Dua jam perjalanan Sri tiba di perkampungan yang sunyi, tempatnya pelosok masuk le dalam hutan dan kebun jati. Untul sampai ke jalan utama, mereka harus masuk lebih dari tiga kilo meter. Mobil Satria masuk ke area pekarangan, rumah sederhana dari papan yang terlihat lapuk dengan gaya khas joglo tua. Hari mulai gelap saat mereka tiba, lampu-lampu kekuningan sudah menyala dan keadaan sekitar mulai gelap gulita."Apa Lala ada di sini Tri, di rumah ini?" Sri bertanya pada Satria, ia sedikit khawatir dengan kenyamanan Lala, mengingat rumah itu bahkan hanya dari papan dan kayu."Ya, begitu yang di katakan bapak, lagi pula bukankah yanh berjaga di jalan masuk tadi orang-orangmu?"Sri menganggukkan kepala, sebelum masuk setapak kecil mereka memang melewati gapura dengan warung kopi dan beberapa orang di sana adalah orang-orangnya yang berbaur dengan orang-orang di sini.Sri masih melihat ke sekitar, satu, dua rumah mereka temui saat masuk kemari, selebihnya hanua hutan dan kebun jati. Jalan s
Tidur di sisi Lala hingga hari menjelang pagi, rasa nyaman yang tercipta karena ketenangan membuat tidur Sri jadi lebih nyenyak, ia membuka mata saat merasakan sesuatu menyentuh wajahnya."Lala!" Sri tersentak, mengira putrinya bangun dan menyentuhnya, ternyata bukan, itu tangan Satria yang membelai wajahnya."Maaf membuatmu terkejut." Ucapnya terlihat menyesal."Tidak apa-apa, maaf aku tidur di sini semalam." Sri terdengar menyesal meninggalkan suaminy di kamar sendiri."Kenapa meminta maaf, tidurlah di manapun kamu merasa nyaman sayang, aku tak keberatan."Sri tersenyum lalu duduk di sisi ranjang, merapikan rambutnya yang berantakan dan gaun tidurnya yang sedikit tersingkap, Sri berdiri dan berjalan ke arah jendela."Kemarilah sebentar." Satria menariknya dalam pangkuan, mencium tengkuk dan leher jenjang istrinya."Ini sudah pagi Tri, jangan begitu." Ucapnya menahan gejolak yang mulai terasa karena sentuhan suaminya."Biarkah, aku masih ingin melepaskan semua rinduku." Bisik Satria
"Ikuti saja Hadi di depan, dia akan membawamu ke pasar. kamu tau Hadi kan? Supir pribadiku." Satria kembali memberikan oenjelasan pada istrinya."Aku tau!" Ucap Sri kesal, dia lalu berdiri dam berjalan keluar rumah."Apa aku naik motor ke pasar?" Sri berteriak ke dalam rumah saat melihat sebuah motor di bersihkan di luar rumahnya."Ya,dengan motor."Senyum Satria mengembang melihat istrinya turun dan mengamati motor di depannya."Ayo mi, kita ke pasar!"Erica keluar dengan sepatu dan tas mewahnya dan dengan cepat Satria mendorongnya kembalu masuk. "Pakai saja baju biasa mi, sandal japit juga ada."Sri menahan tawa, setelah dirinya mendepatkan perotes tuan dokter, kali ini mami yang menerimanya."Baiklah-baiklah!" Ucap Erica lalu kembali masuk ke kamar.Satria kembali keluar dan melihat Sri sudah duduk di atas motor."Ingat untuk membeli barang biada saja!""Iya, aku tau.""Jangan lupa belanja sayuran juga, di sini aku dengar harganya jauh lebih murah."Sri kembali menganggukkan kepal
Sementara di tempat Aini, wanita itu sudah berada di rumah Tuan Yuan sejak pagi, mereka masih berada di dalam kamar setelah kembali memuaskan tuanya di atas ranjang."Tuan, bisakah tuan membantuku sekali lagi?" Aini mendekatkan wajahnya pada Yuan, mengusap dada bidang lelaki itu dan membuatnya terlena akan sentuhannya."Apa yang kamu inginkan? Harta, kekuasaan?""Bukan tuan.""Lalu apa?""Aku ingin tuan membunuh wanita bernama Sri itu. wanita bernama Sri itu harus mati tuan!" Aini mengatakan itu tanpa melihat ke arah Yuan.Yuan menatap wajah Aini dengan tajam, melihat apakah wanita itu benar-benar ingin dirinya membunuh Sri."Jadi kamu ingin aku membunuh wanita bernama Sri itu?""Betul tuan.""Apa karena dia membuatmu jauh dari lelaki itu, lelaki yang kaya dan berwajah tampan itu?""Siapa maksud tuan, aku hanya mencintai tuan seorang."Yuan tersenyum meremehkan." Jangan berbohong, aku juga tak butuh cintamu!"Aini terdiam, dia masih tak berani menatap wajah Yuan."Kamu tau siapa Sri i
Sri masuk ke kamar Lala dengan perasaan kembali bergetar, sesaat hari ini ia merasa dunia begitu baik, bertemu dengan orang-orang baik di pasar, sedikit tertawa melihat tingkah lucu mertuanya membuat segalanya terasa sedikit berbeda. Namun saat kakinya melangkah masuk ke kamar Lala, melihat bagaimana putrinya berjuang sendiri, Sri kembali bertanya kenapa harus putrinya.Dia membelai wajah Lala, matanya masih terpejam seakan tidur, namun ia berharap mata itu segera berbuka, ia merindukan mata cokelat dengan binar kebahagiaan itu lagi."Istirahatlah kalian, aku akan membersihkan Lala, jadi keluarlah." Sri berkata pada perawat dan dua pengawal di pintu kamar, mereka yang menjaga Lala sejak pagi, perawat itu lalu membungkuk dan berjalan keluar kamar di susul dua pengawal lain."Hai sayang, ini mama." Ucapnya berbisik di telinga anaknya."Mama menuggu Lala bangun, bangunlah sayang." Bisiknya lagi menahan tangisnya karena luka di hati."Kita mandi ya, hari ini mama pakai sabun baru, wanginy
Setelah makan malam, Seri dan Satria masuk ke dalam kamar, mereka duduk berdua di bawah ranjang, bersandar pada papan sekat rumahnya. "Sampai kapan kita akan di sini?" pertanyaan itu tiba-tiba saja melintas dalam kepala Sri."Sampai Lala sadar dan sehat.""Atau sampai mereka semua mendapat balasan." Ucap Sri dan membuat Satria menatapnya iba."Haruskah aku membalaskan semua untukmu?"Sri tersenyum, meletakkan kedua tangan Satria pada wajahnya. "Tetaplah percaya padaku, itu cukup." Ucap Sri lalu mencium pipu suaminya."Aku selalu berharap hari ini tiba, saat kamu dan aku berada dalam satu ruang yang sama, aku bisa menatapmu lebih lama?"Benarkah hanya untuk menatap? Aku membayangkan lebih dari itu." Goda Sri, membuat Satria tersenyum nakal ke arahnya.Satria menarik lembut wajah Sri ke depannya, kini pahatan indah karya tuhan itu bisa dengan jelas ia nikmati."Aku mencintaimu sayang." Ucap Satria lalu dengan lembut mengecup bibir istrinya.Sri membalas lembut kecupan itu, membuat mere
Prang!Kembali Aini tersentak, bunyi barang jatuh terdengar jelas, ia kembali melihat ke sekitarnya tak ada benda jatuh apapun, lalu dari mana benda itu berasal?Aini berdiri dengan sisa tenaga, memutari sekitar rumah di mana mungkin saja ada sesuatu jatuh dan tak di lihatnya, namun sepanjang matany memandang semua masij sama berada di tempatnya."Tante!"Aini terdiam, teriakan seorang anak terdengar jelas dan suaranya kenapa begitu mirip dengan Lala."Lala?" Aini memanggil nama Lala pelan, memastikan dia mungkin salah mendengar.Brak!Kali ini suara di pintu depan seakan di banting kuat. Tubuh Aini sudah penuh keringat, ia merasa cemas dan semakin takut sekarang."Siapa itu?" Dia bertanya, berharap itu mungkin manusia, sekarang dia lebih memilih Sri atau pencuri muncul di hadapannya, setidaknya itu manusia, ia bisa lawan sendiri."Jangan main-main dengan aku!" Teriak Aini gemetar, setelahnya ia berjalan ke depan.Glek! Glek!Ia memeriksa pintu, pintu itu masih terkunci, tapi jelas di
Aini terbangun dari tidurnya, menyadari dirinya di dalam bath up ia terkejut dan segera keluar dari dalam sana."Kenapa aku ada di dalam kamar mandi?"Tubuhnya gemetar hebat dan segera mengeringkan dirinya di dalam kamar. Setelah berganti baju, Aini duduk dengan lemas di tepian ranjang"Apa yang terjadi padaku?" Ucapnya sendiri, ia terus memukul kepalanya yang pening dan perlahan ia mulai megingat semuanya dengan jelas."Mutia, Mesya!" Segera Aini berlari ke kamar anak-anaknya dan bernapas lega saat dua putrinya itu masih tertidur pulas.Tubuhnya ambruk ke lantai, Aini merasa dirinya benar-benar ketakutan."Mungkinkah semalam itu benar?"Aini mencoba mengingat lagi dan semua seakan benar-benar terjadi."Cctv, aku harus memeriksa Cctv!" Aini berlari mengambil ponselnya di kamar, ia lalu memeriksa cctv dari ponselnya.Bruk!Tubuhnya lemas saat melihat sendiri ternyata cctv itu menunjukkan dia sedang bicara sendiri, tak ada orang lain selain dirinya di dalam rekaman itu."Apa aku gila?