Share

Bab 5 ( Pil KB )

Akbar memasuki sebuah kamar Hotel. Ia sengaja memindahkan tempat persembunyian Wanitanya agar tidak ada yang mengetahui kebenarannya. Setelah mendapatkan pertanyaan dari pelayan restoran itu, Akbar jadi tidak tenang.

"Sayang…" ucapnya seraya merengkuh tubuh wanita yang selama hampir satu tahun ini singgah di hatinya.

"Bagaimana dengan keadaanmu? Sudah baikan?"

Wanita itu menggeleng lemah.

"Kita harus segera pergi ke dokter, Mas."

"Apa ini sudah waktunya?"

Sang wanita mengangguk mengiyakan. Akbar mengelus lembut perut buncit wanita itu.

"Sebentar lagi kita bertemu sayang." Ucapnya seraya mencium perut buncit wanita yang telah dinikahinya secara siri itu.

"Ayo Mas, aku sudah menyiapkan semua kebutuhan yang akan kita perlukan di dalam tas."

"Yakin, semua sudah?"

Wanita bernama Mulan itu tersenyum manis.

"Aduh, Mas perutku sakit sekali." Rengek Mulan sambil menggenggam erat tangan Akbar.

"Baiklah, ayo kita berangkat sekarang ke rumah sakit. Aku pinjam mobilmu, supaya tidak ada yang curiga. dimana kau letakkan tasnya?"

"Itu Mas, di atas kasur."

***

Aku meraih tas selempang kecil yang tergeletak di atas meja kamarku.

PRANG!!!

Jantungku berdetak kencang sekali saat menyaksikan Foto pernikahan ku yang berada di atas meja jatuh begitu saja di lantai. Mungkin saat mengambil tas, Fotonya tersenggol.

Aku tidak langsung membereskan pecahan kaca pigura foto, melainkan memandangi Foto yang telah jatuh.

"Pertanda, apa ini Ya Allah…" aku menjatuhkan tubuhku ke bawah. Entah mengapa, rasanya hatiku begitu sakit saat melihat pemandangan tersebut.

***

Akbar sedang menunggu istrinya di sebuah lorong rumah sakit. Ada rasa sesak di dadanya saat mengingat kejadian pagi tadi saat di rumah bersama dengan Mawar. Sebenarnya dirinya tidak bermaksud untuk memarahi atau mengatainya. Justru dirinyalah orang yang sangat bertanggung jawab atas keharmonisan rumah tangga yang dirasa semakin tak menentu.

"Pak Akbar?"

Akbar mendongak menatap wajah orang yang memanggilnya.

"Bagaimana keadaan istri saya?" tanya Akbar saat menyadari ternyata orang yang memanggilnya adalah seorang dokter yang menangani operasi Caesar Mulan.

"Dalam keadaan baik. Maupun anak yang dilahirkan oleh Ibu Mulan. dan selamat Bapak, Bayi bapak berjenis kelamin laki-laki."

Akbar bernafas lega saat mengetahui keadaan istri dan anaknya yang baik-baik saja. Ia harus bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin sebelum dirinya kembali lagi ke Balikpapan untuk menemui Istri pertamanya.

***

Aku sedang duduk di teras rumah Siti. aku merasa sangat kesepian berada di rumah sendirian. Ya, walaupun ada Mbak Surti yang membantu, tetap saja suasananya berbeda saat ada Mas Akbar di rumah.

Aku sedang menunggu Siti yang sedang masuk ke dalam rumah untuk mengambil makanan dan minuman. Walaupun aku menolak, tetap saja Ia melakukannya.

Tiga menit berselang, sebuah Mobil yang aku kenali memasuki pekarangan rumah Siti.

Ya, siapa lagi kalau bukan Abian. Aku mencoba untuk bersikap tenang dan terlihat biasa saja saat pria jangkung itu turun dari mobilnya.

"Mawar, apa kabar?" Abian menatap wajahku dengan sorot mata yang tak aku pahami.

"Baik. janjian sama Siti?"

"Kau juga?"

Abian menggeleng.

"Aku hanya mampir. Tapi, sepertinya takdir kembali mempertemukan kita."

Aku tidak merespon perkataan Abian.

"Sorry, lama. biasa nih perut, nggak bisa diajak kompromi." Siti keluar bersamaan dengan nampan berisi minuman dan makanan. Lalu meletakkannya di atas meja.

"Tiga gelas?" aku melihat minuman yang dibuatkan Siti berjumlah tiga. apakah Ia sengaja mengundang Abian agar bertemu dengan diriku?

"Wait, Wait, wait! Jangan prasangka buruk dong, Mawar. Sudah deh, bahasnya nanti saja. Mending kalian minum dulu. Cuaca lagi panas banget ini."

Aku memandang wajah Siti penuh dengan rasa curiga.

"Bagaimana kabarmu, Mawar?" Abian memandang ke arahku.

"Baik."

Siti nampak melirik sambil memanyunkan bibirnya. Mungkin dalam hatinya berkata 'kau begitu naif, Mawar'.

"Apa tidak ada kesempatan untuk diriku menjadikan dirimu sebagai Istri ku?"

Aku menatap wajah Abian yang masih sama. Tampan dan pastinya menarik kaum hawa untuk tetap ingin memandangi wajah tampannya yang tanpa cela itu.

"Abian, kau harus sedikit waras agar bisa menerima kenyataan bahwa aku adalah istri orang lain."

"Ya, terima kasih atas peringatannya. Tapi, aku tidak bisa."

"Kalian berdua masih jomblo, kenapa tidak menikah saja?"

Plak!

Siti memukul bahuku.

"Sakit, Sit!" decitku.

"Biarin, siapa suruh bawa-bawa namaku ke persoalan kalian." Jawab Siti tak terima.

"Lagian aku juga sebenarnya bingung sama kamu, Bi! Sudah ganteng, tajir, semua yang diinginkan sama manusia di planet bumi ini kamu miliki, tapi tetap saja, masih ngelirik istri orang! Cari yang lain, dong…"

Diam-diam aku tersenyum puas mendengar ucapan Siti. Kali ini yang diucapkannya itu benar adanya.

"Kita lihat saja nanti," Abian mengambil gelas berisi minuman tersebut.

"Kenapa harus es teh?" protesnya tidak suka dengan hal-hal yang berbau dengan teh.

"Oh iya, War. dimana suamimu?"

Aku menelan ludah dengan kasar. Pertanyaan itu sejak tadi telah aku hindari, namun akhirnya Siti menyadari hal itu.

"Lagi di Samarinda."

"Kapan perginya?"

"Tadi pagi."

Siti nampak melirikku dan tidak mengatakan apa-apa.

Abian kembali meletakkan gelas es teh miliknya. Minuman itu tidak jadi Ia sentuh sama sekali.

***

"Baby, boy sayang." Akbar menggenggam erat tangan Mulan.

"Seperti yang kau harapkan, biar dia kelak menjadi seperti dirimu." Jawab Mulan saat memandangi Box Bayi yang ada di dekat ranjang tempat tidurnya.

"Kapan aku bisa pulang, Mas?"

"Kata dokter, mungkin kau akan dirawat selama satu Minggu. Kita percayakan saja semuanya pada dokter."

Mata Mulan mulai berkaca-kaca saat Akbar mengecup lembut keningnya.

"Terima Kasih sayang. Kau telah memberikan diriku seorang anak."

"Lalu, bagaimana dengan Istrimu?"

Akbar mengelus pipi Mulan.

"Aku sudah merencanakan awal yang baik untuknya. dia tidak mungkin memiliki anak, Jagan banyak pikiran. kau harus segera pulih agar kita bisa pulang ke Balikpapan."

"Bersama?"

"Ya, tentu saja."

***

Waktu berlalu begitu cepat.

Aku memilih untuk pulang ke rumah walaupun Siti berusaha untuk meyakinkan diriku agar menginap di rumahnya saja. Beberapa kali juga aku menolak keinginan Abian agar bisa mengantarkan diriku pulang, tapi aku menolaknya.

Bagiku, tidak baik jika aku menerima tawaran Abian. karena bisa jadi hal ini justru menjadi bumerang untuk diriku di kemudian hari.

Karena sudah melakukan sholat Isya di rumah Siti, aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur. Pandangan mataku tiba-tiba saja tertuju pada lemari pakaian suamiku.

Karena semenjak Mbak Surti bekerja di rumah ini, semua hal yang berkaitan dengan Mas Akbar ditangani oleh asisten rumah tanggaku itu termasuk melipat baju-baju Mas Akbar.

Mungkin karena aku kangen, aku ingin memeluk tubuh Mas Akbar melalui baju yang biasa dipakai.

Perlahan aku turun dari kasur dan membuka lemari pakaian Mas Akbar, mengambil kaos berwarna cream yang biasa dipakai di dalam rumah. Saat ingin mengambil kaos tersebut, aku melihat sebuah kresek hitam yang terselip di antara tumpukan baju. Karena penasaran, aku segera mengambilnya.

Mungkin itu hanyalah tumpukan kertas bon makan diluar sana, pikirku.

Tapi saat aku membukanya, aku melihat berbagai macam jenis pil KB. Walaupun aku tidak pernah meminum pil tersebut, tapi aku tidak buta ilmu pengetahuan dunia luar sana.

Ya, aku sangat yakin sekali. Ini adalah pil KB untuk wanita. Lalu, apa yang dilakukan Mas Akbar dengan pil tersebut?

Ya Allah……

Apa Mas Akbar telah merencanakan ini semua?

Tidak menginginkan anak dari rahimku?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status