Intan.. Intan, dimana kamu?" teriak Tommy.Ia melihat kondisi rumah yang sepi dan lampu belum dinyalakan. Tommy segera berlari ke kamar Indah. Ia membuka lemari dan melihat semua pakaian dan barang milik Indah sudah lenyap. Di lemari hanya tersisa gaun yang pernah ia belikan untuk Intan.Tommy mengambil ponselnya dan berusaha menelepon Intan. Namun nomor ponsel istrinya sudah tidak aktif. Tommy melihat rekaman kamera pengawas di halaman. Ia melihat Intan keluar rumah dengan membawa sebuah tas."Jadi kamu berani kabur? Harusnya aku mengawasimu lebih ketat!" geram Tommy.Tommy risau dan menelepon Silvy untuk mencurahkan isi hatinya. Gadis itu justru merasa senang karena istri sah Tommy sudah mengalah dan pergi. Silvy merasa sudah memenangkan pertandingan."Tenang saja, Sayang, kalau Intan pergi, berarti sudah gak ada penghalang di antara kita. Apa kamu merasa sedih dan kehilangan dia?" Silvy membelai wajah Tommy."Bukan begitu, Sayang. Aku hanya takut kakek tahu dan marah padaku. Kakek
"Bu, ada yang mau aku bicarakan sama Ibu," kata Intan pagi itu.Ibu Intan duduk di samping Intan dan menatapnya. "Ada apa, Nak? Sepertinya ada sesuatu yang serius."Intan menundukkan kepalanya dan menghela nafas panjang. "Sebenarnya Intan melarikan diri dari rumah, Bu." "Apa?! Jadi suamimu gak mengetahui kepergianmu? Dia gak tahu kalau kamu ada di sini?""Mungkin sekarang dia sudah tahu kalau Intan pergi, Bu," jawab Intan lesu."Tapi kenapa, Nak? Ada masalah apa antara kamu dan suamimu? Bukankah selama ini kalian selalu bahagia dan harmonis?" tanya Ibu Intan.Mata Intan mulai berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya untuk menahan perasaannya sekuat tenaga. Namun hati yang teramat sakit membuatnya tak mampu bertahan. Air mata mulai mengalir di pipinya."Maaf kalau selama ini Intan berbohong, Bu. Intan menutupi semua kenyataan yang terjadi dari Ibu dan Bapak, juga semua orang. Intan hanya gak mau Ibu dan Bapak sedih memikirkan keadaan Intan." Intan menyeka air matanya."Apa yang sebenarnya
Setelah mengetahui kepergian Intan, kondisi kesehatan Kakek Nugraha kembali memburuk. Kakek Nugraha merasa bersalah kepada Intan dan keluarganya. Itu membuat kakek mengalami kesulitan tidur dan tidak berselera makan.Kakek memerintahkan pada anak buahnya untuk mencari Intan di kampungnya. Namun anak buah Kakek Nugraha tidak dapat menemukan intan dan keluarganya, karena mereka sudah pindah dari sana. Mereka telah kehilangan jejak Intan.Rasa kecewa dan kesedihan membuat Kakek Nugraha semakin melemah. Apalagi ditambah pula dengan rasa kesal dan amarah pada Tommy. "Tommy, kenapa kamu tega berbuat seperti itu pada gadis polos dan baik hati seperti Intan?" ucap Kakek Nugraha sambil berbaring lemah di tempat tidurnya.Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan jawaban untuk kakek. Sejak saat itu Tommy juga tidak berani menampakkan batang hidungnya di depan sang kakek. Melihat kondisi itu, keluarga besar memutuskan untuk kembali membawa Kakek Nugraha ke Singapura untuk berobat dan menjalan
Tommy yang sedang rapat bersama beberapa kepala bagian di ruangannya terpaksa menghentikan rapat itu sejenak. Ia memberi isyarat untuk karyawannya dan meraih ponselnya setelah mendengar beberapa notifikasi pesan masuk.Suara itu ternyata berasal dari notifikasi SMS banking, yang menunjukkan ada transaksi keluar dari rekening tersebut. Mata Tommy terbelalak ketika melihat angka-angka yang tertera dalam pesan yang ia terima. Ada dua nominal dua ratus jutaan dan lima ratus juta. Pengeluaran sebesar itu hanya berjarak beberapa menit saja.Tommy mengerutkan keningnya, ia ingat kartu debit rekening itu dipegang oleh Silvy. Silvy memang biasa berbelanja sesuka hatinya, namun belum pernah ia melakukan transaksi dengan nominal sebesar itu dalam waktu kurang dari satu hari.'Apa yang sebenarnya ia beli?' Tommy langsung kehilangan konsentrasinya. Ia meminta rapat itu ditunda sampai besok. Ia harus segera meminta penjelasan pada Silvy.Setelah para karyawannya meninggalkan ruangannya, Tommy lang
Pagi itu Intan dan adiknya, Rudy sedang berada di kantor. Mereka menunggu perwakilan dari perusahaan lain yang akan mengajak bekerja sama."Pagi, Pak Rudy. Ini istri Bapak? Sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanya Pak Sofyan, perwakilan PT. Cipta Mandiri. Intan hanya menyunggingkan senyum dan menjabat tangan Pak Sofyan. Memang bukan baru pertama kali ini ada yang menyangka kalau Intan dan Rudy adalah sepasang suami istri. Perut Intan yang semakin membuncit juga sudah tidak bisa ditutupi, sekalipun Intan memakai baju longgar atau jaket."Iya, Pak. Sudah enam bulan usia kandungannya," jawab Rudy.Sering kali Rudy memang terpaksa mengakui anak dalam kandungan kakaknya sebagai anaknya. Rudy tidak ingin Intan direndahkan, apalagi jika ada yang menghujatnya karena hamil tanpa ada seorang suami di sisinya.Di siang hingga sore hari, Intan menyibukkan diri, sehingga tidak terlalu merasa sedih dan kesepian. Namun saat sendirian malam hari, ia baru akan merasa sensitif dan sering menangis
"Sayang, kamu dimana? Aku sudah di rumah, tapi kamu malah belum di rumah," kata Tommy melalui panggilan ponselnya."Aku masih sama teman-teman arisan, Sayang. Satu jam lagi aku pulang." Silvy mengakhiri panggilan telepon itu sepihak. Tommy bisa mendengar tawa dan celoteh riang beberapa orang wanita yang sepertinya duduk tak jauh dari istrinya.Tommy melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur. Ia sedikit merasa kesal dengan kebiasaan baru Silvy setelah menikah. Silvy sibuk bergabung dengan para wanita sosialita, ke salon, belanja setiap hari.Bukan masalah jika Silvy bisa mengatur waktu dan tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai istri. Sering kali Tommy harus menjumpai rumah yang sepi saat pulang bekerja. Untungnya ada dua asisten rumah tangga yang selalu membuat pekerjaan rumah beres.Tommy keluar dari kamar dan duduk di meja makan. Masakan yang tersaji sudah dingin, Tommy tidak berselera menyantapnya sendiri. "Pak, mau saya panaskan makanannya?" tanya Bi Sumi."Gak perlu, Bi," jaw
Silvy yang merasa kesal langsung menuju ke kantor suaminya. Ia tidak peduli ketika sekretaris mencegahnya masuk ke ruangan Tommy. "Mas, aku mau bicara." Silvy membuka pintu ruangan itu. Tommy yang sedang berbincang dengan seorang pimpinan cabang terkejut."Silvy, aku sedang membicarakan masalah pekerjaan. Bisa kamu menunggu sebentar?" bisik Tommy."Aku mau sekarang, Mas. Masalah yang akan aku bicarakan juga gak kalah penting," jawab Silvy.Tommy terpaksa menghentikan pembicaraan dengan karyawannya itu. Tommy meminta karyawan itu keluar dari ruangannya.Tommy berdiri dan mendekati istrinya. "Ada apa ini?" Silvy menatap Tommy dengan tajam, ia sangat marah karena kejadian tadi."Mas, kamu sudah mempermalukan aku di depan banyak orang. Aku tadi sedang di kantor perumahan dan akan bertransaksi."Tommy menghela nafas panjang sambil menatap istrinya yang keras kepala itu. "Kamu gak boleh membuat keputusan sepenting itu sendiri. Kamu itu istriku, seharusnya kamu bicara dulu jika akan mengel
Pagi itu Intan bersiap-siap untuk bekerja. Ia merasa perutnya sedikit kencang dan sakit. Namun setelah beberapa menit rasa sakit itu hilang. Oleh karena itu Intan tetap pergi ke kantor.Setelah menempuh waktu tiga puluh menit, Intan dan Rudy tiba di kantor. Hari itu mereka sedikit sibuk dan ada beberapa janji dengan klien perusahaan. Mereka langsung berjalan dengan cepat ke elevator untuk naik ke lantai delapan.Di dalam elevator, perut Intan kembali terasa sakit."Aduh." Intan meraba perutnya dan meringis kesakitan."Mbak, kenapa?" Rudy memegang bahu Intan dengan panik."Ah, gak apa-apa, Rud. Tadi sedikit sakit, tapi sekarang sudah hilang rasa sakitnya. Mungkin keponakanmu ini semakin besar dan sangat lincah bergerak." "Biasa anak laki-laki, Mbak. Apa kita perlu ke rumah sakit?" tanya Rudy."Gak perlu, kamu tenang saja," jawab Intan sambil tersenyum.Intan dan Rudy menuju ruangan mereka masing-masing. Keduanya langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan mereka.Sesuai jadwal, Rudy la