Share

Tidak kuat minum

Author: Azitung
last update Last Updated: 2025-10-24 08:10:21

"Akting yang luar biasa, prok...prok...prok...!" Dama bertepuk tangan tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Hasa.

Tubuh Hasa menegang, dia menatap sekeliling. Dalam hati ia bicara 'padahal cuma ingin bicara, tapi mengapa harus di tempat seperti ini.'

"Bagaimana kalau kita wujudkan kehamilanmu malam ini?"

"A-apa?" Hasa terkejut bukan main.

"Cih!" Dama tersenyum tapi sama sekali tidak manis.

Sedangkan Hasa nyalinya semakin menciut. Dalam hati dia menyesali keputusannya malam ini. Yang ingin dilakukannya adalah keluar dari tempat ini, tapi itu sepertinya mustahil karena dia sudah membangkitkan amarah seorang Dama dengan cara mempermalukannya di pesta.

"Huh, tempat ini panas, bagaimana kalau kita bicara di luar saja, udaranya lebih terbuka, hehe..." Hasa mengipas-ngipaskan tangannya berusaha tertawa untuk menutupi ketakutannya.

Akting Hasa terlalu mudah ditebak, Dama mengambil remot AC lalu menurunkan suhunya ke yang paling rendah. Sontak Hasa menyilangkan tangannya di dada karena sangat dingin.

'Gagal.' Dalam hati Hasa.

"Eghm.. eghm.., tenggorokanku kering, boleh aku keluar untuk mengambil air minum?" Cara kedua.

Tiba-tiba bel berbunyi, Dama melangkah ke pintu, seorang pelayan membawa nampan berisi dua gelas kosong, es batu juga sebotol minuman. Hasa tau pasti itu adalah anggur.

'Gagal lagi.'

Rasanya ia ingin menangis saat ini. Dama tak membiarkan pelayan itu masuk, dia sendiri yang membawa nampannya ke dalam lalu meletakkan minuman itu di atas meja. Dama juga menuangkan isinya ke dalam gelas.

"Maaf! Sebenarnya aku tidak meminum alkohol," kata Hasa berupaya untuk menolak.

Dama mengambil satu gelas, ia bersandar di sofa setelah menyesap sedikit minumannya.

Ekspresi Hasa sudah tak karuan sungguh hatinya sudah ketar-ketir saat ini.

Dama menggulir handphonenya setelah mendapatkan pesan masuk dari Stephanie sekretarisnya. Setelah membaca semua informasi tentang Hasa sampai kenapa dia bisa masuk ke dalam pesta, senyum smirk timbul di bibirnya. Kini dia menatap Hasa dengan tajam.

"Duduk!" perintahnya.

Hasa bergerak sangat pelan dan hati-hati, dia memilih sofa yang paling jauh dari Dama. Hasa salah besar karena berpikir mudah untuk membicarakan rencananya dengan Dama.

"Minum!" perintah Dama lagi.

"A-aku tidak biasa minum anggur," kata Hasa masih menolak.

"Baiklah, kalau begitu kita langsung saja," ucap Dama, dia melepas jasnya lalu melonggarkan dasinya. Mata Hasa sampai melotot, lalu selanjutnya Dama membuka bagian atas kancing kemejanya.

Jantung Hasa sudah tidak terkendali, ketakutannya luar biasa, dengan cepat dia menurut. "I-iya, aku akan minum."

Hasa segera mengambil gelas dan meneguk isinya sedikit.

"Jika ingin bicara denganku, habiskan isi gelas itu."

Hasa tidak bisa berkutik, mau tidak mau dia segera menyesapnya hingga tandas, setelah itu kepalanya menggeleng pusing, matanya berkedip-kedip. Hasa tidak sekuat orang-orang, dia lemah terhadap alkohol meski ini bukan kali pertamanya minum, karena Morena sering memaksanya untuk minum.

Bahkan Hasa pernah hampir diperkosa saat pulang menemani Morena minum. Saat itu Morena memintanya untuk turun membeli sesuatu, saat dia kembali mobil telah pergi. Hasa berjalan mencari taksi saat itulah ada tiga preman jalanan menghampirinya.

Hasa diganggu, dia mencoba minta tolong tapi malam itu sepi dan hujan pun mulai turun, Hasa berusaha mempertahankan dirinya, dia berlari tapi ketiga orang itu mengejarnya, sampai sebuah mobil nyaris menabraknya.

Pemilik mobil itu adalah Don, dia menyelamatkan Hasa dari ketiga preman itu dan mengantarkannya pulang. Di situlah awal mula perkenalan mereka dan mulai menjalin hubungan hingga ketahap pacaran.

"Gadis lemah, tapi ku akui nyalimu cukup berani," ucap Dama.

"Hei, kau bilang apa?" Hasa berteriak karena dia sudah mabuk.

"Dasar lemah," ulang Dama dengan tatapan mengejek.

Tiba-tiba Hasa bangkit, dia berjalan sempoyongan ke arah Dama. Dia menunduk menatap wajah Dama, lalu jarinya menyentil bibir Dama. "Berani sekali mulutmu mengatakan aku lemah. Ck."

Dama sampai tidak bisa berkutik karena jarak wajah mereka yang terlalu dekat, sampai-sampai jakunnya terlihat naik turun.

Pluk

Hasa terjatuh ke dalam pelukan Dama. Posisi mereka cukup intim membuat jantung Dama berdetak tak karuan. Untuk beberapa saat dia terdiam sampai terdengar suara mengorok dari bibir Hasa.

Dama memindahkannya ke atas tempat tidur. Dia menyelimuti Hasa, setelah itu Dama kembali minum. Dia mengambil botol lalu membaca komposisinya. "Aneh, padahal kandungan alkohol ini tidak tinggi." tapi segelas saja mampu menumbangkan gadis yang sudah berani mempermalukannya itu di pesta.

Hal yang paling menghebohkan pun terjadi pagi ini. Berita tentang Dama Huston dan gadis misterius muncul di berita, dengan cepat menyebar hingga jutaan penonton.

Dama Huston akan segera menikah.

Sepertinya bukan gadis yang ada dalam berita.

Calon istrinya sedang mengandung.

Huston akan memiliki menantu.

Dan yang paling gong adalah foto Dama saat memasuki hotel, lalu foto Hasa, foto saat Dama memasuki pintu kamar president suite dan ketika Hasa di antar oleh Frank ke pintu yang sama.

Di kediaman Huston, Willy sedang tertawa terbahak-bahak, di sampingnya Nenek Mori tersenyum setelah menyesap tehnya.

"Bagaimana nenek, aku melakukannya dengan baik bukan?" Ternyata foto itu adalah ulahnya. Di lorong kamar president suite tidak ada siapapun. Sedangkan Willy pemilik kamar di sebelah kamar kakaknya.

"Willy, nenek rasa ini pasti salah, karena wanita yang dijodohkan dengan Dama tidak seperti itu wajahnya," ucap Nenek Mori masih menatap foto itu dengan kaca matanya.

"Nenek bilang Halyas hanya punya satu putri. Aku sudah mencari tahu tentang gadis itu, dan benar dia dari keluarga Halyas." Willy yakin dia berkata benar.

Di kediaman Halyas ternyata jauh lebih heboh. Di mana saat ini dada Morena memanas, foto Hasa dan Dama di tempat yang sama telah membakar nalurinya.

"Ini tidak bisa dibiarkan, kenapa dia bisa bersama Dama? Aku saja belum pernah bicara dengan laki-laki itu." Nafasnya naik turun tak beraturan. Dalam sekejap panick attack menyerangnya.

Sarah sendiri pun bingung, kenapa anak adopsinya itu bisa mengenal Dama yang notabenenya adalah dari keluarga terpandang nomor satu di kota itu. Sedangkan Hasa selama ini jarang bergaul, hari-harinya hanya disibukkan dengan guci.

"Ibu lakukan sesuatu, cepat suruh Hasa datang!" Tak ada lagi sisa ketenangan di dada Morena, yang ada hanya rasa ingin menerkam Hasa saat ini.

Mereka segera menghubungi nomor Hasa.

Suara handphone di dalam tas mengusik tidur seorang gadis yang tampak polos di atas tempat tidur. Di sisi ranjang Dama terlihat berdiri dan sudah dalam keadaan rapi.

Hasa membuka matanya perlahan lalu menguap lebar. Seolah dirinya berada di tempat tidurnya pribadi tanpa ada orang lain di sana.

Sinar terang menembus tirai. "Ahh, sepertinya aku kesiangan, pasti Rene sudah pergi ke rumah sakit," ucapnya lalu mengedarkan pandangan.

"Hah, si-siapa kau?" Matanya membelalak sempurna saat sosok Dama berdiri sedang menatapnya.

Pikiran Hasa langsung mengarah pada kejadian tadi malam, dia di pesta lalu ke hotel, minum dan....

Sontak jantungnya berdegup kencang, Hasa mengintip ke dalam selimut, gaunnya masih lengkap seperti tadi malam. Tangannya terulur meraba bagian sensitifnya, tapi Hasa tidak merasakan keanehan, selain hanya ingin pipis saja.

"Sudah ingat?" tanya Dama. Pria itu mengancingkan lengan kemejanya, bajunya sudah berganti dari yang tadi malam.

Hasa jadi tidak enak hati. "Terima kasih karena tidak menyentuhku!" katanya.

"Tidak akan selesai dengan kata terima kasih, karena kau sudah mempermalukanku, aku akan melakukan sesuatu padamu," kata Dama.

Hasa ingin meminta maaf, tapi lidahnya kelu. "Bi-bisakah kau melupakan kejadian itu?" Hasa mengatupkan kedua tangannya. Wajahnya yang imut membuat Dama tak ingin cepat berpaling.

"Bersihkan dirimu, setelah itu kita bicara," kata Dama lalu berjalan ke arah balkon.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Dama dan Clarissa dulu

    ​"Kupikir kau tidak akan datang," ucap Clarissa, senyumnya surut begitu melihat ada Stephanie bersama Dama. Clarissa melambaikan tangannya ke arah sebuah pintu di ujung ruangan. "Ayo ke ruangan ku, kita bicara di sana."​Dama mengamati setiap alat musik yang terpajang, didominasi oleh biola dan piano, yang lain tidak begitu banyak. Itu bukan sekedar galeri, Clarissa juga menyediakan tempat latihan, Cla Academy. Di salah satu sudut, Dama melihat koleksi biola yang tampak sangat antik.​"An, buatkan teh dua gelas! Yang hangat ya," perintahnya pada asistennya.​An belum melangkah, matanya menangkap isyarat dari Clarissa. "Ah ya, maaf, maksudku hanya aku dan Dama. Kami perlu bicara pribadi. Stephanie, bisakah anda menunggu di luar sebentar?" Clarissa menatap Stephanie dengan senyum yang dipaksakan.​Sebelum beranjak, Stephanie meminta persetujuan Dama dengan pandangan mata, Dama mengangguk tipis. Kini tinggal mereka berdua di dalam ruangan yang beraroma kayu cendana.​"Nona Stephanie belu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Masa lalu Dama yang kembali

    Suasana di lantai atas terasa memanas. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar menaiki tangga.​"Nirin, ada apa ini? Hasa, kau kenapa ada di sini?" Rupanya Don sudah kembali ke atas. Ekspresi bingung dan sedikit terkejut terpancar jelas di wajahnya melihat dua wanita itu.​Nirin memalingkan wajahnya, raut mukanya masih menunjukkan kemarahan yang membekas pada Don. Sementara itu, Hasa terlihat lebih tenang, namun tatapannya serius saat menatap Don.​"Jangan tinggalkan dia di tempat ekstrem begini." Setelah mengucapkan kalimat dingin itu, Hasa segera berbalik. Niatnya untuk mencari udara segar di luar sirna sudah. Dia turun ke bawah dan kembali ke area pesta. Anehnya, Dama sudah tidak terlihat di sana.​Hasa memutuskan untuk melangkah keluar. Ternyata, Dama sedang berdiri di dekat mobilnya, asyik bercerita dengan wanita yang sempat dilihat oleh Hasa tadi. Begitu menyadari kehadiran Hasa, Dama langsung sigap menghampirinya.​"Kenapa lama sekali? Aku pikir kau sudah pulang?" sapa Dama, na

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Ingin loncat

    Di tengah keramaian acara, Nirin mulai dilanda gelisah. Waktu berlalu terasa lambat dan mengkhawatirkan. Don, kekasihnya, pamit ke toilet, namun kepergiannya terasa sangat tidak wajar, melebihi batas normal seseorang buang air. Kekhawatiran mencekik Nirin, mendorongnya untuk menyusul. Namun, baru saja ia beranjak, langkahnya terhenti. Dari arah berlawanan, ia berpapasan dengan seorang wanita yang familier—Hasa.Hasa melangkah tanpa tujuan pasti, pikirannya melayang-layang. Ada perasaan aneh, semacam sensasi dejavu yang kuat saat ia bersirobok dengan gadis itu. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi saat ia berjalan, ingatan itu menyeruak dengan kejam. Hasa tersentak. Dia ingat sekarang. Wanita ini! Inilah gadis yang pernah menghampiri mereka saat ia masih bersama Don. Lebih menyakitkan lagi, Hasa ingat jelas gadis inilah yang duduk di mobil Don saat lelaki itu memutuskan hubungan mereka, mengakhiri kisah mereka dengan dingin.Tak ingin tenggelam dalam pusaran kepahitan masa lalu, Hasa meng

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Cari wanita lain

    Suasana di kediaman Huston terasa mencekam, diselimuti bayangan kekhawatiran yang tebal. "Kita tidak butuh waktu lagi, sebaiknya nikahkan Dama dan Hasa secepatnya," ujar Rania, suaranya mengandung urgensi yang tak terbantahkan. Kejadian mengerikan yang hampir merenggut nyawa Hasa sudah ia ketahui secara rinci."Kenapa terburu-buru, gadis itu baru saja sembuh. Biarkan mereka saling mengenal lebih jauh. Lagi pula kau sendiri yang meragukan perasaan wanita itu terhadap Dama," balas Nenek Mori, nadanya lebih tenang namun penuh pertanyaan. Ia memandang Rania dengan sorot mata yang mencari penjelasan."Hanya dengan cara itu wanita itu terlindungi," jawab Rania singkat, raut wajahnya menunjukkan keputusan yang sulit.Nenek Mori mengerutkan kening. "Maksudmu? Apa terjadi sesuatu dengan Hasa?" Ia belum mendengar detail mengerikan di balik kecelakaan yang menimpa Hasa.Rania menarik napas perlahan. "Ibunya Sarah adalah dalang di baliknya," ia menyebut nama itu dengan ketidakpercayaan dan kekesa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Sarah dibebaskan

    Dua orang bertubuh besar itu saling pandang, lalu serempak mengalihkan fokus mereka ke daun pintu kamar yang tertutup rapat. Mereka mulai mengatur jarak memundurkan kami, mengambil ancang-ancang penuh tekad untuk mendobraknya.​Brak..​Bunyi benturan keras terdengar, namun daun pintu itu masih kokoh pada tempatnya. Wajah mereka menunjukkan sedikit kekesalan. Gagal, mereka tidak menyerah. Mereka mencoba lagi secara bergantian, menguras tenaga.​"Pencuri, pencuri..."​Teriakan nyaring itu memecah kesunyian lingkungan. Di lingkungan kecil dengan rumah-rumah yang jaraknya cukup rapat, kegaduhan yang mereka timbulkan menarik perhatian. Para tetangga yang curiga melihat dua orang asing yang tampak mencurigakan itu langsung berteriak waspada.​"Ayo lari."​Kedua orang itu sontak menghentikan usaha mereka. Mereka memilih untuk lari ke arah pintu belakang, menyelinap dengan cepat melewati gang-gang kecil. Mereka bergerak begitu gesit dan lincah, sehingga warga yang tadi berteriak-teriak tidak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Sarah ditahan polisi

    ​"Apa-apaan ini? Kalian tidak berhak membawa saya ke kantor polisi." Sarah berteriak melawan polisi wanita yang hendak memborgol tangannya.​Tidak menunggu lama, selesai Antony mengaku, polisi langsung bergerak ke rumahnya. Karena dia sudah dicurigai atas pemberitahuan dari Hasa.​Matanya menyala marah mencoba membuat para polisi merasa terintimidasi. Raut wajahnya menunjukkan penolakan keras atas penahanan tersebut.​"Anda ditahan atas kasus pembunuhan berencana?" jelas polisi yang ikut menangani kasus Hasa. Suaranya terdengar tegas dan tanpa kompromi.​Sarah berusaha menutupi keterkejutannya. "Kalian pasti salah orang." Jantungnya berdebar kencang, menyadari situasinya jauh lebih serius.​"Tuduhannya jelas, orang yang anda suruh sudah mengakui semuanya," ujar polisi. Senyum tipis kemenangan tak lepas dari bibirnya.​Sarah langsung teringat pada Antony, tangannya mengepal dikedua sisi. Dia sudah salah mempercayai orang. Pikirannya dipenuhi kekecewaan dan amarah.​"Silahkan koperatif,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status