"Mas Tommy, apa yang kamu lakukan di sini? Siapa wanita itu?" Intan menunjuk seorang wanita berpakaian minim yang duduk di hadapan Tommy.
Tommy terkejut melihat wanita yang berstatus sebagai istrinya sudah berdiri di hadapannya. Seluruh mata pengunjung kafe tertuju ke arah mereka. Tommy segera berdiri, ia sangat terkejut dan panik. Bukan karena Intan telah mengetahui perbuatannya, tapi karena merasa malu menjadi pusat perhatian di tempat itu."Intan, sedang apa kamu di sini? Jaga sikapmu, karena banyak orang melihat kita! Jangan membuat malu!""Jaga sikap? Seharusnya kamu yang berpikir dua kali sebelum bertindak, Mas. Aku ini istrimu. Kamu selingkuh di belakangku? Apa kamu masih punya harga diri dan rasa malu? Kenapa kamu berbuat seperti itu?" seru Intan.Tommy berdiri dan mencekal lengan Intan dengan keras. "Diam! Pulang sekarang!"Siang itu Intan baru saja pulang dari rumah sakit. Awalnya ia hanya ingin memeriksakan diri karena merasa tidak enak badan. Kepalanya sangat sakit, tubuhnya lemas, dan mual. Ia memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyakit apa yang sedang ia derita.Namun pernyataan dokter sama sekali berbeda dengan dugaan Intan. Intan sempat terkejut ketika dokter mengatakan kemungkinan bahwa dirinya sedang berbadan dua. Tanda-tanda fisik dan gejala yang dia alami memang sepintas mirip dengan gejala hamil.Sejak dulu, jadwal menstruasi Intan memang tidak teratur. Oleh karena itu, Intan memang tidak terlalu memikirkan jika ia terlambat menstruasi. Dokter umum merujuk Intan ke dokter kandungan, agar bisa melihat secara pasti berapa usia kandungannya. Saat pertama kali melihat layar USG dan mendengar kabar bahagia yang disampaikan oleh dokter, Intan menangis haru dan gemetar. Ia tidak menyangka kalau ada kehidupan baru yang sedang dimulai di dalam tubuhnya.'Aku hamil!' Intan sempat bersorak gembira dalam hatinya, ia berharap kehamilannya ini akan membuat Tommy mencintai dirinya sepenuhnya. Seluruh keluarga besar Tommy memang sudah lama menantikan kehamilan Intan. Mereka tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama yang akan melanjutkan garis keturunan mereka.Namun siapa sangka, ketika melewati sebuah kafe, Intan melihat sosok Tommy sedang bersama dengan seorang wanita. Tommy memegang tangannya dan menciumnya dengan mesra. Intan tidak dapat menahan diri, langsung masuk dan membuat keributan itu.Sesampainya di rumah, Tommy langsung menyeret Intan sampai ke dalam kamar. Ia mendorong Intan ke tempat tidur. Intan memegang perutnya, hanya bisa berharap sang calon buah hati tetap aman."Aku sudah mengingatkan kamu sejak awal kita menikah. Jangan pernah mengatur hidupku atau ikut campur dengan urusanku! Aku bisa membuat kamu menyesal selamanya, Intan!" Tommy menjambak rambut Intan dengan kasar."Ampun, Mas! Sakit," ucap Intan."Bersikap yang baik, Intan! Ingat, kamu menumpang makan dan tidur gratis di rumah ini. Bekerjalah dengan rajin untuk membayar hutangmu padaku! Sudah bagus aku gak mengusirmu dari rumah ini. Kita memang berstatus suami istri di atas kertas, tapi kamu gak akan bisa mendapatkan hatiku. Jangan pernah ulangi perbuatan bodoh dan memalukan seperti ini. Mengerti?"Intan hanya bisa meringkuk dan menangis. Ia merasa terjebak dalam pernikahan palsu tanpa cinta dan kebahagiaan. Tommy keluar dari kamar dan membanting pintu dengan keras.Kehidupan Intan nampak sempurna di mata semua orang. Gadis muda dari desa, yang bekerja di rumah orang kaya raya. Entah mengapa sang majikan, Kakek Nugraha, sangat menyayangi Intan seperti cucunya sendiri.Pada akhirnya, Tommy, cucu Kakek Nugraha mempersunting Intan. Mungkin bagi sebagian orang kisah itu seperti dongeng Cinderella. Dalam semalam Intan berubah dari itik buruk rupa menjadi angsa yang cantik. Ia tinggal bersama Tommy di rumah bak istana megah.Sayangnya di dalam istana itu Intan harus menghadapi kenyataan pahit. Ia merasa Tommy tidak sungguh-sungguh mencintai dirinya. Tommy hanya bersikap manis padanya saat ada acara bersama keluarga besar.Keesokan paginya Intan terbangun karena terkejut mendengar pintu kamarnya dibuka dengan keras."Bangun! Dasar pemalas! Siapkan sarapan untukku!" Tommy menarik tangan Intan dan memaksanya bangun dari tempat tidur. Intan jatuh terduduk di lantai dan terkejut. Baru beberapa jam ia terlelap tidur, karena sakit kepala yang menderanya.Intan bangkit dan turun ke lantai bawah. Ia harus menyiapkan sarapan untuk Tommy seperti biasanya, walaupun sering pria itu hanya makan beberapa sendok. Intan mengurut kepalanya yang masih terasa sakit, tiba-tiba rasa mual menyerangnya dan memaksanya bergegas ke kamar mandi di dekat dapur."Wuek.. Wuek.." Intan berpegangan pada wastafel dan memuntahkan isi perutnya.Setelah itu Intan kembali ke dapur dengan lemas. Ia membuat nasi goreng untuk Tommy. Dalam kondisi hamil muda seperti ini, memasak merupakan hal yang berat bagi Intan. Ia harus menahan bau bawang yang menyengat dan membuatnya kembali ingin muntah."Lamban sekali kamu! Dasar pemalas! Cepat! Aku sudah hampir terlambat pergi ke kantor," gerutu Tommy."Maaf, Mas. Aku gak enak badan." Intan meletakkan piring berisi nasi goreng di hadapan suaminya."Jangan banyak alasan atau manja!" Tommy mengambil sendok dan langsung menyantap nasi goreng itu. "Cuih.. Makanan apa ini? Asin sekali." Tommy melemparkan piring itu ke lantai hingga pecah dan isinya berhamburan."Ma-maaf, Mas. Lidahku terasa pahit dan mual.""Kamu pasti sengaja, kan? Memang gak satupun pekerjaanmu itu beres. Wanita gak berguna!" maki Tommy.Intan tak tahan lagi, ia menjawab Tommy dengan getir. "Mas, kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini? Apa kamu pernah mencintai aku sedikit saja? Aku ini istrimu, Mas."Tommy tersenyum mengejek. "Asal kamu tahu, Intan, aku memang gak pernah menyukai kamu sejak awal. Aku mau menikahi kamu karena kakek menyayangimu dan menganggapmu sebagai cucunya sendiri. Aku juga gak habis pikir, apa yang membuat kakek sangat menyukai kamu, gadis desa bodoh!""Apa hubungannya, Mas? Aku gak mengerti. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan harus didasari dengan cinta."Tommy terkekeh mendengar perkataan polos Intan. "Kamu terlalu lugu, Intan. Aku menikahi kamu supaya bisa menduduki posisiku saat ini sebagai CEO Mega Jaya Grup. Aku dan sepupuku, Carlo selalu bersaing untuk posisi teratas ini. Aku melihat peluang untuk mendapatkan hati dan kepercayaan kakek, dengan menikahi kamu.""Kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau, kan? Kalau begitu, ceraikan aku, Mas!" Intan berusaha kuat mengatakan itu, walaupun air matanya mengalir tak tertahan."Kamu pikir semudah itu kamu bisa melepaskan diri? Kamu lupa kalau kita sudah menandatangani surat perjanjian setelah kita menikah?" kata Tommy."Perjanjian apa?" Intan berusaha mengingat apa maksud suaminya itu."Kamu sudah menandatanganinya, kita akan tetap terikat dalam status pernikahan sampai kakek meninggal atau aku resmi menjadi pimpinan tertinggi seluruh perusahaan kakek." Tommy melipat kedua tangannya di depan dada."Jahat kamu, Mas! Kamu anggap apa aku ini?" tanya Intan."Hahaha. Kamu yang bermimpi terlalu tinggi, Intan. Kamu pikir kamu bisa menjadi putri dan mendapatkan hatiku? Ah, sebenarnya aku juga gak peduli lagi denganmu. Kakek sekarang ini sudah sakit dan sedang berobat di luar negeri. Posisiku di perusahaan sudah pasti akan aman."Tommy mengambil tasnya dan langsung berlalu meninggalkan Intan yang terpaku. Intan berlutut sambil membersihkan pecahan piring itu.Menjelang malam, Intan mendengar suara mobil Tommy. Ia membuka pintu untuknya dan sangat terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Tommy yang setengah mabuk berdiri di depan pintu dan meracau. Di samping Tommy, wanita selingkuhannya memapah dia dan tersenyum mengejek Intan."Mas, beraninya kamu membawa wanita ini kemari!" teriak Intan."Sst.. Jangan berisik! Awas!" Tommy mendorong Intan dan masuk bersama wanita itu."Eh, wanita gak tahu malu! Pergi kamu dari sini!" Intan menarik tangan wanita itu.Namun kali ini wanita itu berani mencengkeram lengan Intan dan memelototinya."Hei, wanita udik! Kamu pikir aku takut padamu? Aku Silvy, wanita yang dicintai oleh suamimu. Kamu sudah membuat aku malu di kafe kemarin. Kali ini aku akan membuatmu malu dan gak punya harga diri di rumahmu sendiri. Mas Tommy mencintai aku, bukan kamu. Mas Tommy yang membawa aku masuk ke rumah ini. Kamu lihat saja nanti, aku akan menendangmu keluar dari rumah ini." cibirnya.Tommy menggandeng Silvy masuk ke dalam kamarnya. Sesekali Tommy dan Silvy saling berpelukan dan berciuman dengan mesra. Intan mengalihkan pandangannya karena merasa muak melihat suaminya bercumbu dengan wanita lain."Tunggu! Aku gak akan mengijinkan kamu membawa masuk wanita lain ke dalam kamar kita, Mas!" Intan merentangkan tangan di depan pintu kamar menghalangi langkah Tommy.Tommy yang sudah dikuasai oleh alkohol memegang kedua lengan Intan dengan kasar."Kenapa kamu selalu menjengkelkan dan menentang aku? Kamu yang harus pergi dan keluar dari rumah ini!" Tommy menyeret Intan menuruni tangga dan menuju pintu.Tommy membuka pintu itu dan mendorong Intan keluar. Setelah itu dengan cepat Tommy menutup pintu dan menguncinya."Aw.. perutku.." seru Intan seraya meraba perutnya. "Kenapa perutku sakit sekali? Kenapa ini?"Intan menangis dan berdoa agar tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan janin yang ada di dalam kandungannya."Tolong Tuhan, jangan sampai terjadi sesuatu pada anakku! Aku menginginkan anak ini."Cukup lama Intan harus duduk di teras dan merasakan hembusan angin malam yang dingin menusuk tulang-tulangnya. Intan merasa kepalanya sangat pusing dan tubuhnya lemas. Namun berangsur sakit yang ia rasakan di perutnya mereda. Ia nyaris kehilangan kesadarannya ketika pintu terbuka. Intan membuka matanya dan melihat Tommy dan Silvy keluar sambil berpelukan dan tertawa. "Sampai jumpa besok, Sayang. Hari ini permainanmu sangat hebat. Aku semakin cinta padamu, rasanya aku gak mau berpisah denganmu," kata Silvy dengan manja."Sabar sebentar, Sayang. Kita akan segera bersama dan bahagia. Aku juga mencintai kamu." Tommy mencium dan memeluk Silvy dengan mesra. Intan mengalihkan pandangannya, ia merasa muak dengan ulah kedua orang yang tidak tahu malu itu. Silvy melirik dan tertawa mengejek Intan sebelum meninggalkan rumah itu. Sebuah mobil berwarna hitam mendekat dan menjemput wanita itu. Cahaya lampunya menyorot Intan dan membuat pandangannya semakin berkunang-kunang. Intan merasa seperti s
Walaupun kondisi tubuhnya masih belum sehat, Intan memaksakan diri untuk pergi dari rumah itu. Ia sudah tidak bisa bertahan menghadapi sikap Tommy yang arogan. Intan merasa tersiksa, baik secara fisik maupun mental. Sebelum meninggalkan rumah itu, Intan mengedarkan pandangannya ke kamar dan seluruh ruangan di rumah itu. Seakan mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya pada setiap kenangan yang ada. Seingat Intan, hanya kenangan buruk yang ia alami di rumah itu. Rumah bak istana yang didambakan oleh semua orang. Intan bahkan bisa melihat tatapan iri dari para tamu undangan yang dulu hadir di acara pernikahannya. Seorang gadis desa seperti dirinya bisa menjadi istri seorang pewaris perusahaan yang kaya raya. Itu mungkin terdengar seperti dongeng Cinderella bagi semua orang. Namun semua harta kekayaan dan kemewahan ternyata tidak berarti. Intan tidak dapat menemukan kebahagiaan di dalam rumah megah itu, karena ia selalu merasa kesepian. Sang suami yang telah mendapatkan hatiny
Intan.. Intan, dimana kamu?" teriak Tommy.Ia melihat kondisi rumah yang sepi dan lampu belum dinyalakan. Tommy segera berlari ke kamar Indah. Ia membuka lemari dan melihat semua pakaian dan barang milik Indah sudah lenyap. Di lemari hanya tersisa gaun yang pernah ia belikan untuk Intan.Tommy mengambil ponselnya dan berusaha menelepon Intan. Namun nomor ponsel istrinya sudah tidak aktif. Tommy melihat rekaman kamera pengawas di halaman. Ia melihat Intan keluar rumah dengan membawa sebuah tas."Jadi kamu berani kabur? Harusnya aku mengawasimu lebih ketat!" geram Tommy.Tommy risau dan menelepon Silvy untuk mencurahkan isi hatinya. Gadis itu justru merasa senang karena istri sah Tommy sudah mengalah dan pergi. Silvy merasa sudah memenangkan pertandingan."Tenang saja, Sayang, kalau Intan pergi, berarti sudah gak ada penghalang di antara kita. Apa kamu merasa sedih dan kehilangan dia?" Silvy membelai wajah Tommy."Bukan begitu, Sayang. Aku hanya takut kakek tahu dan marah padaku. Kakek
"Bu, ada yang mau aku bicarakan sama Ibu," kata Intan pagi itu.Ibu Intan duduk di samping Intan dan menatapnya. "Ada apa, Nak? Sepertinya ada sesuatu yang serius."Intan menundukkan kepalanya dan menghela nafas panjang. "Sebenarnya Intan melarikan diri dari rumah, Bu." "Apa?! Jadi suamimu gak mengetahui kepergianmu? Dia gak tahu kalau kamu ada di sini?""Mungkin sekarang dia sudah tahu kalau Intan pergi, Bu," jawab Intan lesu."Tapi kenapa, Nak? Ada masalah apa antara kamu dan suamimu? Bukankah selama ini kalian selalu bahagia dan harmonis?" tanya Ibu Intan.Mata Intan mulai berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya untuk menahan perasaannya sekuat tenaga. Namun hati yang teramat sakit membuatnya tak mampu bertahan. Air mata mulai mengalir di pipinya."Maaf kalau selama ini Intan berbohong, Bu. Intan menutupi semua kenyataan yang terjadi dari Ibu dan Bapak, juga semua orang. Intan hanya gak mau Ibu dan Bapak sedih memikirkan keadaan Intan." Intan menyeka air matanya."Apa yang sebenarnya
Setelah mengetahui kepergian Intan, kondisi kesehatan Kakek Nugraha kembali memburuk. Kakek Nugraha merasa bersalah kepada Intan dan keluarganya. Itu membuat kakek mengalami kesulitan tidur dan tidak berselera makan.Kakek memerintahkan pada anak buahnya untuk mencari Intan di kampungnya. Namun anak buah Kakek Nugraha tidak dapat menemukan intan dan keluarganya, karena mereka sudah pindah dari sana. Mereka telah kehilangan jejak Intan.Rasa kecewa dan kesedihan membuat Kakek Nugraha semakin melemah. Apalagi ditambah pula dengan rasa kesal dan amarah pada Tommy. "Tommy, kenapa kamu tega berbuat seperti itu pada gadis polos dan baik hati seperti Intan?" ucap Kakek Nugraha sambil berbaring lemah di tempat tidurnya.Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan jawaban untuk kakek. Sejak saat itu Tommy juga tidak berani menampakkan batang hidungnya di depan sang kakek. Melihat kondisi itu, keluarga besar memutuskan untuk kembali membawa Kakek Nugraha ke Singapura untuk berobat dan menjalan
Tommy yang sedang rapat bersama beberapa kepala bagian di ruangannya terpaksa menghentikan rapat itu sejenak. Ia memberi isyarat untuk karyawannya dan meraih ponselnya setelah mendengar beberapa notifikasi pesan masuk.Suara itu ternyata berasal dari notifikasi SMS banking, yang menunjukkan ada transaksi keluar dari rekening tersebut. Mata Tommy terbelalak ketika melihat angka-angka yang tertera dalam pesan yang ia terima. Ada dua nominal dua ratus jutaan dan lima ratus juta. Pengeluaran sebesar itu hanya berjarak beberapa menit saja.Tommy mengerutkan keningnya, ia ingat kartu debit rekening itu dipegang oleh Silvy. Silvy memang biasa berbelanja sesuka hatinya, namun belum pernah ia melakukan transaksi dengan nominal sebesar itu dalam waktu kurang dari satu hari.'Apa yang sebenarnya ia beli?' Tommy langsung kehilangan konsentrasinya. Ia meminta rapat itu ditunda sampai besok. Ia harus segera meminta penjelasan pada Silvy.Setelah para karyawannya meninggalkan ruangannya, Tommy lang
Pagi itu Intan dan adiknya, Rudy sedang berada di kantor. Mereka menunggu perwakilan dari perusahaan lain yang akan mengajak bekerja sama."Pagi, Pak Rudy. Ini istri Bapak? Sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanya Pak Sofyan, perwakilan PT. Cipta Mandiri. Intan hanya menyunggingkan senyum dan menjabat tangan Pak Sofyan. Memang bukan baru pertama kali ini ada yang menyangka kalau Intan dan Rudy adalah sepasang suami istri. Perut Intan yang semakin membuncit juga sudah tidak bisa ditutupi, sekalipun Intan memakai baju longgar atau jaket."Iya, Pak. Sudah enam bulan usia kandungannya," jawab Rudy.Sering kali Rudy memang terpaksa mengakui anak dalam kandungan kakaknya sebagai anaknya. Rudy tidak ingin Intan direndahkan, apalagi jika ada yang menghujatnya karena hamil tanpa ada seorang suami di sisinya.Di siang hingga sore hari, Intan menyibukkan diri, sehingga tidak terlalu merasa sedih dan kesepian. Namun saat sendirian malam hari, ia baru akan merasa sensitif dan sering menangis
"Sayang, kamu dimana? Aku sudah di rumah, tapi kamu malah belum di rumah," kata Tommy melalui panggilan ponselnya."Aku masih sama teman-teman arisan, Sayang. Satu jam lagi aku pulang." Silvy mengakhiri panggilan telepon itu sepihak. Tommy bisa mendengar tawa dan celoteh riang beberapa orang wanita yang sepertinya duduk tak jauh dari istrinya.Tommy melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur. Ia sedikit merasa kesal dengan kebiasaan baru Silvy setelah menikah. Silvy sibuk bergabung dengan para wanita sosialita, ke salon, belanja setiap hari.Bukan masalah jika Silvy bisa mengatur waktu dan tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai istri. Sering kali Tommy harus menjumpai rumah yang sepi saat pulang bekerja. Untungnya ada dua asisten rumah tangga yang selalu membuat pekerjaan rumah beres.Tommy keluar dari kamar dan duduk di meja makan. Masakan yang tersaji sudah dingin, Tommy tidak berselera menyantapnya sendiri. "Pak, mau saya panaskan makanannya?" tanya Bi Sumi."Gak perlu, Bi," jaw