LOGINSetelah seharian menghabiskan waktu di luar, akhirnya kembali lagi ke rumah mereka. Raline meletakkan semua barang belanjaan nya di atas meja ruang tamu.
"Ran, coba lihat ini punya kamu yang sebelah kiri. Punya aku kantong yang sebelah kanan, kamu harus cobain semuanya oke." Rani melongo, karena melihat betapa banyaknya pakaian yang dibelikan untuk dirinya. Dan yang paling membuatnya syok adalah, pakaian itu rata-rata dress, yang memang jarang sekali Rani pakai. Rani terbiasa memakai kaos dan celana panjang saja, dia tidak begitu suka dengan dress. Rani sangat cuek terhadap penampilan nya, walaupun dengan pakaian biasa saja, dia sudah mampu membuat banyak laki-laki jatuh cinta kepadanya. "Lu gak bener-bener nyuruh gue pake baju beginian kan?" Tanya Rani masih tidak percaya. "Ya bener lah, gue beli semuanya pakai ukuran lu. Bukan ukuran gue, berarti emang buat lu Rani Maharani." Jawab Raline. "Eh buseet, segini banyak gimana gue pake nya gila. Ngapain juga harus baju-baju kayak begini, yang lu beliin." Rani benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Raline. "Biar lu kelihatan kayak cewek lah. Masa tiap hari pakaian lu kaya gitu mulu, malu kali kalau lu ketemu sama klien yang penting." Raline ingin melihat sahabat nya itu lebih peminim. "Alah, gue kan masih punya kemeja kalau buat ketemu mereka." Rani masih tetap ngeyel. "Jangan banyak ngomong, sekarang lu coba dulu. Apalagi rambut lu udah bagus begitu, gue yakin lu bakalan makin cantik lagi." Raline mendorong Rani menuju kamar nya untuk berganti pakaian. Dia juga menyerahkan beberapa paper bag kepada Rani, dan langsung menutup pintu kamar Rani kembali. Dengan terpaksa, Rani mencoba beberapa dres yang dibelikan Raline untuk nya. Dia melihat pantulan dirinya di cermin yang ada di dalam kamarnya. Melihat rambut yang rapih, dan bergelombang. Juga tubuh yang sedikit terekspos di bagian tangan dan bahu, membuat wajahnya bersemu merah. Dia merasa malu, dan kagum sekaligus. Rani tidak menyangka kalau dirinya juga bisa secantik Raline, dia selalu menganggap kalau dirinya itu terlalu biasa jika dibandingkan dengan sahabatnya. Dengan malu-malu, Rani keluar dari kamar, dan menunjukan pakaian yang dia kenakan pada Raline. "Cantik banget." Raline sampai terkesima melihat penampilan Rani, dia begitu menakjubkan. Saat mengenakan kaos saja, dia sudah terlihat sangat cantik. Apalagi saat ini, dengan dress yang Rani pakai itu semakin membuat kecantikan nya terpancar. "Apaan sih, gue gak PD pake beginian. Mending pake kaos sama celana aja deh kaya biasa." Rani masih belum mau menuruti Raline. "Eh, mulai sekarang, lu harus bisa rubah penampilan lu. Kita bakalan banyak ketemu klien, terutama lu sendiri. Pekerjaan utama lu itu, harus berhubungan dengan kepeminiman." Ucap Raline menambahkan. Rani sedikit berpikir, dia setuju dengan apa yang Raline katakan. Pekerjaan utama nya saat ini, memang berhubungan erat dengan ciri khas seorang perempuan, juga kemewahan. Tapi dia sudah terbiasa dengan kesederhanaan hidupnya, sejak kecil dia selalu tampil apa adanya. Tidak dibuat-buat, dan tidak ingin terlihat menonjol. Walaupun berpenampilan sederhana, dia tetap terlihat menonjol, karena kecerdasan nya sejak taman kanak-kanak. "Ya, gue juga berpikir begitu. Sepertinya, gue harus banyak beli kemeja sama celana kain yang lebih formal, biar gue kelihatan kayak orang kantoran." Rani berbicara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ehmmp, masih aja celana panjang yang lu pikirin. Coba dulu semua dress itu, pasti lu bakalan kelihatan anggun. Toh gak ada yang terlalu terbuka juga dress nya." Pungkas Raline. "Baiklah." Rani akhirnya menyetujui saran Raline. Karena dia sudah merasa lelah, akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat saja. ****** Pagi hari Rani terbangun sedikit kesiangan, sudah memasuki pukul enam. Dia segera menuju kamar mandi dan membersihkan diri, sebelum melaksanakan kewajiban nya. Meski dia bukan orang yang taat, setidaknya dia masih menjalankan kewajibannya yang lima waktu. Sahabatnya, berbeda keyakinan dengan nya. Sehingga mereka tidak pernah beribadah bersama tentunya. Tapi toleransi mereka memang sangat tinggi, kadang saling mengingatkan untuk tetap mengingat Tuhan mereka masing-masing. Hari itu adalah hari yang penting untuk mereka berdua. Karena pada hari itu, mereka akan meresmikan pabrik yang mereka bangun bersama. Pabrik itu termasuk pabrik tekstil, lebih tepatnya memproduksi benang jahit. Mereka mendirikan itu, benar-benar dari hasil kerja keras selama bertahun-tahun, yang akhirnya bisa membangun sebuah pabrik. Peresmiannya pun, dibuat cukup sederhana. Hanya mengundang kolega, dan teman-teman dekat, juga warga di sekitar pabrik itu. Mereka berdua sangat menghargai warga sekitar, bagi anak-anak yang sudah lulus SMA sederajat, boleh mengikuti test seleksi untuk bekerja di pabrik itu. Yang pastinya, asal mau berusaha dan belajar, mereka pasti akan diterima. Para warga sangat antusias, karena mulai sekarang, anak-anak mereka tidak perlu merantau jauh untuk mencari pekerjaan. Warga juga membantu menjaga keamanan, di sekitar pabrik tersebut. Tidak ada pungli, juga tidak ada preman yang mengganggu. Bahkan satpam pun dipekerjakan dari warga sekitar. Rani dan Raline sangat teliti dalam segala hal, mereka tidak ingin ada perselisihan dengan orang-orang sekitar. Maka, mereka harus bisa mengambil hati warga di sana. Dan berhasil, hati warga sudah mereka dapatkan. Semua warga sangat mendukung pendirian pabrik tersebut. Tidak ada hambatan dari pihak warga, tapi tetap ada dari pihak yang berwenang. Peresmianpun berjalan lancar, dan setelah sesi gunting pita dan sambutan-sambutan, datanglah sesi makan bersama. Semua menu yang dipilih, benar-benar kualitas premium. Karena menurut dua gadis itu, menjamu tamu itu harus dengan sungguh-sungguh,tidak asal-asalan. Para tamu undangan menikmati hidangan yang tersaji, Rani dan Raline berkeliling menyapa orang-orang di sana. Menanyakan apakah ada kekurangan, atau sekedar berterimakasih karena telah datang dan memberi dukungan untuk mereka. Sikap humble dan ramah yang mereka tunjukan, semakin membuat orang-orang merasa kagum. Selain karena kecantikan mereka berdua yang memang sangat mempesona. "Terimakasih ya, ibu dan bapak sudah pada datang di acara peresmian ini. Kami sangat berterima kasih karena ibu dan bapak sudah menyempatkan diri untuk hadir di sini." Ucap Rani kepada warga yang di undang. "Harusnya kami yang berterimakasih neng, karena kalian sudah mau mengundang orang kampung seperti kami, dan juga menyediakan lapangan pekerjaan untuk anak-anak kami." Ucap seorang Bapak paruh baya, yang terlihat berwibawa. "Masya Allah Bapak, saya juga sama orang kampung juga. Jadi kita sama-sama orang kampung kan ya." Ujar Rani sambil tersenyum manis. "Masya Allah neng, cantik banget. Coba saja kalau saya masih muda, sudah saya jadikan istri kali." Ucap seorang Bapak yang bertubuh kurus. Mereka tertawa bersama. "Ngaca Dir, udah tua jelek lagi, masih aja ngarep sama gadis cantik." Seorang ibu menimpali sambil tertawa. Suasana yang hangat pun tercipta karena keramahan Rani. Padahal jika dia berbicara dengan laki-laki yang mengejar nya, dia selalu ketus bahkan tidak ingin melihat wajahnya. Berbeda saat dia menghadapi orang tua yang memang harus dia hormati, walaupun dia sudah menjadi yatim piatu di saat dia kuliah semester delapan di tahun ke tiganya karena kepintarannya, Dia masih mendapatkan didikan dari orang tuanya soal tatakrama. Tepat pukul empat sore, acara pun berakhir. Rasa lelah sudah begitu menyiksanya. Rani yang terbiasa memakai kaos dan celana, merasa tidak leluasa karena harus menggunakan dress. Dress yang dia gunakan saat itu, berbentuk mermaid, yang sedikit membuatnya sulit untuk berjalan. Awalnya dia berniat memakai kemeja dan rok dibawah lutut, juga menggunakan kardigan yang formal. Tapi Raline tidak setuju, dan memilihkan gaun itu untuk nya. Maka setelah acaranya selesai dan kembali ke rumah, dia langsung mengganti bajunya dengan kaos besar yang bisa menutupi seluruh badannya. Rani punya satu kaos dengan ukuran ekstra jumbo, hanya untuk tidur atau bersantai. Padahal tubuhnya begitu ramping. Tapi untuknya, baju itu adalah baju paling nyaman yang dia punya. Setelah mandi dan maghrib tiba, dia segera shalat dan setelah itu tertidur pulas.Hari senin, adalah hari yang sibuk untuk semua orang yang bekerja. Hari ini Rani telah berhasil membuat design dari kalung yang diminta, oleh seorang keturunan kerajaan yang sangat mengagumi karya-karya nya selama ini. Perempuan dengan kulit putih dan mata hijau Jamrud, bertubuh tinggi dan langsing bak barbie di dunia nyata. Setelah design yang dia buat dikirim kepada orang yang bersangkutan, dia langsung mendapatkan pujian. "Terima kasih sudah memenuhi semua ekspektasi saya, setiap detail nya sangat menawan dan tanpa cela." Perempuan tersebut berbicara dengan bahasa asing. Rani paham, bahkan dapat berbicara dengan bahasa tersebut dengan lancar. "Saya berterima kasih untuk pujian nya, saya sangat senang bisa membuat perhiasan yang Anda impikan, semoga anda puasa dengan hasilnya." Balas Rani dengan menggunakan bahasa yang sama. Satu persatu design yang diminta telah siap, bahkan ada beberapa yang sudah direalisasikan. Rani merasa sudah saatnya dia membawa tim nya untuk berlibur
Vira merasa terharu melihat kebaikan Tedi, dia memang tidak memiliki perasaan apapun terhadap Tedi. Namun kebaikan nya membuat Vira kagum, tapi jika dia ingat kalau Tedi sudah beristri dan masih juga mau melayani perempuan lain, sudut lain di hatinya menjadi terbakar. Semua perempuan tidak suka dengan laki-laki tukang selingkuh, kadang perempuan mau jadi selingkuhan, tapi tidak jika dengan diselingkuhi. Vira sama sekali tidak ingin menjadi selingkuhan, dia hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh penolong nya saja. Uang yang diberikan Rani, tidak mungkin bisa dia kembalikan. Rani adalah perempuan yang sangat baik, hanya saja dia terlanjur disakiti oleh kedua orang itu, salah satunya adalah laki-laki yang ada dihadapan Vira saat ini. 'Seandainya dia tahu, kalau mantan istrinya itu adalah perempuan kaya. Apa dia masih tetap akan selingkuh dengan orang yang tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan mantan istrinya itu?' suara hati Vira terus bergema, ingin sekali rasanya Vira
Tedi mendapatkan chat dari seseorang yang dia beri nama, Athar. "Mas, kamu ada waktu gak? Aku lagi butuh temen, Mama aku mau di operasi. Tapi gak ada saudara yang temenin aku." Isi chat itu, membuat Tedi sedikit salah tingkah, dia takut jika Indi membaca chat tersebut. "Ada apa mas?" Tanya Indi. Tedi menjadi gugup. "Itu temen aku minta bantuan katanya, ibunya mau operasi." Jawab Tedi, tidak sepenuhnya berbohong. "Temen kamu yang mana mas? Aku kenal gak?" Indi ingin tahu siapa teman yang Tedi maksud. "Kamu gak kenal, dia dulu temen yang punya bengkel waktu dulu aku kerja di sana." Kebohongan mulai Tedi keluarkan dari mulutnya. "Oh, dia minta bantuan apa? Mau minjem duit atau yang lain?" Indi takut jika uang suami nya dipakai atau dipinjamkan kepada orang lain. "Bukan, dia cuma mau aku temenin dia di rumah sakit, soalnya dia gak punya saudara di sini." Tedi menjelaskan. "Oh, ya udah kalau gitu, kamu pergi aja temenin dia. Tapi jangan lupa nanti kamu pulang, jangan nginep lagi m
Sampai di rumah yang Tedi tempati bersama Indi. Tedi merasa enggan untuk masuk, karena sudah pasti pemandangan yang tidak sedap akan tersuguh di dalam sana. Tedi sudah memperkirakan, bahwa saat ini pasti Indi masih tertidur pulas. Dengan perasaan enggan, Tedi membuka pintu rumahnya, dan apa yang dia bayangkan tidak ada sama sekali. Rumah itu terlihat bersih dan rapih, bahkan ada wangi buah dari dalam sana. Tedi merasa, jika dia sudah salah masuk rumah, karena biasanya rumah itu seperti tempat sampah, berantakan dan berbau tidak sedap. Tedi buru-buru membuka pintu kamarnya, dan di sana tidak ada Indi, yang ada hanya kasur dengan seprai yang bersih dan rapih juga. "Apa aku mimpi? Kenapa rumah ini bersih dan rapih, apa mungkin Rani sudah balik lagi ke rumah ini?" Dengan semangat, Tedi mencari ke dapur, tapi tidak ada siapapun. Tedi mencari ke depan, juga tidak ada Rani di sana. Tedi kembali ke rumah dengan lesu, tidak berapa lama suara knop pintu dibuka dari luar. Cekle
Karena Tedi tidak ingin membawanya pulang bersama, akhirnya Indi memilih untuk melanjutkan berbelanja sendirian. Indi terus menggerutu sepanjang waktu, dia tidak suka jika suaminya itu bersikap cuek terhadapnya. "Apa mungkin mas Tedi malu, karena aku begitu gemuk? Sekarang wajah aku juga jadi rusak gara-gara lemak ini." Indi merasa sedih karena nya. Dia semakin bertekad untuk berusaha diet dan kembali cantik seperti dulu. Selain membeli sayuran, Indi juga membeli skincare untuk wajah dan badan nya. Walaupun harganya lumayan mahal bagi Indi, tapi dia tidak perduli dengan itu, toh uang suaminya juga ada untuk makan sehari-hari. Selesai berbelanja sayur, Indi menuju kasir untuk membayar. Setelahnya dia pergi kebagian skincare dan memilih yang sekiranya cocok untuk kulitnya yang sedang berjerawat. Setelah memilih beberapa produk, Indi segera menuju kasir dan membayarnya. Uang yang Indi keluarkan, bisa untuk biaya hidupnya selama dua minggu. Ada sedikit penyesalan dalam dirinya
Satu hari berlalu begitu cepat. Indi merasa terus menerus lapar, dan seperti sulit untuk dikendalikan. "Kenapa lagi ini, rasa lapar ini terlalu menyiksa." Indi tidak kuat, dan akhirnya kembali memesan banyak makanan, untuk dia makan sendiri. Setelah selesai makan, Indi kembali sadar, jika dia benar-benar tidak bisa mengendalikan keinginan nya untuk makan. Keadaan ini memang terlalu aneh, saat kemarin dia tidak bekerja, dia bisa sedikig mengendalikan diri, dan bahkan lebih sadar. "Sepertinya aku tidak bisa membiarkan ini terus menerus. Aku harus mencoba untuk periksa ke dokter." Ucap Indi sambil melihat bungkus makannan yang berserakan. Hari itu Indi benar-benar pergi ke dokter, mendaftar di bagian administrasi, dan menunggu namanya dipanggil. Saat dia masuk ke dalam ruangan dokter, Indi merasa sedikit tegang, seperti hendak melakukan operasi saja, padahal hanya pemeriksaan biasa. "Selamat siang, dengan nyonya Indi?" Tanya dokter tersebut. "Siang dok, iya benar dok." Ja







