Share

Dama Huston

Author: Azitung
last update Last Updated: 2025-10-24 08:09:15

Hasa melangkah masuk, degup jantungnya berpacu kencang. Musik jazz mengalun lembut, para tamu bergaun mahal saling bercengkerama. Matanya liar mencari sosok yang jadi tujuannya.

Di sofa merah yang tak jauh dari Hasa, duduk dua orang pria muda yang paling mencolok di antara semuanya. Mereka cukup menyita perhatian terutama bagi kaum wanita, tapi semuanya menjaga jarak tidak ada yang berani duduk mendekat.

Hasa ingat dari foto yang dia cari bahwa dua orang itu adalah tuan muda dari keluarga Huston. Hasa lalu melangkah anggun mendekati sofa. Ia meraih dua gelas minuman dari pelayan yang lewat, lalu dengan berani menaruhnya di meja mereka.

Tanpa basa-basi, ia duduk tepat di sisi Dama, putra tertua dari keluarga Huston, sebuah tindakan yang tak seorang pun berani lakukan sejak tadi.

"Selamat malam calon suamiku!" ucapnya lantang.

Ucapan itu sukses membuat dua kakak beradik Huston menoleh bersamaan. Banyak mata yang membelalak tak percaya. Wajah mereka berubah tegang, semua benar-benar penasaran pada wanita nekat yang kini duduk persis di samping Dama Huston. Akan seperti apa nasibnya?

Satu Minggu yang Lalu

"Tuan, ada berita tentang pertunangan keluarga Huston dan Halyas," ucap Stephanie, sekretaris Dama, sambil menyerahkan tablet dengan kedua tangan. Suaranya hati-hati, seolah tahu sang bos tidak suka dengan gosip semacam itu.

Dama menerima, jemarinya yang panjang dan tegas menggulir layar. Gambar di layar membuat rahangnya sedikit mengeras. "Hapus saja," katanya dingin, tanpa ekspresi berarti.

"Tapi berita itu menimbulkan komentar positif atas tuduhan mereka tentang Tuan yang selama ini menyimpang," ujar Stephanie, memberanikan diri.

"Benarkah?" Dama mengangkat alis, suaranya pelan namun penuh tekanan.

"Ya. Lagi pula, Halyas ini tidak terkenal, perusahaan mereka jauh di bawah Huston Holding."

Dama terdiam beberapa detik, pandangannya kosong menembus layar tablet seakan sedang menimbang risiko dan keuntungan. "Baiklah, biarkan saja," katanya akhirnya.

Kembali ke pesta

Lampu kristal yang berkilauan memantul di bola mata Dama. Ia menatap Hasa yang duduk terlalu dekat dengannya. Tatapannya menusuk dingin, seolah mencoba menelanjangi jati diri gadis itu. Dari caranya berbicara, jelas wanita di hadapannya berbeda dengan sosok yang ditunjukkan Stephanie di berita. Dama tak butuh waktu lama untuk menyimpulkan bahwa Hasa adalah seorang 'penipu.'

Bukan pertama kalinya wanita asing datang padanya, mengaku-ngaku punya hubungan ujung-ujungnya ingin menjebak.

Hasa mengulurkan tangannya, senyum tipis menghias bibirnya meski sorot matanya menyiratkan ketegangan. Ia mencoba memberi kesan resmi, sopan, padahal dalam dadanya jantung berdentam tak karuan.

Banyak yang ternganga, tak percaya wanita itu berani sejauh ini. Sesuai dugaan mereka, Dama hanya memberi isyarat mata. Seorang pria berbadan tegap, berjas hitam, segera mendekat. Tangannya keras mencengkeram pergelangan Hasa lalu menariknya menjauh.

"Lepas!" Hasa berontak, suaranya memecah musik pesta.

"Anda merusak ketenangan tuan kami," kata pengawal itu dengan nada dingin. "Silakan menjauh atau..."

"Acara ini bukan milik pribadi, aku juga berhak ada di pesta ini," potong Hasa, suaranya lantang meski getar ketakutan terselip.

"Tuan Dama terganggu. Apa Anda tahu artinya?" Tatapan pengawal itu tajam, intimidasi jelas terpancar. Lutut Hasa hampir melemah, tapi ia bertahan. Ia tak bisa mundur sebelum bicara dengan Dama Huston.

Suasana pesta mendadak menegang. Banyak mata beralih memperhatikan keributan kecil itu. Dama dan Willy sama-sama mengeras rahangnya, rasa jengkel jelas tampak. Dama segera beranjak, bermaksud meninggalkan meja.

"Sayang, kau mau pergi ke mana?" Hasa tiba-tiba merangkul tangan Dama, tanpa malu.

Dama menoleh, wajahnya tampak jijik. Ia mencoba melepaskan, tapi Hasa menempel erat, lalu berbisik di telinganya, suaranya lirih namun tajam. "Perlakukan aku dengan baik jika tidak mau nama baikmu hancur."

Dama terhenti sejenak. Ucapan itu mengejutkannya, meski wajahnya tetap datar.

"Aku punya sesuatu yang akan menghebohkan dunia. Jika kau tidak mau hal itu terjadi, bawa aku bersamamu," bisik Hasa lagi, semakin berani.

"Wah, berani sekali wanita itu? Apa dia tidak takut mati?" komentar salah satu tamu, cukup keras hingga terdengar orang di sekitarnya.

Hasa menggertakkan gigi, rasa gentar berkelebat, tapi ia tak mundur.

Pengawal tadi sudah bergerak lagi, mencengkeram lengannya kasar.

"Dama sayang, jangan begini, kasihan bayi kita," teriak Hasa sengaja.

Dalam sekejap pesta itu berubah gaduh. Bisik-bisik berhamburan.

"Wah, ternyata gosip itu benar."

"Dama huston akan segera menikah?"

"Bahkan wanitanya sudah mengandung?"

"Berita besar yang akan menggemparkan media."

Wajah Dama menegang, urat di pelipisnya muncul. Ia menatap Hasa yang kini berair mata, tubuhnya bergetar seakan benar-benar akan runtuh.

"Tolong jangan marah. Aku... aku minta maaf karena tidak bisa menuruti keinginanmu. Ini bayi kita bersama. Dia-dia pasti ingin melihat kedua orang tuanya di dunia, hiks… hiks…" Suara Hasa pecah, air matanya menetes deras, menimbulkan rasa iba bagi banyak orang yang menyaksikan.

"Frank, bawa perempuan ini!" Dama mendesis, suaranya keras menahan amarah. Ia dipermalukan di depan khalayak, dan itu tak bisa lagi ditoleransi.

Hasa tersedu, meraih tangan Dama sebelum dibawa. "Sayang," pintanya parau.

Tangan itu ditepis keras. Tubuh Hasa terlempar hingga jatuh ke lantai. Suara dentuman tubuhnya membuat para tamu berteriak.

"Awww, perutnya...."

"Dasar tidak punya hati!"

"Dia tega mendorong wanita yang sedang mengandung bayinya!"

"Ya Tuhan, apa gunanya ketampanannya itu?"

"Dia memang tampan dan kaya, tapi sayang tidak punya hati. Kasihan sekali wanita itu."

Dama merasa telinganya panas, begitu pula Willy. Semua komentar buruk memenuhi telinga, membuat pengawal yang tadi menarik Hasa jadi serba salah.

"Bawa perempuan itu sebelum semuanya bertambah kacau," bisik Willy, mendekat ke telinga kakaknya.

"Kau!" Dama menyipitkan mata, jelas tidak menyukai saran dari adik yang hanya beda satu tahun darinya itu.

"Selesaikan di tempat tertutup, sebelum hal ini sampai di telinga Ayah," Willy menegaskan lalu beranjak pergi, meninggalkan kakaknya yang tengah diliputi amarah.

Dama memberi kode pada Frank. Dengan cepat Hasa diseret, sementara Dama dan Willy keluar dari pesta lewat arah berbeda. Satu mobil membawa Hasa, satu lagi membawa Dama menuju hotel keluarga.

"Mau dibawa ke mana aku?" suara Hasa bergetar, matanya terbelalak. Ia tahu reputasi Dama yang terkenal dingin, dia tak segan menyingkirkan siapa pun. Bayangan buruk memenuhi kepalanya, akan dibunuhkah dia? atau dibuang entah ke mana?

Perjalanan singkat berakhir di sebuah hotel mewah tak jauh dari tempat pesta. Frank berjalan tegap, Hasa mengikuti dengan langkah ragu. Mereka masuk ke lift, menuju lantai tujuh. Detak jantung Hasa berpacu seiring angka digital di atas pintu lift berganti.

Ting.

Pintu terbuka, lorong hening dengan karpet merah menyambut mereka. Frank berjalan sampai berhenti di depan pintu nomor tujuh president suite. Ia membuka pintu, memberi isyarat agar Hasa masuk.

Udara di dalam kamar berbeda. Sejuk, tapi menyesakkan. Lampu gantung mewah memancarkan cahaya keemasan, tapi hawa yang menyelimuti justru membuat bulu kuduk Hasa berdiri.

Tubuhnya seketika menegang saat melihat Dama sudah berdiri di dalam, menunggunya. Sorot mata lelaki itu tajam, seperti pisau terhunus.

"Sudah terlambat untuk menyesal," ucap Dama, nadanya rendah, tapi cukup untuk membuat nyali Hasa menciut.

Frank mendorong tubuh Hasa masuk, pintu menutup rapat dari luar. Kini hanya ada mereka berdua, dan atmosfir yang semakin mencekam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Dama dan Clarissa dulu

    ​"Kupikir kau tidak akan datang," ucap Clarissa, senyumnya surut begitu melihat ada Stephanie bersama Dama. Clarissa melambaikan tangannya ke arah sebuah pintu di ujung ruangan. "Ayo ke ruangan ku, kita bicara di sana."​Dama mengamati setiap alat musik yang terpajang, didominasi oleh biola dan piano, yang lain tidak begitu banyak. Itu bukan sekedar galeri, Clarissa juga menyediakan tempat latihan, Cla Academy. Di salah satu sudut, Dama melihat koleksi biola yang tampak sangat antik.​"An, buatkan teh dua gelas! Yang hangat ya," perintahnya pada asistennya.​An belum melangkah, matanya menangkap isyarat dari Clarissa. "Ah ya, maaf, maksudku hanya aku dan Dama. Kami perlu bicara pribadi. Stephanie, bisakah anda menunggu di luar sebentar?" Clarissa menatap Stephanie dengan senyum yang dipaksakan.​Sebelum beranjak, Stephanie meminta persetujuan Dama dengan pandangan mata, Dama mengangguk tipis. Kini tinggal mereka berdua di dalam ruangan yang beraroma kayu cendana.​"Nona Stephanie belu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Masa lalu Dama yang kembali

    Suasana di lantai atas terasa memanas. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar menaiki tangga.​"Nirin, ada apa ini? Hasa, kau kenapa ada di sini?" Rupanya Don sudah kembali ke atas. Ekspresi bingung dan sedikit terkejut terpancar jelas di wajahnya melihat dua wanita itu.​Nirin memalingkan wajahnya, raut mukanya masih menunjukkan kemarahan yang membekas pada Don. Sementara itu, Hasa terlihat lebih tenang, namun tatapannya serius saat menatap Don.​"Jangan tinggalkan dia di tempat ekstrem begini." Setelah mengucapkan kalimat dingin itu, Hasa segera berbalik. Niatnya untuk mencari udara segar di luar sirna sudah. Dia turun ke bawah dan kembali ke area pesta. Anehnya, Dama sudah tidak terlihat di sana.​Hasa memutuskan untuk melangkah keluar. Ternyata, Dama sedang berdiri di dekat mobilnya, asyik bercerita dengan wanita yang sempat dilihat oleh Hasa tadi. Begitu menyadari kehadiran Hasa, Dama langsung sigap menghampirinya.​"Kenapa lama sekali? Aku pikir kau sudah pulang?" sapa Dama, na

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Ingin loncat

    Di tengah keramaian acara, Nirin mulai dilanda gelisah. Waktu berlalu terasa lambat dan mengkhawatirkan. Don, kekasihnya, pamit ke toilet, namun kepergiannya terasa sangat tidak wajar, melebihi batas normal seseorang buang air. Kekhawatiran mencekik Nirin, mendorongnya untuk menyusul. Namun, baru saja ia beranjak, langkahnya terhenti. Dari arah berlawanan, ia berpapasan dengan seorang wanita yang familier—Hasa.Hasa melangkah tanpa tujuan pasti, pikirannya melayang-layang. Ada perasaan aneh, semacam sensasi dejavu yang kuat saat ia bersirobok dengan gadis itu. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi saat ia berjalan, ingatan itu menyeruak dengan kejam. Hasa tersentak. Dia ingat sekarang. Wanita ini! Inilah gadis yang pernah menghampiri mereka saat ia masih bersama Don. Lebih menyakitkan lagi, Hasa ingat jelas gadis inilah yang duduk di mobil Don saat lelaki itu memutuskan hubungan mereka, mengakhiri kisah mereka dengan dingin.Tak ingin tenggelam dalam pusaran kepahitan masa lalu, Hasa meng

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Cari wanita lain

    Suasana di kediaman Huston terasa mencekam, diselimuti bayangan kekhawatiran yang tebal. "Kita tidak butuh waktu lagi, sebaiknya nikahkan Dama dan Hasa secepatnya," ujar Rania, suaranya mengandung urgensi yang tak terbantahkan. Kejadian mengerikan yang hampir merenggut nyawa Hasa sudah ia ketahui secara rinci."Kenapa terburu-buru, gadis itu baru saja sembuh. Biarkan mereka saling mengenal lebih jauh. Lagi pula kau sendiri yang meragukan perasaan wanita itu terhadap Dama," balas Nenek Mori, nadanya lebih tenang namun penuh pertanyaan. Ia memandang Rania dengan sorot mata yang mencari penjelasan."Hanya dengan cara itu wanita itu terlindungi," jawab Rania singkat, raut wajahnya menunjukkan keputusan yang sulit.Nenek Mori mengerutkan kening. "Maksudmu? Apa terjadi sesuatu dengan Hasa?" Ia belum mendengar detail mengerikan di balik kecelakaan yang menimpa Hasa.Rania menarik napas perlahan. "Ibunya Sarah adalah dalang di baliknya," ia menyebut nama itu dengan ketidakpercayaan dan kekesa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Sarah dibebaskan

    Dua orang bertubuh besar itu saling pandang, lalu serempak mengalihkan fokus mereka ke daun pintu kamar yang tertutup rapat. Mereka mulai mengatur jarak memundurkan kami, mengambil ancang-ancang penuh tekad untuk mendobraknya.​Brak..​Bunyi benturan keras terdengar, namun daun pintu itu masih kokoh pada tempatnya. Wajah mereka menunjukkan sedikit kekesalan. Gagal, mereka tidak menyerah. Mereka mencoba lagi secara bergantian, menguras tenaga.​"Pencuri, pencuri..."​Teriakan nyaring itu memecah kesunyian lingkungan. Di lingkungan kecil dengan rumah-rumah yang jaraknya cukup rapat, kegaduhan yang mereka timbulkan menarik perhatian. Para tetangga yang curiga melihat dua orang asing yang tampak mencurigakan itu langsung berteriak waspada.​"Ayo lari."​Kedua orang itu sontak menghentikan usaha mereka. Mereka memilih untuk lari ke arah pintu belakang, menyelinap dengan cepat melewati gang-gang kecil. Mereka bergerak begitu gesit dan lincah, sehingga warga yang tadi berteriak-teriak tidak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Sarah ditahan polisi

    ​"Apa-apaan ini? Kalian tidak berhak membawa saya ke kantor polisi." Sarah berteriak melawan polisi wanita yang hendak memborgol tangannya.​Tidak menunggu lama, selesai Antony mengaku, polisi langsung bergerak ke rumahnya. Karena dia sudah dicurigai atas pemberitahuan dari Hasa.​Matanya menyala marah mencoba membuat para polisi merasa terintimidasi. Raut wajahnya menunjukkan penolakan keras atas penahanan tersebut.​"Anda ditahan atas kasus pembunuhan berencana?" jelas polisi yang ikut menangani kasus Hasa. Suaranya terdengar tegas dan tanpa kompromi.​Sarah berusaha menutupi keterkejutannya. "Kalian pasti salah orang." Jantungnya berdebar kencang, menyadari situasinya jauh lebih serius.​"Tuduhannya jelas, orang yang anda suruh sudah mengakui semuanya," ujar polisi. Senyum tipis kemenangan tak lepas dari bibirnya.​Sarah langsung teringat pada Antony, tangannya mengepal dikedua sisi. Dia sudah salah mempercayai orang. Pikirannya dipenuhi kekecewaan dan amarah.​"Silahkan koperatif,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status