Melabrak di Kamar Hotel
Sesak!
Wanita yang sama pada dua foto di gawai Dean.
Dengan langkah yang ditarik-tarik Linar mendudukkan dirinya di meja kosong di luar restoran yang sama. terletak cukup jauh, namun mudah melihatnya dan syukurlah. Di atas meja mereka terlihat piring-piring makanan yang sudah kosong.
Linar menggerutu dalam hati. Sedetik kemudian ia mencoba menggunakan teknik pernapasan dilanjutkan berdzikir, agar lebih kuat dan tak menggila di sini.
"Hufth!"
Ia masih menatap lemah mereka dan memilih akan mencoba sekali lagi. Linar melihat suaminya sedikit tersentak mendapat panggilan telepon darinya. Si wanita itu menatap bertanya, lalu Dean membuka mulutnya entah bicara apa, dan Dean mengangkatnya ponselnya.
"Iya halo, Mas. Kamu di mana?"
"Aku lagi di kantor, nih. Aku harus lembur lagi,"
"Masih di kantor? Jadi benar hari ini kamu lembur lagi?" tanyanya mendesah.
"Iya, lagi. Kamu nggak perlu tungguin aku pulang. Kemungkinan aku menginap di kantor,"
"Oh, ya? Sesibuk itu?"
"Iya, dan nggak usah khawatir tentang baju ganti, aku punya setelan baju kerja di ruang kantor aku. Jadi kamu nggak perlu repot ke kantor pagi-pagi, ok!"
Linar mengangguk lemah menanggung kecewa teramat sangat, "Oh, ok!"
Selang tak berapa lama Linar mengikuti mereka meninggalkan segelas teh ocha yang hampir habis. Ia terus mengikuti mereka dari belakang, hingga mobil berhenti pada sebuah gedung hotel elit.
Deg!
'Kenapa harus berhenti di sini?' pikirnya dalam hati yang semakin menyesakkan Dada.
Namun, ia menolak untuk menyerah, walau sudah memulai dengan merakit sakit hati agar masih kuat demi meneruskan penyelidikan, dan masih terlalu awal baginya.untuk menyerah bukan?
Linar memastikan jarak aman dan tetap mengikuti mereka dari belakang jangan sampai tertinggal, hotel semewah ini sudah barang pasti menjaga ketat keamanan dan informasi pemiliknya bukan.
Dengan tak sabaran ia segera keluar dari kotak hitam besi yang bisa mengantarnya ke lantai tiga belas, angka yang sama yang ku lihat pada penunjuk lift yang membawa mereka berdua.
"Semoga aja masih terkejar." gumamnya.
Saat berbelok Linar melihat mereka di ujung lorong tengah membuka dan memasuki sebuah pintu unit yang ia tak tahu berapa deret angkanya, merasa tak penting karena sudah tahu letak pintunya di mana.
Deg ... Deg ... Deg
Pelupuk mata Linar mulai panas, ia menyentuh dadanya yang berdegup sakit lebih terasa menyesakkan. Ia mematung di ujung dinding belokan.
Untung saja hotel ini sepi. Mungkin karena penyewanya para pekerja keras yang pulang larut malam. Hah, mewah sekali gedung ini. Kenapa harus pergi ke hotel atau siapa yang membayar kamarnya di antara mereka.
Overthinking Linar bertebaran lagi di kepala dan seperti ada tangan yang memukul-mukul dadanya kembali.
Linar melihat tangannya bergetar lebih parah, ia mengepalkan jemari seolah tengah mencengkeram dadanya yang berdegup cepat menyesakkan, agar lekas berhenti.
Linar menarik napas dalam dan hembuskan perlahan berulang kali, ia menegakkan tubuh, lalu merogoh gawai kecil dan ia hidupkan kamera video. Ketika sudah pasti ia taruh di saku atas dadanya sebelah kiri kemejanya.
'Semoga bukan seperti apa yang aku pikirkan, Tuhan mohon kuatkanlah hati hamba." gumamnya.
Linar berbalik dan mengangkat dagu dengan tangan yang dingin saling bertaut menguatkan. Ia melangkah pelan sembari merakit kekuatannya kembali.
Aku terkesiap ketika petugas kebersihan keluar dari pintu unit di depanku, dia bahkan ikut terkejut dengan reaksiku.
Linar mencoba tersenyum dan ah, "Maaf, Mas. Boleh minta tolong?" pintanya mencegat.
Setelah menjelaskan apa dan bagaimana, selanjutnya Linar mengambil posisi setengah meter dari pintu unit yang dimasuki Dean dan wanita itu, tak berhenti mengintai.
Sudah dua kali si petugas kebersihan menekan bel, ia menoleh pada Linar yang segera diberi kode untuk terus menekan bel yang dipatuhi oleh lelaki itu.
Klik
Suara pintu terbuka, Linar menahan napas gemuruh detak jantungnya semakin cepat. Penampakan seorang perempuan dengan pakaian tidur yang sangat terbuka muncul dari baliknya.
"Ada apa ya, Mas?" suara perempuan terdengar menyahut dari dalam kamar.
Sentak Linar menoleh, namun ia masih diam memaku dirinya bertahan.
"Maaf, Nyonya. layanan kamarnya," seru petugas kebersihan itu.
"Layanan kamar? Saya belum memesannya, dasar aneh!" tukas wanita itu judes.
"Maaf,"
"Ada apa?" suara Dean menginterupsi mereka yang membuat Linar dan dari suaranya wanita itu terkesiap juga dengan alasan berbeda.
Linar berjalan cepat membuat petugas lelaki itu mundur, melihat wanita itu sedang menoleh ke belakang menjawab interupsi Dean, dengan kasar ia mendorong pintu lebih lebar.
Linar nyaris kehilangan suara saat memindai tubuh perempuan berjubah putih dengan sebagian besar tangan dan paha putihnya terpampang.
"Kamu?" tuduh wanita itu terperangah.
Linar segera menyadarkan dirinya dan berjalan lagi sengaja menabrak bahu wanita itu kasar.
Linar menerobos masuk dan Dean menoleh cepat. Mereka saling balas menatap dengan cara yang berbeda, Linar dengan pandangan menatap nyalang tapi rapuh dan Dean yang terkejut. Dengan wajah yang terlihat kalut Dean berjalan mendekati Linar.
"Linar?" panggil Dean parau ia mulai tampak kebingungan.
Linar seperti telah kehilangan banyak darah saat ini. Kulitnya memucat, kepala pening bukan main. Pandangan matanya mengabur, dada ini bergemuruh kian hebat.
Hal itu lantaran Linar yang baru sadar kalau ia bahkan belum makan apa-apa sejak tadi siang, tapi itu tidak cukup menyiksa, yang paling menyiksa adalah pemandangan yang tersuguh di depan kedua matanya saat ini.
Seorang pria dewasa bertelanjang dada berada di dalam satu kamar dengan perempuan berpakaian terbuka. Bagaimana mungkin Linar yang istri sahnya harus bisa menahan diri untuk tidak bertanya-tanya. Apa yang dilakukan suaminya dengan perempuan itu di kamar ini?
Dera dan Linar tenggelam dari keterkejutan dan berbagai ocehan spekulasi di kepala keduanya, hingga terlambat menyadari Dean melangkah cepat dan meraih lengan Linar sebelum ia benar-benar ambruk, namun ia segera menepis kasar tangan Dean.
Linar mendongak menatap kedalaman bola mata yang sarat akan keterkejutan dan kekalahan hingga kecemasan.
Dera yang melihatnya, tersulut cemburu ia menggeram kesal lalu menoleh pada petugas lelaki tadi.
"Jadi kamu diperalat sama dia? Dasar bodoh!" desis Dera dan langsung membanting pintu, tak butuh saksi atas labrakan yang dialaminya.
"Aku bisa jelasin, Lin!" kata Dean meraih tangan Linar yang segera dibalas dengan tamparan di pipi kanannya keras.
Dean menunduk sebelum menoleh. Linar menamparnya lagi di pipi kiri sekeras mungkin.
Linar bergerak mundur dua langkah, tersenyum masam dan mengangguk lemah.
"Oh, tentu aja. Karena aku tahu gimana rasanya nggak dikasih kesempatan untuk menjelaskan, dan jadi orang bego yang ngga tahu apa-apa sehingga gampang dibohongi."
Kalimat terakhir yang terlontar berhasil membuat Dean terperanjat, wajahnya pias dan tersinggung.
Pria itu menyugar rambutnya frustasi dan mendesis saat mengucapkan maaf, "Keluarlah, Dera!" titah Dean parau.
"Apa? Nggak mau. Kamu tahu 'kan aku cuma pakai lingerie minim di balik jubah pendek ini. Nggak! orang-orang akan berpikir kalau aku wanita panggilan!"
"Itu fakta 'kan?" sambar Linar cepat.
"Apa lo bilang?"
"Kamu memang wanita panggilan. Jalang murahan yang dengan murahnya berzina sama suami orang, fakta 'kan?" sengit ku mengejek.
"Apa! Sialan! Beraninya lo dasar ...!"
"Keluar, Dera!" sentak Dean tegas menatap dalam tanda tak perlu penolakan berikutnya.
Dera terkesiap. Ia menatap kesal pada Dean, ia melangkah mundur seraya mencebikkan bibirnya kesal.
"Nggak perlu!" imbuh Linar. Menoleh malas pada Dera.
"Kamu udah bersikap jalang yang merusak rumah tangga aku, jadi ayo kita selesaikan semuanya dengan cara dewasa!"
"LINAR!"
"Apa? Kenapa kamu nggak mau libatkan dia di saat dengan teganya kamu mempersilakan dia masuk dan merusak rumah tangga kita, Mas?"
"Oh, atau ini cara kamu untuk menjaga jalang kamu dari kemarahan aku, begitu, Mas?" bentak Linar dengan suara bergetar, aku melotot dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata.
"Sebaiknya aku pergi," gumam Dera berbalik terburu-buru ke arah nakas untuk mengambil barang pribadinya.
"Suruh wanita kamu untuk tinggal, Mas. Atau aku akan membesar-besarkan masalah lebih dari ini!" ancam Linar berdesis.
Dean menatapnya marah, ia menghela napas kasar kasar dan berjalan menjauh, lalu berteriak.
"Linar dengar! ... brengsek!" amuknya menjenggut rambutnya frustrasi kemudian berbalik.
"Kenapa kamu ada di sini sih, hah?" bentak Dean marah.
Linar sebagai istri sudah tahu bahwa suaminya akan semarah ini, dan ia bertekad akan tetap menuntaskannya meski terlampau alot.
"Dera, kamu jangan keluar atau aku akan labrak kamu di Derara's boutique, itu milik kamu dan saudara sepupu kamu kan? Pasti akan lebih seru kalau acara pelabrakannya di rekam dan diviralkan ke media sosial, gimana setuju?"
"Sialan! kamu dengar itu Dean? Wanita ini baru aja mengancam aku!"
"Kita buat simple aja, kamu cukup ikuti apa kata aku sebagai istri sah dari pria yang sedang kamu serong suaminya!"
"Brengsek!" desis Dera melotot.
"Lin, jangan begini! kita bicarakan ini di rumah, sebentar aku bersiap dulu," seru Dean yang langsung berbalik untuk mendapatkan baju miliknya.
"Terdengar ancaman kosong ya? Ok, aku udah tahu alamat toko offline dan media sosialnya Dera, dan mungkin aku akan menyewa beberapa orang untuk merekam aksi pelabrakan designer muda bersama salah satu petinggi perusahaan kamu, Mas dan menyebar luaskannya, the power of netizen, right?"
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa