalau nggak, pergi sana.”Sikap Adika yang dingin ini benar-benar berbeda dari senyum yang ditunjukkannya secara refleks tadi.Laras pun mendengus dalam hati, ‘Ngapain kamu sok hebat? Sekarang, kamu memang perlakukan Kia dengan sangat berbeda dari wanita lain. Tapi, nggak ada yang bisa jamin keistimewaan seperti ini nggak akan kamu berikan kepada wanita lain. Gimanapun, semua pria di dunia ini sama saja.’Laras menekan kebencian dalam hatinya, lalu tersenyum lembut dan berkata, “Iya, aku tahu Pangeran nggak suka sama aku. Tapi, ada sebuah kesepakatan yang mau kubuat dengan Pangeran.”Meskipun Laras berkata seperti itu, Adika tetap tidak meliriknya. Adika hanya menjawab dengan nada yang sangat dingin

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 384

    Adika bersandar di sisi Syakia dengan santai. Dia memejamkan matanya dan terlihat sangat menikmati pijatan Syakia. Dia pun menjawab semua pertanyaan itu dengan lugas, “Cukup, nggak terlalu kuat, nggak kejambak, masih sedikit sakit. Tapi, kepalaku nggak begitu sakit lagi karena dipijat Kia.”Syakia pun menghela napas lega setelah mendengarnya. Untungnya, dia masih ingat pengetahuan mengenai titik akupunktur di puncak kepala yang diajarkan Shanti kepadanya. Setelah menggabungkannya dengan beberapa teknik, pijatannya sepertinya benar-benar bermanfaat.Syakia yang mengira pijatannya benar-benar bermanfaat pun menatap puncak kepala Adika dengan serius dan fokus mempelajari tekniknya dan titik-titik akupunktur itu.Setelah sesaat, suasana di dalam kereta kuda sepertinya sudah sepenuhnya hening. Keheningannya mencapai titik di mana meskipun terdapat suara roda berputar di luar, napas lembut di dalam kereta kuda juga dapat terdengar.Syakia melirik Adika, lalu menyadari Adika sudah memejamkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 383

    “Sakit kepala? Ada apa ini? Sakitnya datang dan pergi atau terus-menerus sangat sakit?”Setelah mendengar Adika berkata kepalanya sakit, Syakia tidak lagi peduli pada panggilan Adika yang terlalu mesra itu dan buru-buru menanyakan keadaannya.“Datang dan pergi, seperti ada banyak orang yang berbicara di dalam kepalaku. Ribut dan sakit sekali.”Adika menatap Syakia lekat-lekat. Saat ini, pria yang biasanya sangat gagah dan dapat diandalkan itu terlihat sangat rapuh. Dia bagaikan seekor serigala besar yang terluka dan hanya bisa melolong kepada manusia di depannya untuk menunjukkan betapa sakit dirinya.Syakia tidak pernah melihat sisi Adika yang selemah ini. Bahkan pada saat dia melihat penyakit Adika kambuh untuk yang pertama kalinya di tepi sungai, Adika juga masih tetap bisa mempertahankan sedikit kesadarannya. Sekarang, Adika sepertinya sepenuhnya menunjukkan sisi lemahnya setelah sakit kepadanya.Syakia pun mengelus kepalanya dengan khawatir, lalu memeriksa denyut nadinya. “Sakitny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 382

    Laras melirik Syakia dengan penuh keengganan untuk berpisah. Setelah itu, dia melirik Adika dan gadis di samping meja itu dengan agak dingin.‘Tambah satu lagi. Tapi, nggak masalah. Semuanya masih belum berakhir,’ gumam Laras dalam hati.Tidak lama setelah Jiwan pulang ke rumahnya, ada orang yang mengantarkan surat perjanjian penjualan diri Laras ke penginapan. Selain itu, ada juga selembar surat pemutusan hubungan selir yang terlihat cukup resmi.Setelah menerima kedua surat tersebut, Laras pun meninggalkan penginapan ini. Syakia menyuruh Hala untuk mengikutinya beberapa saat. Alasannya tidak lain adalah untuk mengawasinya.“Gimana?” tanya Syakia setelah Hala kembali.“Sepertinya, dia masih menyimpan sedikit uang. Dia beli sedikit makanan, lalu membungkusnya dan berjalan keluar dari tembok kota. Sepertinya, dia berencana untuk kembali ke ibu kota.”Kembali ke ibu kota ....Kalika berjarak sangat jauh dari ibu kota, apa Laras berencana untuk berjalan kaki pulang ke ibu kota? Selain itu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 381

    Kali ini, kata-kata yang sama itu diucapkan oleh Syakia. Dia menghentikan ayah dan anak Keluarga Pianda, lalu hendak bertanya, “Jadi, Laras dan putramu ....”“Habis pulang, aku akan langsung suruh orang antar kemari surat perjanjian penjualan diri Nona Laras. Aku juga akan suruh putraku untuk tulis surat pemutusan hubungan selir sebagai bukti!”Sejak dulu, hanya ada surat pemutusan hubungan istri, tetapi tidak ada surat pemutusan hubungan selir. Meskipun begitu, surat seperti itu juga harus ada hari inI!Jiwan juga sudah sepenuhnya ketakutan. Dia takut menyinggung kedua tokoh menakutkan ini lagi. Jika tidak, bukan hanya nyawa putranya yang akan melayang, tetapi seluruh Keluarga Pianda juga akan lenyap!Syakia mengangkat alisnya. Berhubung Jiwan sudah berkata seperti itu, tidak ada lagi yang perlu dikatakannya. “Antarkan secepat mungkin, jangan ulur waktu kami.”Setelah mendengar ucapan itu, Jiwan tahu bahwa bencana kali ini sudah benar-benar berakhir. Dia pun menghela napas lega dan be

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 380

    Setelah menilai situasi saat ini, Wisnu pun bersyukur pilihannya tidak salah. ‘Ternyata Putri Suci memang suka bercocok tanam. Dengar-dengar, Putri Suci juga sedang belajar ilmu pengobatan. Semua ini adalah bentuk dari menolong sesama manusia. Putri Suci memang cantik dan baik hati sesuai reputasinya!’ puji Wisnu dalam hati. Dia tahu bahwa Syakia belajar ilmu pengobatan, tetapi tidak tahu bahwa Syakia juga belajar ilmu racun.Setelah memberikan hadiah, Wisnu langsung berpamitan dan langsung pergi. Dia sama sekali tidak melirik para pejabat yang berlutut di depan pintu dan tidak berhenti memberi isyarat mata padanya.Para pejabat itu hanya bisa saling memandang, lalu lanjut berlutut hingga kaki mereka terasa nyaris patah. Namun, tidak ada seorang pun yang berani berdiri.Ada orang yang hanya bergerak sedikit. Namun, ketika mendongak, mereka langsung bertemu pandang dengan tatapan Adika. Tatapan itu sangat mengintimidasi dan sama sekali tidak ada orang yang dapat menahannya. Oleh karena

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 379

    Begitu mendengar ucapan itu, Jiwan Pianda buru-buru bangkit dan menerima setumpuk laporan keuangan itu. Kemudian, dia segera menyuruh orang untuk mempersiapkan segala sesuatu. Meskipun dia telah pergi, orang lainnya yang masih berlutut di depan pintu tetap tidak berani bergerak.“Kenapa mereka masih belum pergi?” tanya Syakia dengan bingung.Adika menjawab, “Karena mereka terlalu ribut, aku suruh mereka untuk berlutut di depan pintu. Habis aku selesaikan masalah ini, aku baru akan hadapi mereka.”Adika ingin memberi pelajaran kepada sekelompok orang ini supaya mereka mengerjakan tugas mereka dengan baik, bukan ikut campur dalam hal tidak penting seperti ini.Suara Adika tidak terlalu kuat atau kecil, tetapi terdengar oleh semua orang yang berada di depan pintu. Dalam sekejap, beberapa pejabat itu sontak gemetar ketakutan dan tidak berhenti berkeringat dingin. Jika tahu masalahnya akan menjadi seperti ini, mereka tidak akan tergiur oleh uang yang ditawarkan Jiwan dan setuju untuk datan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 378

    Setelah mendengar tidak perlu membuat surat perjanjian, Eira merasa agak sedih. Jika dia bisa membuat surat perjanjian menjual diri kepada Syakia, dia akan benar-benar menjadi orang milik Syakia. Kelak, ke mana pun Syakia pergi, dia juga boleh mengikutinya secara terang-terangan.Sayangnya, Syakia tidak membuat surat perjanjian. Eira mau tak mau menekan perasaan kecewanya. Namun, meskipun tidak ada surat perjanjian menjual diri, dia juga akan bekerja dengan baik. Suatu hari nanti, dia pasti bisa menjadi orang milik Syakia.Setelah berpikir begitu, Eira pun menyemangati diri, lalu mulai mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakannya di kamar Syakia. Dia adalah satu-satunya dayang Syakia. Dia yang harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan di sekitar Syakia.Seusai beres-beres, Syakia pun turun dengan diekori seseorang.Pada saat ini, Adika sedang duduk di aula penginapan. Di meja di hadapannya, terdapat setumpuk laporan keuangan, sedangkan di depan pintu aula, berlutut sekelompok

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status