Keesokan harinya berita tentang pembunuhan Haris pun kian tersebar meluas ke seluruh penjuru setiap kota. Beberapa stasiun televisi dan media cetak pun tak luput menyorotinya, terlebih sebuah nama yang ikut terseret dalam kasus pembunuhan pengusaha kaya raya itu adalah seorang mantan artis papan atas yang telah dinikahi oleh pemilik rumah produksi terkenal yang kini sedang berada di ambang kebangkrutan.Anara Aditya, nama itulah yang kini menjadi puncak pembicaraan seluruh orang. Kini wanita itu telah menjadi buronan polisi, terlebih setelah Bella mengungkapkan berbagai keterangan mengejutkan yang sangat menghebohkan publik.Ada yang yang percaya begitu saja dengan mudah, dan ada juga yang sama sekali tak menyangka. Sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Dimas saat ini. Pria itu semakin memijat pelipisnya yang terasa sangat pusing, seraya terus berusaha melacak keberadaan sang istri dengan secepat mungkin."Bagaimana? Apa kau telah mendapatkan kabar tentang keberadaannya?" tanya D
"Nara? Hey? Bangun, Sayang! Tolong bangun!"Sayup-sayup suara terdengar, membuat Nara perlahan membuka kedua netranya. Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuh, Nara langsung melihat sekeliling. Dahinya mengernyit kala menyadari sekitarnya yang terbalik, hingga setelahnya mendapati seutas senyum tulus dari seseorang yang sama sekali tak disangkanya."Mas? Mas, aku ... Awhh!""Sabar, Sayang! Tolong berikan Melody dulu," ucap Dimas pelan, seraya mengulurkan kedua tangannya.Dengan situasi yang masih terhimpit, Nara pun berusaha menyerahkan Melody yang tengah menangis pada sang suami. Dirinya berusaha tenang, meski saat ini ia melihat Evan yang masih belum tersadar dengan beberapa bercak kemerahan di dahinya.Mobil yang ditumpangi Nara memang sempat terpelanting cukup jauh. Mobil itu rusak berat dalam kondisi yang terbalik, setelah Evan sempat dengan cepat memutar setir kendaraan di saat Bella berusaha menabraknya.Ah, iya. Mengingat Bella, bagaimana keadaan wanita itu sekarang? Nara t
"Surat apa ini?"Napas Nara tercekat, di saat ia melihat tulisan pengadilan agama di dalam sebuah amplop yang masih tertutup rapat. Dengan tangan yang bergetar, ia mulai membuka isi surat itu dan membacanya secara menyeluruh hingga air matanya luruh begitu saja."Surat cerai? Ini tidak mungkin! Bagaimana caranya Mas Evan bisa menceraikanku tanpa sepengetahuanku? Apa salahku?" gumamnya tak percaya sambil membaca isi surat tersebut untuk yang kedua kalinya.Tetes air mata Nara semakin menderas, di saat ia menyadari kenyataan ini bukanlah sebuah mimpi buruk. Entah nasib sial apa lagi yang tengah menimpanya, hingga detik ini tangannya bisa menggenggam sebuah surat perceraian yang dilayangkan oleh seorang pria yang belum genap menikahi dirinya selama dua bulan."Tidak! Aku tidak boleh percaya begitu saja! Aku harus meminta konfirmasi langsung dari Mas Evan!" batin Nara yang langsung menyeka jejak air matanya.Perempuan itu beranjak dari tempat duduknya, dan beralih mencari ponsel di kamar.
"Mas Evan?"Sontak seluruh kekuatan yang ada di dalam diri Nara menghilang, hingga membuat secarik kertas yang ada di dalam genggamannya terjatuh begitu saja. Rasa sesak dan pedih seketika menyeruak masuk ke dalam tubuhnya, seiring dengan munculnya sesosok pria yang tak lagi asing di matanya.Pria itu adalah sosok yang tengah ditunggu-tunggu kabarnya selama ini. Dia sedang merangkul mesra pinggang seorang wanita, bahkan tak ragu untuk mengecup dahi wanita tersebut di depan para tamu undangan dan wartawan berita."Tidak! Ini tidak mungkin! Kenapa Mas Evan bisa bersama wanita itu?" gumamnya dengan tetes air mata yang mulai turun secara bersamaan.Nara mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak, sambil berupaya berjalan menerobos beberapa orang yang tengah berdiri dengan memegangi ponsel mereka. Orang-orang di sekitarnya mulai menatap ke arahnya dengan tatapan aneh, tetapi ia tak peduli. Hatinya sudah sungguh tak karuan, berkat kenyataan yang sangat mengejutkan ini."Mas Evan!" teriak N
"Hey! Hey! Jangan mati dulu!" ucap seseorang yang seketika membuat Nara mengerang lemah.Tubuhnya yang sudah terlalu lemas, membuat Nara tak bisa bergerak bahkan menoleh. Hingga perlahan-lahan, kedua netranya yang sudah terpejam pun kini mulai terbuka dengan pandangan yang kurang begitu jelas."Siapa kamu?" tanya Nara pelan dengan bibir yang sudah pucat.Pria itu tak menjawabnya, melainkan langsung mengangkat tubuh Nara dan memindahkannya ke tempat yang lebih aman. Nara direbahkan di dalam sebuah mobil yang sudah terbuka, dan langsung disodorkan oleh sebotol air mineral yang baru saja dilepaskan segelnya.Pria itu memegangi botol minuman Nara, hingga telapak tangannya bersentuhan langsung dengan punggung tangan dingin perempuan tersebut. Pandangannya saling bertemu dengan netra merah yang masih basah, membuat manik matanya bisa sedikit banyak mendalami apa yang telah dirasakan oleh perempuan itu."Kenapa kamu menolongku?" tanya Nara tiba-tiba yang langsung membuat dahi pria itu menger
"Di mana ini?"Sebuah pertanyaan itu terlontar dari bibir Nara, ketika kendaraan mewah milik Dimas sampai pada suatu tempat yang sangat asing di matanya. Ada beberapa logo stasiun TV yang terpajang pada beberapa mobil di hadapannya, dan juga ada sebuah kerumunan besar yang menimbulkan rasa ingin tahunya."Apa kamu sudah membawa seluruh surat-suratnya?" tanya Dimas yang malah melontarkan pertanyaan lain.Nara mengangguk, hingga membuat rambut hitam indahnya bergerak menutupi sebagian wajahnya. Dimas yang melihatnya pun langsung refleks membenarkan tatanan rambut itu, sampai seketika pandangannya kembali bertemu."Cantik," gumam pria itu tanpa sadar, tepat di hadapan Nara. Satu sudut bibirnya terangkat, hingga kembali menampilkan sebuah lesung pipi kecil di pipi kanannya.Untuk sesaat Dimas terlihat mengagumi kecantikan Nara. Bulu mata lentik alami, bibir merah merona, sungguh membuat fokusnya teralihkan. Dimas memperhatikan lama wajah Nara yang kini telah berbalut polesan makeup tipis,
"Sudah puas kau, Nara!"Plakk!Nara seketika terkejut, di saat Bella tiba-tiba hadir di hadapannya. Ia pikir wanita itu sudah pergi meninggalkan tempat ini, tetapi nyatanya tidak. Kini Bella malah menemukan tempat persembunyiannya dari kejaran para wartawan, dan berdiri di hadapannya dengan tatapan yang berapi-api."Apa-apaan ini? Kenapa kau menamparku?" tanya Nara sambil memegangi salah satu pipinya yang terasa panas."Kau bertanya, Nara? Kau pikir aku akan diam saja setelah kau mempermalukanku di depan para wartawan? Hah?" ujar Bella dengan tatapan yang kian menusuk tajam ke arah Nara. Langkahnya semakin maju, hingga membuat Nara semakin terpojokkan."Kau ini aneh, Bella! Seharusnya kau berterima kasih kepadaku, karena aku sudah membongkar semua kebusukan suami barumu di awal seperti ini! Bukan malah berbalik menyerangku, seolah-olah aku penjahatnya di sini!"Tangan Nara bergerak hendak mendorong bahu wanita itu, tetapi sayangnya Bella malah menarik terlebih dahulu rambutnya. Geraka
"Hmmphh!"Nara tercekat, ketika tiba-tiba saja ada yang membekap mulutnya dan langsung menarik tubuhnya menjauh. Ia berusaha melawan, tetapi sayang tubuhnya malah seketika terangkat melayang ke atas."Ssstt! Jangan berisik!" bisik sesosok pria dengan hoodie hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Pria itu membawa Nara bersembunyi di balik tumpukan drum kosong, dengan terus menutup mulutnya agar tak lagi mengeluarkan suara. Sampai akhirnya langkah Evan dan Bella terdengar semakin mendekat, dan kedua orang tersebut terlihat terus berlalu-lalang tak jelas di hadapannya."Sepertinya dia sudah kabur, Mas!""Akhh! Sial! Biar nanti kita beri pelajaran perempuan kampungan itu lagi! Biar bagaimanapun dia harus bertanggung jawab atas aksi nekatnya tadi!" ujar Evan kesal, sambil kembali menuruni anak tangga bersama Bella.Melihat situasi yang sudah mulai aman, pria misterius itu pun akhirnya melepaskan dekapannya pada Nara. Tak lupa juga ia membuka penutup kepalanya, dan menampakkan wajahnya lan