"Apapun itu lebih aman di sini," gumam Dean.
"Apa maksud kamu, Mas?" tanya Linar tertarik.
"Karena aku nggak mau putar balik dan terjebak macet, aku harus segera sampai ke kantor. Lagipula aku pikir kamu butuh teman bicara, dan Mami juga sama."
Dean melirik Linar dari ujung matanya, ia terlihat tengah menimbang dan sebelum Linar menolak Dean kembali bicara. "Aku pergi sekarang, agar aku punya waktu untuk sekedar sarapan sebelum ke kantor."
Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah maminya. Memilih menghindari konflik, ia berpesan.
"Aku akan langsung berangkat, salam buat Mami!"
"Oh ya, pastikan kamu sarapan, sebelum bekerja, Mas?"
Dean menoleh membalas tatapan istrinya yang ia kenal sarat akan perhatian khas Linar "Ok, mungkin aku akan pesan makanan untuk di take away atau delivery. Entahlah."
Linar mengangguk kecil, "Terserah, pastikan aja maag kamu nggak akan kumat lagi," ucapnya pelan di akhir kalimat.
Dean tersenyum kecil ia mengelus rambut hitam Linar sayang. "Iya, sayang," ucapnya lembut
Linar terdiam ia menarik kecil sudut bibirnya "Sayang? Aku bukan Dera mas gimana sih, kamu." balas Linar setengah hati melepas seat belt dan membuka pintu.
"Lin!" tahan Dean spontan berseru lebih keras karena tersinggung.
"Nah itu dia, kamu sadar nggak sih mas kamu udah lama berhenti manggil aku sayang di saat normal kayak gini dan itu alasan buat aku bertanya - tanya kenapa dan aku udah tahu sih jawabannya jadi kamu ngga perlu repot menjelaskan apapun, aku udah paham" imbuh Linar perih.
"Kamu salah Lin dan apa maksud kamu di saat normal, hah?"
"Belakangan ini kamu udah jarang manggil aku sayang selain saat kamu minta hak kamu di atas ranjang selain itu kamu manggil aku nama sama seperti orang kebanyakan, itu karena kamu udah punya wanita kesayangan lain kan, Dera kan orangnya!" Habis sudah unek -unek yang disimpan selama ini, niatnya tak ingin ribut di pagi hari pupus sudah.
Dean melepas cekalannya pada lengan Linar dan memukul frustasi kemudinya.
"Lin, aku minta maaf aku ... " Dean masih membuka mulutnya kini tanpa suara, suaranya seakan tercekik di tenggorokan.
Linar memandang intens suaminya dan mengerti, ia mengangguk dua kali.
"Kamu hati - hati di jalan ya, pastiin kamu sarapan lagi." Linar mengambil tangan Dean bertakdzim lalu mendongak untuk tersenyum yang dipaksakan dan bergegas keluar dari mobil berjalan ke gerbang tanpa menoleh.
"Mbak Linar," sapa mbok jah asisten rumah tangga keluarga Dean.
"Pagi mbok, Mami mana?" Tanyanya yang bukan basa basi.
"Nyonya belum sampai rumah, kemarin sore ke rumah adiknya mungkin siang ini baliknya"
Linar mengangguk sembari menghela napas lega, syukurlah pikirnya.
"Aku langsung ke kamar ya, Mbok." Seru Linar berjalan ke arah tangga ke kamar suaminya dulu sebelum menikah dengannya.
Sesampainya di kamar Linar duduk di tepi ranjang, ia menutup wajahnya dan menangis kecil rasa sesak di dada masih bercokol di dalam hatinya dan ia adalah jenis manusia yang sulit melepas ingatan hingga merasa sakit di dada.
Ia menatap ke arah pigura berisi foto ia dan suaminya di hari pernikahan tampak bahagia dan bersyukur di mata keduanya. Ya Tuhan apa yang harus hamba lakukan gumamnya bertanya.
***
Dean menaiki anak tangga lebih cepat dari biasanya, hatinya resah karena istrinya yang abai di setiap panggilannya membuat otaknya memproyeksi dari hal biasa hingga yang tak diinginkan. Linar selalu mengirim pesan jika ia sedang tak bisa mengangkat telepon.
Dean membuka pintu kamar kayu ia lekas menekan saklar dan lampu menyala ia berjalan tiga langkah dan berbelok jadi lebih kesal karena tak menemukan istrinya di sudut manapun.
"Lin, Linar?!" Panggilnya setengah teriak namun tak kunjung dibalas ,ia sampai di depan pintu kamar mandi tapi tetap tanpa sautan.
Dean membuka pintu tanpa mengetuk dan tetap saja istrinya tak ia temukan , ia menyentuh keningnya frustasi sembari menekan panggilan telepon matanya menatap jauh ke arah balkon yang tertutup tirai hitam dan bejalan mendekat lalu membuka tirainya lebar - lebar, sial nomornya tidak aktif .
Apa istrinya itu pergi dari kembali ke rumah mereka atau dia ..
"LINAR , ... LINAR!" bentak Dean. Tak ingin membuang waktu ia lekas menaruh ranselnya asal dan melangkah lebar - lebar berbelok ke pintu luar dalam pengawasan netra sendu yang berdiri di ujung balkon .
Ia mengaktifkan kembali gawai di tangan dan melihat enam miscall dari suaminya kemudian ia menghubungi balik.
"Aku di kamar dan kamu mau kemana lagi Mas?"
Linar menutup mata dan mengangguk kecil mendengar kemarahan suaminya karena ulahnya yang sengaja menghindar dengan cara tak menyahuti panggilan suaminya.
Ia berjalan dan duduk di tepi ranjang masih mendengarkan ocehan suaminya.
Brak!
Linar menoleh dan menutup panggilan teleponnya bersiap menghadapi suaminya.
"Kenapa kamu nggak aktifin Hp kamu hah? Dan kemana kamu tadi aku cari di kamar tapi kamu nggak ada?"
"Hp aku lowbat jadi sebelum bener - bener mati aku nonaktif hpnya. Dan aku ada kok, kamu aja yang nggak bisa sadari kehadiran aku," sambutnya memelan.
Dean melemaskan otot pada rahangnya balasan tersirat itu tampak mengena dan ia memilih tak membahasnya.
"Kamu bisa nyaut pas aku manggil nama kamu Lin, bahkan aku teriak manggil kamu dan kamu ngga jawab,"
Linar berdiri dan berjalan pelan ke arah suaminya yang tengah membuka kancing kemejanya. Linar meraih pergelangan tangan kiri suaminya membalik pelan dan melepaskan arloji dengan lembut lalu dilanjutkan dengan ikat pinggang dilepasnya
"Aku selalu ada di tempat kamu Mas, nunggu kamu dan mendoakan kamu saat aku khawatir karena kamu terlambat pulang. Aku mendoakan kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan kamu tapi kamu malah biarin aku nunggu kamu mencari kesenangan kamu dengan perempuan lain" Linar mendongak menatap tepat pad netra hitam pekat suaminya.
"Harusnya kamu ngga securang itu Mas, kamu tega banget sama aku kenapa sih?" tanyanya dengan suara parau.
Dean membuang wajahnya ke samping tak siap akan pertanyaan hati istrinya.
Linar tersenyum sinis, walau tak harap jawaban normal tapi ia sesak karena suaminya tak mengucapkan penyesalan atau permintaan maaf dan berujung bujuk rayu, seperti biasa.
Setelah melepaskan dua barang itu dari suaminya Linar melangkah mundur dan mendongak.
"Kamu ingat saat aku maksa kamu nonton drama keluarga yang suaminya selingkuh dari istrinya juga mengkhianati anaknya. Di hari itu aku minta sama kamu untuk selalu terus terang sama aku ,kalau ada yang buat kamu ngga suka, tersinggung atau apapun kamu cukup bilang sama aku atau ,- "
"Lin!" potong Dean melangkah dan meremas bahu Linar ia menunduk.
"Aku minta maaf, aku tahu aku salah dan yang penting aku udah di sini sama kamu jadi jangan bahas itu lagi ya," pintanya melembut.
Linar tersenyum masam, ia menggeleng sekali "Atau kalau kamu udah nggak suka aku, kamu bisa langsung bilang dan kasih tahu apa yang harus aku lakukan untuk nyenengin kamu lagi bukan dengan kamu diam, abai dan selingkuhi aku maaf," ucapnya sesak.
Dean menyugar rambutnya frustasi kerutan di keningnya lebih dalam. Dia tampak kewalahan meredam emosinya.
Linar tahu harus berhenti lagi pula ia sendiri lelah karena menangis sedari tadi menangis dan mengintrospeksi diri ternyata mengeluarkan banyak energinya.
"Kamu mandi sana! Dan kamu udah makan malam?"
Mata Dean beralih pada istrinya yang melangkah menjauh dari dirinya, tampak menghentikan provokasinya Lalu ia menggeleng pelan.
"Aku lapar,"
"Kamu mandi dulu yah, setelah itu kamu makan, makanan kamu udah aku taruh di oven tinggal di nyalain aja biar hangat makannya" balas Linar berjalan ke arah laci dan menaruh arloji dan ikat pinggang suaminya.
"Kamu-"
"Aku mau langsung tidur, ngantuk," potong Linar beralih ke ranjang dan bersiap tidur.
Dean menghela napasnya kasar atas penolakan Linar yang tak biasanya. pun berjalan ke arah kamar mandi, sembari membuka pakaiannya.
***
"Mas?"
"Mami, belum tidur Mi?" tanya Dean terkejut melihat maminya sudah berdiri di sampingnya.
Sang mami menggeleng pelan menangkap keterkejutan anak lelakinya yang kedapatan tengah memandangi makanannya tak minat, hal yang langka. Rasa khawatir pun menyusup ke dada sang ibu.
Sang mami menggeleng pelan menangkap keterkejutan anak lelakinya yang kedapatan tengah melamun, hal yang langka.
"Iya, tadi siang udah tidur lama jadi mami belum ngantuk, mana Linar tumben ngga di temenin makan sama istrimu itu?"
Dean kembali menekuri makan malamnya, bertambah malas menghabiskannya.
"Dia di kamar ngantuk katanya,"
Sang mami menduduki kursi di sebelah Dean dan menopang dagu seraya bertanya.
"Ada apa? Kalian ada masalah lagi yang ... lebih serius ya, masalahnya?"
Dean membuang wajahnya dan mendorong piring yang sisa sedikit.
"Biasalah Mi, masalah rumah tangga," jawabnya acuh.
"Mami kaget dengar dari si Mbok, Linar datang ke sini tapi langsung ke kamar dan nggak keluar cukup lama. Dia keluar cuma untuk makan malam dan jawab mami juga singkat tapi yah itu walaupun lagi jelek moodnya dia tetap siapin makan malam buat kamu"
Dean menggenggam gelas tinggi yang sisa setengah sembari mendengarkan maminya.
"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi, dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam.
"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam."Pas mami tanya kemarin apa alasan kamu nggak balik ke rumah ini jemput dia, dia bilang itu tanya aja ke kamu, dia takut salah ngomong. Maksudnya apa Mas? Emang kamu kemana sampai ngga pulang ke rumah mami bahkan kamu nggak jemput istri kamu. Kamu tahu dia dapat pertanyaan dari saudara - saudara kamu mereka mengira kalian bertengkar dan Linar terlihat bingung menjawabnya,"Dean menghembuskan napasnya kasar, rasa bersalah menyeruak di dadanya untuk istrinya."Mas?" Panggil maminya menuntut."Aku lagi ada urusan Mi dan nggak sempat ngasih kabar, dan kami sempat salah paham." dustanya sembari menandaskan makanannya dan bangkit menjauh.Tak lama Dean mendatangi kamar mereka untuk mencari Linar yang ternyata tengah berendam di bath up, Dean merengut tak biasanya istrinya itu meninggalkannya sekalipun Linar sudah selesai makan ia selal
Linar menunggu dengan detak jantungnya yang bertabur cepat hingga menyesakkan dadanya, ia takut ... "Udah 8 bulan belakangan ini, Maafin Mas, sayang," seru Dean payah. "Udah lama dong? Oh iya yah kamu mulai berubah juga udah lama kok. Kalian mainnya cantik sih udah pengalaman yah pacar kamu itu?" Ejek Linar datar. Dean membuang wajahnya, bahu dan kepalanya menurun. "Well, untung aku rajin mendoakan kamu dan rumah tangga kita. Jadi aku nggak harus di curangin kamu lama - lama. Lebih baik begini cepat terbongkar sebelumnya lebih parah dari ini. "Maksud kamu Lin?" "Dan sejak kapan kalian mulai sex nya, Mas?" ucap Linar pelan sembari tetap menatap suaminya. "Cukup Lin, aku nggak mau ngebahasnya dan aku tahu itu akan nyakitin kamu lebih dari ini, udah yah aku haus tolong ambilkan aku minum!" sambar Dean. "Nyakitin aku lebih dari ini? Berarti dari pertama kalian mutusin pacaran kali itu juga kalian berzinah ya, dan sepanas apa sih pergulatan kalian di atas ranjang sampai ,-" tanya Li
"Si perempuan itu tampak akrab sama suami lo, Lin!" jelas Tya hati-hati. Linar hanya balas mengangguk, "Dalam circle pertemanan Mas Dean, memang ada aja perempuannya. Semacam wanita alpha gitu yang punya prestasi dan punya posisi setara eksekutif di perusahaan mereka. Bukan hal yang baru, Tya. Udah ya, kita ganti topik aja!" Hening .. Tya terlihat ingin mengejar topik yang sudah di tutup oleh empunya cerita tapi ia memilih mengangguk mengerti demi kenyamanan sahabatnya. "Apapun itu lo harus ingat Lin, kita ada buat lo kalau lo butuh teman curhat atau teman pelarian jadi jangan sok kuat seakan lo tinggal sendiri dan bisa menyelesaikan semua sendiri, ok!" tutur Tita menguatkan. "Iya, lo boleh kok ngerepotin kita kapan aja toh selama ini gue sama Tita sering kecipratan hidup enak karena uang suami lo itu hahaha, intinya lo punya kita untuk ngebantu masalah lo mungkin jadi yah kita harus tahu dulu masalahnya apa nih?" pancing Tya yang di balas tawa kecil Tita. "Lihai sekali anda
"Diet? Tumben kamu diet sekeras ini lagian walaupun tubuh kamu ngga selangsing yang lain, tapi kamu, 'kan nggak gendut?"Yang lain? Ah pasti maksudnya sepupu Dean yang lain yang memang menjaga bentuk tubuh seapik mungkin hingga menyiksa karena tak leluasa makan enak kapanpun dimau pikirnya."Iya, belakangan ini aku lagi ngga percaya diri, Mi. Di sekitar mas Dean banyak yang lebih cantik, pintar dan punya pekerjaan yang bagus terlebih mereka pintar jaga badan, aku jadi minder. Lagian ini usaha aku agar mas Dean tetap setia sama aku," Linar tersenyum masam menyadari ada sengau menahan tangis di ujung suaranya."Memangnya si Mas kenapa?"Linar makin tersenyum lebar dengan mata yang sendu memandang maminya. "Ngga, ngga apa-apa kok, mas Dean baik-baik, aja.""Walaupun ada masalah. sebagai seorang istri kamu harus tetap mendampingi suami kamu, kamu harus percaya dan jaga kepercayaanya. Jangan jadi istri yang suka membesar-besarkan masalah, kamu harus lebih sabar dan mengalah, itu kuncinya."
"Tapi, Bapak setia kan?""Ya enggak juga. Namanya juga laki-laki suka khilaf.""Maksudnya?" tanyanya agak sinis.Linar merasa tertarik dengan supir taxi ini bahkan ia terbawa suasana "Lalu, apa Bapak menyesal udah selingkuh?""Selingkuh itu rasanya berlebihan Mbak. Seakan saya melibatkan hubungan jangka panjang dengan wanita itu. Saya cuma beberapa kali itupun sewaktu tidak bisa mengontrol diri. Namanya lelaki kan hormonnya beda. Apalagi kalau ada masalah di rumah dan mabuk lalu melihat yang bening dan bersedia disentuh kadang jadi tidak bisa menahan diri. Setelah selesai ya merasa bersalah lalu pulang.""Dalam keadaan masih cinta istri Bapak?""Cinta? Rasanya udah lama rasa itu mba saya malah hampir lupa dan udah nggak penting sama cinta. Yang namanya sama istri yang jadi ibu anak-anak bagaimanapun harus saya jalani. Senakal-nakalnya saya, saya tidak pernah berniat meninggalkan istri saya. Terutama setelah saya perlahan mengurangi aktivitas malam saya, rasanya kesadaran saya kembali
14. Adu Amarah"Dan aku sadar aku ini masih seorang istri yang jauh dari kata cukup buat kamu, 'kan? Jadi aku tunggu, maksud kamu aja?" ucapnya datar dan melangkah tapi ditahan."Apa maksud kamu?" tanyanya tegang.Linar balas memandang kali ini dengan tatapan emosi ingin menangis, "Kalau kamu berbuat lebih dari ini. Jujur aku udah ngga mampu mempertahankan apapun yang tersisa dari rapuhnya rumah tangga kita, Mas!""Apa MAKSUD KAMU?" bentaknya emosi.Tes ...Air mata Linar jatuh di pipi kiri, ia menggigit bibirnya demi menahan Isak tangis, mereka sama-sama tahu pembicaraan malam ini terkesan sensitif.Linar berhasil menyunggingkan senyum kecil yang malah terlihat sendu. "Aku sudah kalah saat kamu memilih dia sebagai tempat kamu singgah setelah seharian kamu bekerja, aku udah kehilangan kepercayaan diri saat kamu memilih menghabiskan waktu libur kamu sama dia dan aku-"Linar menjeda ucapannya yang sudah terdengar getir dengan air mata di pipi."Aku udah kehilangan kewarasanku saat lihat
15.Linar memejamkan matanya beberapa detik, khawatir ia akan ditekan lagi. "Linar!" panggil Dean lebih keras. "Apa?""Kamu mikir apa sih?""Bukan apa-apa. Berhenti ikut campur yang bukan urusanmu, Mas," ucap Linar setengah bergumam."Kamu bilang apa?""Aku cuma heran, kamu kenapa balik lagi Mas? Ada yang ketinggalan?" tanya Linar mengalihkan pembicaraan."Iya, aku nggak menemukan laptop aku di mobil, tolong kamu cari di meja kerjaku!""Iya, aku cari, kamu tunggu disini!"***Linar menyeka keringatnya yang terasa kian mengganggu lantaran banyaknya buliran keringat yang banyak sebagai hasil ekskresi setelah ia melakukan zumba bersama teman sekelasnya selama 1 jam."Hufthh ..." Linar memutuskan untuk bergabung bersama teman -temannya yang sudah lebih dulu beristirahat."Udah capek Lin?" tanya Ineu yang di balas anggukan lemah oleh Linar."Habis ini gue sama anak - anak mau makan gulai kambing di resto sebelah, lo mau ikut?""Gulai kambing? Aduh nggak deh makasih, gue lagi diet nih" t
16."Dean Kamu terlambat!" sungut Dera cemberut menerima kedatangan Dean yang ditunggunya. "Kamu tahu alasan aku telat kan Ra dan kamu aja yang nggak sabaran. Kali ini ada apa? Kamu mau apa?""Apa? Kamu masih tanya?! Aku muak sama sikap kamu yang terus berlagak nggak mau tahu!" sentak Dera jengkel."Aku mau kita segera resmikan hubungan kita sebelum perut aku membesar dan buat aku malu oh dan jangan lupakan keluarga aku. Rasanya kepalaku mau pecah mikirin ini. Harusnya aku nggak seceroboh ini," ucap Dera kalut, tak memperdulikan wajah kesal Dean."Aku udah berulang kali peringatkan kamu untuk minum pil KB itu kan," desis Dean menipiskan bibirnya.Dera mencebikkan bibirnya kesal "Kamu tahu efek sampingnya kan, aku nggak mau jadi gemuk dan aku nggak punya waktu ke rumah sakit hanya untuk suntik KB atau apapun itu tapi ya, sudahlah toh ada efek positifnya kan,""Apa maksud kamu?" tanya Dean menunggu."Efek positifnya adalah kamu punya alasan kuat untuk meresmikan hubungan kita dan cuma