Share

Bab 7

Penulis: Emilia Sebastian
Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.

Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah.

Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....

“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”

Syakia menoleh ke arah datangnya suara.

Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.

Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masalah dengan Syakia mau tak mau harus kembali ke tempatnya.

Syakia berjalan naik ke panggung dengan ekspresi datar. Begitu naik ke panggung, Ayu tersenyum indah dan merangkul tangannya untuk berlagak dekat dengannya.

“Kak Syakia, kenapa kamu cari baju ganti selama ini? Ayah sudah menunggumu cukup lama.”

“Cari baju ganti?” Damar melirik Syakia.

Sebelum Syakia sempat menjawab, Ayu sudah terlebih dahulu menceritakan tentang Syakia yang menggunting pakaian resminya. Seusai bercerita, dia menghela napas dan menambahkan, “Haih, aku yang salah dan nggak bisa bujuk Kak Kama. Kalau nggak, Kak Syakia nggak akan gunting pakaian resminya karena marah.”

Menyebalkan sekali! Ayu sengaja mengungkit masalah ini untuk menimbulkan masalah baru baginya? Syakia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Setelah membiarkan Damar menatapnya beberapa detik, dia baru berujar dengan tidak sabar, “Upacara ini mau dimulai atau nggak? Kalau Ayah dan Ayu nggak mau aku lanjutkan upacara ini, aku akan pergi. Sudah bisa?”

Di luar dugaan, nada Syakia terdengar jengkel, sedangkan sepasang alisnya yang indah berkerut erat dan ekspresinya terlihat kesal.

Bahkan Ayu juga melongo sejenak setelah mendengar ucapan Syakia. Dia tidak menyangka Syakia begitu bernyali hingga berani berbicara dengan nada seperti itu dengan ayah mereka. Apa Syakia tidak takut Damar akan langsung mengusirnya dari upacara ini?

Namun, Syakia memang tidak takut. Bagi semua gadis di Dinasti Minggana, upacara kedewasaan merupakan salah satu upacara terpenting dalam hidup mereka. Jadi, semua gadis sangat menantikan hari ini.

Hanya saja, mungkin karena penghinaan yang diterima Syakia di upacara kedewasaan kehidupan lalu sudah meninggalkan trauma yang mendalam, dia pun merasakan penolakan dan kejengkelan yang tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata begitu naik ke panggung.

“Nggak usah. Lanjutkan saja upacaranya.” Damar mengalihkan perhatiannya, lalu berkata dengan acuh tak acuh, “Berhubung nggak ada pakaian resmi, kita langsung mulai saja upacaranya. Semua orang harus tanggung akibat perbuatannya sendiri.”

Sangat jelas bahwa Damar mengira Syakia hanya ingin melarikan diri dari masalah. Namun, berhubung Syakia berani bersikap arogan di hadapannya, dia akan menghukum Syakia dengan baik. Dengan membuat Syakia sedikit menderita dan malu, Syakia baru bisa bersikap lebih patuh kelak.

Dengan pemikiran seperti itu, Damar mengisyaratkan kepada pembawa acara untuk melanjutkan upacara ini. Setelah memberikan pidato singkat dan berterima kasih atas kedatangan para tamu, pembawa acara pun mengumumkan bahwa upacara kedewasaan dimulai secara resmi.

Berhubung istrinya Damar sudah meninggal, Keluarga Angkola tidak memiliki nyonya rumah. Oleh karena itu, peran nyonya rumah digantikan oleh bibi Syakia yang juga merupakan adiknya Damar, Ike Angkola.

“Duh, lihat betapa cantiknya Ayu! Setelah upacara kedewasaan ini, pasti ada banyak pria dari keluarga terpandang yang akan datang melamarmu! Sayangnya, Panji terlalu cepat bertunangan. Kalau nggak, pria lain mana mungkin dapat keberuntungan seperti itu!”

Ike mengucapkan kata-kata yang menyiratkan sesuatu sambil menggenggam tangan Ayu dan tersenyum gembira. Dia sama sekali tidak peduli pada Syakia yang berdiri di samping. Apa mungkin orang di bawah panggung tidak mendengar ucapan yang tersirat dari kata-katanya?

Siapa putranya Ike? Putranya tidak lain adalah Panji Darsuki!

Semua orang tahu bahwa Panji adalah teman masa kecil Syakia dan pernikahan mereka sudah ditetapkan dari beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, bukankah tunangan yang dimaksud Ike adalah Syakia?

“Makanya! Dulu, nggak ada yang tahu Syakia rupanya sejahat ini. Dia bahkan cemburu sama adiknya sendiri. Hatinya benar-benar sempit!”

“Dengar-dengar, dulu dia arogan banget di rumah dan sering tindas Nona Ayu. Kata orang, dia juga pernah mau tenggelamkan Nona Ayu!”

“Baru begitu kecil, dia sudah begitu kejam! Setelah tahu sifat aslinya, orang-orang dari Kediaman Pangeran Darsuki pasti nyesal banget!”

“Tentu saja! Kamu nggak dengar ucapan Nyonya Ike tadi? Dia sama sekali nggak terima Syakia jadi menantunya. Seharusnya, dia sudah ingin batalkan pertunangan putranya dari dulu.”

Ayu berkata dengan malu, “Bibi, jangan ngomong begitu. Sebenarnya, aku selalu anggap Kak Panji sebagai kakak kandungku. Meski Kak Syakia agak keras kepala, dia sangat menyukai Kak Panji. Aku yakin Kak Syakia pasti akan berubah demi Kak Panji. Dengan begitu, mereka bisa hidup bahagia kelak.”

‘Dengar saja seberapa pengertiannya Ayu,’ cibir Syakia dalam hati.

“Syakia, sudah dengar? Lihat betapa baik adikmu ini. Memangnya kamu nggak bisa banyak belajar dari adikmu?”

Ucapan Ike sama dengan cibiran dalam hati Syakia. Ike jelas ingin mempermalukannya di depan umum.

Namun, Syakia hanya tersenyum dan berkata, “Sudahlah. Jangan buang-buang waktu lagi.”

Damar tahu ketidakpuasan Ike, tetapi juga tidak ingin Ike bersikap keterlaluan. Bagaimanapun juga, ada banyak tamu yang datang hari ini. Kediaman Adipati harus menjaga reputasinya.

Ike adalah orang yang dapat membedakan prioritas. Jadi, dia juga tidak lanjut berbicara. Namun, dia malah melakukan banyak trik kotor selama upacara. Bagaimanapun juga, urutan menjalankan upacara ini memiliki arti yang penting.

Menurut aturan, Syakia seharusnya terlebih dahulu menjalankan upacara sebelum Ayu. Namun, karena Ike tidak menyukai Syakia, dia terlebih dahulu mengganti pakaian dan menyisir rambut Ayu.

Ketika memberi selamat, Ike juga tersenyum gembira. Doa-doa yang diucapkannya sangat banyak dan dipenuhi dengan kasih sayang. Orang yang tidak tahu mungkin mengira Ayu barulah putri kandung Ike. Oh, bukan, seharusnya menantunya.

Saat giliran Syakia, sikap Ike langsung berubah 180 derajat. Dia terlihat sangat dingin dan hanya mengucapkan sebaris doa “semoga kamu sehat dan bahagia”.

Para tamu juga tidak merasa heran. Bagaimanapun juga, siapa yang ingin mendoakan orang yang berhati jahat?

“Upacaranya sudah selesai. Kalian sudah boleh pergi ke kamar untuk berganti pakaian resmi dan ....”

“Nggak ada pakaian resmi. Lewati saja langkah ini dan lanjutkan langkah berikutnya.”

Tepat pada saat pembawa acara menjelaskan langkah-langkah upacara, Damar langsung menyela dengan dingin.

Pembawa acara pun tertegun sejenak, tetapi tetap mematuhi ucapan sang Adipati Pelindung Kerajaan. Setelah melewati langkah berganti pakaian resmi, upacara selanjutnya adalah pemberkatan bunga.

Hari ini, demi menghormati Adipati Pelindung Kerajaan, tamu yang datang sangatlah banyak. Selain beberapa orang dengan pangkat tinggi di ibu kota, hampir semua orang terpandang datang menghadiri acara ini.

Meskipun tidak datang secara pribadi, orang-orang itu juga mengutus bawahan mereka untuk hadir supaya bisa memberikan bunga dan doa kepada kedua gadis yang menjalankan upacara kedewasaan hari ini. Jadi, ada banyak orang di bawah panggung yang memegang bunga. Namun, tidak ada orang yang melangkah maju karena sedang sibuk berdiskusi.

“Kenapa mereka nggak ganti pakaian resmi?”

“Kamu nggak dengar ucapan Adipati Damar? Pakaian resmi kedua putrinya nggak dipersiapkan. Mana bisa mereka ganti baju?”

“Apanya yang nggak dipersiapkan! Setahuku, sehari sebelumnya, Nona Syakia merusak pakaian resmi Nona Ayu!”

“Ternyata itu ulahnya! Nona Syakia benar-benar jahat! Bisa-bisanya dia merusak pakaian resmi adiknya di acara sepenting ini!”

“Jadi, kenapa dia sendiri juga nggak ganti pakaian resmi?”

“Apa lagi kalau bukan karena dihukum Adipati Damar!”

“Keterlaluan banget! Orang kayak dia mana layak dapat bunga pemberkatan!”

“Semuanya, kasih saja bunganya ke Nona Ayu, jangan kasih ke dia!”

“Benar!”

Berhubung merasa marah, semua orang yang datang untuk memberi bunga pemberkatan pun menaruh bunga mereka di depan Ayu.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Hedi Rachdiana
CERITA AWALNYA GAK REALISTIS, GAK ADA DESKRIPSI KENAPA KELUARGANYA MEMBENCI SYAKIA, ATAS DASAR ALASAN APA ??
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
yg goblok makin goblok
goodnovel comment avatar
Siti Masruroh
baik baik baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 695

    "Plak! Plak! Plak ...."Ayu yang gemetar menampar wajahnya sendiri dengan kuat berkali-kali. Untuk mencegah luka di sisi wajah lainnya terbuka, dia mau tak mau hanya bisa menampar sisi yang sama. Jadi, hanya setelah beberapa tamparan, separuh wajahnya sudah bengkak."Ayu, berhenti! Syakia, nggak, Putri Suci! Aku panggil kamu Putri Suci, oke? Ayu sudah menampar dirinya sendiri dan kamu juga sudah puas. Itu sudah cukup, 'kan?"Kahar ingin melangkah maju untuk menghentikannya. Namun, sebelum Syakia sempat mengatakan apa-apa, Ayu tiba-tiba berseru, "Nggak! Kak Kahar, jangan kemari!"Ayu menggertakkan giginya, kepalanya tertunduk dan suaranya dipenuhi ketakutan. "Ini salahku. Aku pantas dipukuli. Aku memang pantas dipukuli. Selama Putri Suci puas, aku akan melakukan apa pun!"Jika pengawal itu memberi tahu Syakia mengenai trik kecilnya dan Syakia marah, Ayu tidak akan selamat hari ini. Lebih baik dia merendahkan diri sekarang dan memuaskan Syakia. Setidaknya, dia bisa menyelamatkan nyawanya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 694

    Syakia langsung mendengus. Ayu benar-benar memiliki terlalu banyak trik kecil hingga membuat orang merasa jijik dan jengkel."Tanganku sudah sakit. Lebih baik kamu melakukannya sendiri." Syakia duduk di kursi utama dan menatap Ayu sambil tersenyum sebelum melanjutkan, "Aku percaya Nyonya Pendamping pasti akan membuatku puas, 'kan?"Puas? Omong kosong! Gadis jalang ini memintanya untuk memukul dirinya sendiri? Ayu masih berpikir bahwa jika Syakia menamparnya, dia akan mengambil kesempatan untuk menabur racun di jarinya ke Syakia tanpa diketahui orang lain. Sekarang, Syakia malah duduk di sana tanpa bergerak sama sekali!Hanya ada jarak tiga langkah di antara mereka berdua. Ayu sedang berpikir apakah dirinya harus bertindak atau tidak. Jika dia tidak bertindak, tidak akan ada peluang sebagus ini lagi setelahnya. Namun, jika bertindak secara langsung, itu akan terlalu terang-terangan dan mudah diekspos ....Ayu pun merasa ragu. Dua pemikiran itu tidak berhenti bergulat dalam pikirannya. D

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 693

    "Senyumannya terlalu jelek, aku nggak suka," ujar Syakia sambil tersenyum mengejek."Kalau begini? Begini? Atau begini?"Adika menarik-narik wajah Ranjana untuk membuat berbagai macam ekspresi lucu dan konyol. Setelah dipermainkan seperti ini oleh Adika, wajah Ranjana yang awalnya pucat akhirnya terlihat sedikit memerah. Namun, entah itu karena marah atau merasa sakit.Ranjana cukup bersabar. Meskipun dia dipermalukan seperti itu, dia masih tetap bertahan dan tidak melawan. Akan tetapi, amarah dan kebencian di dalam hatinya sudah mencapai puncak. Matanya menatap Syakia lekat-lekat.Syakia sangat akrab dengan tatapannya itu. Ketika Keluarga Angkola ingin membunuhnya di kehidupan lampau, tatapan Ranjana juga seperti ini.'Bersabarlah. Kak Ranjana tersayang, sebaiknya kamu bersabar sepanjang hidupmu. Gimanapun, adikmu ini nggak akan biarkan kamu mati dengan semudah itu. Sampai kamu sudah nggak sanggup bersabar, itulah hari kematianmu. Aku akan membuatmu menyesal,' gumam Syakia dalam hati

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 692

    Bahkan Pangeran Pemangku Kaisar sudah memintanya untuk bertindak, jika masih merasa sungkan, Syakia tentu saja akan mengecewakan niat baiknya.Setelah memikirkan hal ini, Syakia mengangkat tangannya dan menampar wajah Ranjana yang ditahan oleh Adika tanpa ragu"Plak!"Suara tamparan ini sangat nyaring. Syakia sama sekali tidak mengurangi kekuatannya karena ancaman Ranjana tadi.Dalam sekejap, rasa sakit yang menyengat menyebar di wajah kiri Ranjana. Dia bahkan merasa pusing untuk sesaat. Dia menahan perasaan ingin muntah. Bukan karena pusing, melainkan karena merasa terhina.Perasaan terhina yang kuat ini membuat Ranjana sangat ingin membalas tamparan itu. Sayangnya, dia sama sekali tidak bisa melakukannya sama sekali."Sudah puas?"Ranjana yang berusaha menerima penghinaan ini memandang Syakia dengan dingin. Dia pikir semuanya sudah berakhir, tetapi Syakia hanya tersenyum tipis dan menggeleng. "Belum, itu masih belum cukup."Segera setelah selesai berbicara, Syakia mengangkat tanganny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 691

    "Kamu lagi mengancamku?" tanya Damar sambil memicingkan matanya. Tatapannya terlihat tajam."Sangat jelas bahwa jawabannya adalah iya."Syakia memang sedang mengancam Damar, tetapi memangnya kenapa meskipun begitu? Sekarang, nyawa Ayu ada di tangannya. Meskipun Damar tidak tahu, yang penting Ayu mengetahuinya."Ayah!"Seperti yang diharapkan, setelah Syakia melontarkan kata-kata itu, ekspresi Ayu langsung berubah secara drastis. Dia buru-buru melangkah maju untuk meraih Damar."Lupakan saja, Ayah. Semuanya ini kesalahan Ayu. Ayu yang bersalah dan nggak seharusnya menanyakan hal itu!"Ayu yang sebelumnya masih diam-diam merasa bangga akhirnya teringat bahwa nyawanya masih ada di tangan orang lain. Seberapa bangga dirinya sebelumnya, seberapa menyesal pula dia sekarang.Gadis sialan itu lagi-lagi mengancamnya! Ayu sangat marah, tetapi juga tidak dapat melakukan apa-apa terhadap Syakia. Hari ini adalah hari terakhir. Jika dia tidak mendapatkan obat penawar hari ini, dia akan mati!Ayu ten

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 690

    Syakia berkata sambil tersenyum, "Kebetulan, masih ada orang lain yang ingin kupukul."Senyum "pengawal" itu makin lebar. "Putri Suci tunggu sejenak."Begitu selesai berbicara, dia meninggalkan sisi Syakia lagi dan berjalan ke bawah. Entah kenapa, ketika melihatnya turun, hati semua orang tiba-tiba diliputi ketakutan.Kahar yang awalnya mengadang di depan Syakia, Joko yang berdiri di samping, para pengawal Keluarga Angkola, bahkan Ayu dan orang lain yang berdiri di sebelah Ranjana juga tanpa sadar melangkah mundur. Hal ini pun secara tidak langsung membuka jalan bagi "pengawal" itu dan mengekspos Ranjana yang duduk di kursi roda. Berhubung tadi dia jatuh dengan cukup serius, dia sama sekali tidak dapat menggerakkan kursi rodanya saat ini. Selain itu, "pengawal" itu juga telah berhenti di depannya."A ... apa maumu?"Ranjana menggertakkan giginya dengan erat dan menatap "pengawal" di depannya. "Aku ini putra keempat Adipati Pelindung Kerajaan, aku .... Ah!"Sebelum Ranjana sempat menye

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status