Share

8. Sengaja Menghindar

"Apapun itu lebih aman di sini," gumam Dean.

"Apa maksud kamu, Mas?" tanya Linar tertarik. 

"Karena aku nggak mau putar balik dan terjebak macet, aku harus segera sampai ke kantor. Lagipula aku pikir kamu butuh teman bicara, dan Mami juga sama."

Dean melirik Linar dari ujung matanya,  ia terlihat tengah menimbang dan sebelum Linar menolak Dean kembali bicara. "Aku pergi sekarang, agar aku punya waktu untuk sekedar sarapan sebelum ke kantor."

Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah maminya. Memilih menghindari konflik, ia berpesan.

"Aku akan langsung berangkat, salam buat Mami!"

"Oh ya, pastikan kamu sarapan, sebelum bekerja, Mas?"

Dean menoleh membalas tatapan istrinya yang ia kenal sarat akan perhatian khas Linar "Ok, mungkin aku akan pesan makanan untuk di take away atau delivery. Entahlah."

Linar mengangguk kecil, "Terserah,  pastikan aja maag kamu nggak akan kumat lagi," ucapnya pelan di akhir kalimat.

Dean tersenyum kecil ia mengelus rambut hitam Linar sayang. "Iya, sayang," ucapnya lembut

Linar terdiam ia menarik kecil sudut bibirnya  "Sayang? Aku bukan Dera mas gimana sih, kamu." balas Linar setengah hati melepas seat belt dan membuka pintu.

"Lin!" tahan Dean spontan berseru lebih keras karena tersinggung.

"Nah itu dia, kamu sadar nggak sih mas kamu udah lama berhenti manggil aku sayang di saat normal kayak gini dan itu alasan buat aku bertanya - tanya kenapa  dan aku udah tahu sih jawabannya jadi kamu ngga perlu repot menjelaskan apapun, aku udah paham" imbuh Linar perih.

"Kamu salah Lin dan apa maksud kamu di saat normal, hah?"

"Belakangan ini kamu udah jarang manggil aku sayang selain saat kamu minta hak kamu di atas ranjang selain itu kamu manggil aku nama sama seperti orang kebanyakan, itu karena kamu udah punya wanita kesayangan lain kan, Dera kan orangnya!" Habis sudah unek -unek yang disimpan selama ini, niatnya tak ingin ribut di pagi hari pupus sudah. 

Dean melepas cekalannya pada lengan Linar dan memukul frustasi kemudinya.

"Lin, aku minta maaf aku ... " Dean masih membuka mulutnya kini tanpa suara, suaranya seakan tercekik di tenggorokan.

Linar memandang intens suaminya dan mengerti, ia mengangguk dua kali.

"Kamu hati - hati di jalan ya, pastiin kamu sarapan lagi." Linar mengambil tangan Dean bertakdzim lalu mendongak untuk tersenyum yang dipaksakan dan bergegas keluar dari mobil berjalan ke gerbang tanpa menoleh.

"Mbak Linar," sapa mbok jah asisten rumah tangga keluarga Dean.

"Pagi mbok, Mami mana?" Tanyanya yang bukan basa basi.

"Nyonya belum sampai rumah, kemarin sore ke rumah adiknya mungkin siang ini baliknya"

Linar mengangguk sembari menghela napas lega, syukurlah pikirnya.

"Aku langsung ke kamar ya, Mbok." Seru Linar berjalan ke arah tangga ke kamar suaminya dulu sebelum menikah dengannya.

Sesampainya di kamar Linar duduk di tepi ranjang, ia menutup wajahnya dan menangis kecil rasa sesak di dada masih bercokol di dalam hatinya dan ia adalah jenis manusia yang sulit melepas ingatan hingga merasa sakit di dada.

Ia menatap ke arah pigura berisi foto ia dan suaminya di hari pernikahan tampak bahagia dan bersyukur di mata keduanya. Ya Tuhan apa yang harus hamba lakukan gumamnya bertanya.

***

Dean menaiki anak tangga lebih cepat dari biasanya, hatinya resah karena istrinya yang abai di setiap panggilannya membuat otaknya memproyeksi dari hal biasa hingga yang tak diinginkan. Linar selalu mengirim pesan jika ia sedang tak bisa mengangkat telepon.

Dean membuka pintu kamar kayu ia lekas menekan saklar dan lampu menyala ia berjalan tiga langkah dan berbelok jadi lebih kesal karena tak menemukan istrinya di sudut manapun.

"Lin, Linar?!" Panggilnya setengah teriak namun tak kunjung dibalas ,ia sampai di depan pintu kamar mandi tapi tetap tanpa sautan.

Dean membuka pintu tanpa mengetuk dan tetap saja istrinya tak ia temukan , ia menyentuh keningnya frustasi sembari menekan panggilan telepon matanya menatap jauh ke arah balkon yang tertutup tirai hitam dan bejalan mendekat lalu membuka tirainya lebar - lebar, sial nomornya tidak aktif .

Apa istrinya itu pergi dari  kembali ke rumah mereka atau dia ..

"LINAR , ... LINAR!" bentak Dean. Tak ingin membuang waktu ia lekas menaruh ranselnya asal dan melangkah lebar - lebar berbelok ke pintu luar dalam pengawasan netra sendu yang berdiri di ujung balkon .

Ia mengaktifkan kembali gawai di tangan dan melihat enam miscall dari suaminya kemudian ia menghubungi balik.

"Aku di kamar dan kamu mau kemana lagi Mas?"

Linar menutup mata dan mengangguk kecil mendengar kemarahan suaminya karena ulahnya yang sengaja  menghindar dengan cara tak menyahuti panggilan suaminya.

Ia berjalan dan duduk di tepi ranjang masih mendengarkan ocehan suaminya.

Brak!

Linar menoleh dan menutup panggilan teleponnya bersiap menghadapi suaminya.

"Kenapa kamu nggak aktifin Hp kamu hah? Dan kemana kamu tadi aku cari di kamar tapi kamu nggak ada?"

"Hp aku lowbat jadi sebelum bener - bener mati aku nonaktif hpnya. Dan aku ada kok, kamu aja yang nggak bisa sadari kehadiran aku," sambutnya memelan.

Dean melemaskan otot pada rahangnya balasan tersirat itu tampak mengena dan ia memilih tak membahasnya.

"Kamu bisa nyaut pas aku manggil nama kamu Lin, bahkan aku teriak manggil kamu dan kamu ngga jawab,"

Linar berdiri dan berjalan pelan ke arah suaminya yang tengah membuka kancing kemejanya. Linar meraih pergelangan tangan kiri suaminya membalik pelan dan melepaskan arloji dengan lembut lalu dilanjutkan dengan ikat pinggang dilepasnya

"Aku selalu ada di tempat kamu Mas, nunggu kamu dan mendoakan kamu saat aku khawatir karena kamu terlambat pulang. Aku mendoakan kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan kamu tapi kamu malah biarin  aku nunggu kamu mencari kesenangan kamu dengan perempuan lain" Linar mendongak menatap tepat pad netra hitam pekat suaminya.

"Harusnya kamu ngga securang itu Mas, kamu tega banget sama aku kenapa sih?" tanyanya dengan suara parau.

Dean membuang wajahnya ke samping tak siap akan pertanyaan hati istrinya.

Linar tersenyum sinis, walau tak harap jawaban normal tapi ia sesak karena suaminya tak mengucapkan penyesalan atau permintaan maaf dan berujung bujuk rayu, seperti biasa.

Setelah melepaskan dua barang itu dari suaminya Linar melangkah mundur dan mendongak.

"Kamu ingat saat aku maksa kamu nonton drama keluarga yang suaminya selingkuh dari istrinya juga mengkhianati anaknya. Di hari itu aku minta sama kamu untuk selalu terus terang sama aku ,kalau ada yang buat kamu ngga suka, tersinggung atau apapun kamu cukup bilang sama aku  atau ,- "

"Lin!" potong Dean melangkah dan meremas bahu Linar ia menunduk.

"Aku minta maaf, aku tahu aku salah dan yang penting aku udah di sini sama kamu jadi jangan bahas itu lagi ya," pintanya melembut.

Linar tersenyum masam, ia menggeleng sekali "Atau kalau kamu udah nggak suka aku, kamu bisa langsung bilang dan kasih tahu apa yang harus aku lakukan untuk nyenengin kamu lagi bukan dengan kamu diam, abai dan selingkuhi aku maaf," ucapnya sesak.

Dean menyugar rambutnya frustasi kerutan di keningnya lebih dalam. Dia tampak kewalahan meredam emosinya.

Linar tahu harus berhenti lagi pula ia sendiri lelah karena menangis sedari tadi  menangis dan mengintrospeksi diri ternyata mengeluarkan banyak energinya.

"Kamu mandi sana! Dan kamu udah makan malam?"

Mata Dean beralih pada istrinya yang melangkah menjauh dari dirinya, tampak menghentikan provokasinya Lalu ia menggeleng pelan.

"Aku lapar,"

"Kamu mandi dulu yah, setelah itu kamu makan, makanan kamu udah aku taruh di oven tinggal di nyalain aja biar hangat makannya" balas Linar berjalan ke arah laci dan menaruh arloji dan ikat pinggang suaminya.

"Kamu-"

"Aku mau langsung tidur, ngantuk," potong Linar beralih ke ranjang dan bersiap tidur.

Dean menghela napasnya kasar atas penolakan Linar yang tak biasanya.  pun berjalan ke arah kamar mandi, sembari membuka pakaiannya.

    ***

"Mas?" 

"Mami, belum tidur Mi?" tanya Dean terkejut melihat maminya sudah berdiri di sampingnya.

Sang mami menggeleng pelan menangkap keterkejutan anak lelakinya yang kedapatan tengah memandangi makanannya tak minat,  hal yang langka. Rasa khawatir pun menyusup ke dada sang ibu.

Sang mami menggeleng pelan menangkap keterkejutan anak lelakinya yang kedapatan tengah melamun, hal yang langka.

"Iya, tadi siang udah tidur lama jadi mami belum ngantuk, mana Linar tumben ngga di temenin makan sama istrimu itu?" 

Dean kembali menekuri makan malamnya, bertambah malas menghabiskannya.

"Dia di kamar ngantuk katanya,"

Sang mami menduduki kursi di sebelah Dean dan menopang dagu seraya bertanya.

"Ada apa? Kalian ada masalah lagi yang ... lebih serius ya, masalahnya?"

Dean membuang wajahnya dan mendorong piring yang sisa sedikit.

"Biasalah Mi, masalah rumah tangga," jawabnya acuh.

"Mami kaget dengar dari si Mbok, Linar datang ke sini tapi langsung ke kamar dan nggak keluar cukup lama. Dia keluar cuma untuk makan malam dan jawab mami juga singkat tapi yah itu walaupun lagi jelek moodnya  dia tetap siapin makan malam buat kamu"

Dean menggenggam gelas tinggi yang sisa setengah sembari mendengarkan maminya.

"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi, dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
novianti rosnalia
banyak tulisan yg dobel cetak. baca ya jdi bikin pusing ...
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status