Saat sampai di rumah, Kaisar begitu terkejut ketika melihat Agni yang ternyata belum tidur.
"Kamu belum tidur?" tanyanya untuk menutupi keterkejutannya.
"Belum," jawab Agni seraya mendekat ke arah Kaisar berdiri. "Bagaimana tadi pertemuannya?"
Agni sengaja berdiri lebih dekat dengan Kaisar, bahkan langsung menyentuh dada suami dan mendekatkan wajah ke arah kemeja Kaisar, hendak mencium apakah ada bau parfum lain di tubuh suaminya.
"Baik, berjalan lancar," jawab Kaisar yang langsung memundurkan tubuh, takut kalau Agni curiga dan mencium sesuatu dari kemejanya.
"Memangnya kenapa?" tanya Kaisar yang memilih sedikit menjauh dari Agni, dia segera melepas kemeja dan menggantinya agar sang istri tak curiga.
"Bang Bara tadi telepon. Katanya dia melihat mobilku yang kamu bawa berada di klub," jawab Agni apa adanya.
"Benarkah? Aku tidak bertemu dengannya," ucap Kaisar berbasa-basi, hanya untuk menutupi kegugupan karena Agni tahu kalau dirinya pergi ke klub.
Kaisar memasukkan kemejanya ke keranjang pakaian kotor, dia khawatir bau parfum Airin memang menempel pada kemejanya.
"Bang Bara cuma bilang lihat mobilmu tapi tidak melihatmu," ujar Agni. Ia memperhatikan gerak-gerik Kaisar yang tampak sedikit gugup.
"Kenapa ketemu kliennya di klub, sih?" tanya Agni, meski dirinya mencoba berpikir positif hingga menutupinya dari sang kakak, tapi tetap saja hati Agni merasa tidak tenang dan curiga.
"Aku hanya menuruti permintaan klien saja, karena mereka meminta bertemu di sana." Kaisar mencoba memberi alasan.
Agni merasa ada sesuatu yang disembunyikan Kaisar darinya, hingga kembali meluncurkan pertanyaan untuk memastikan yang sebenarnya terjadi.
"Memangnya tidak bisa urusan bisnis dibahas saat siang hari? Bukankan bertemu klien saat jam kerja lebih bagus, setidaknya saat malam kamu bisa menghabiskan waktu bersamaku," cecar Agni.
Kaisar kelabakan mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Agni, hingga dia langsung memeluk sang istri dari belakang, mengecup pipi untuk merayu dan membuat Agni berhenti membahas hal itu.
"Iya, maaf. Aku janji, lain kali kalau ada klien yang membuat janji di malam hari aku akan menolaknya, dan meminta bertemu saat siang hari saja," kilah Kaisar agar Agni berhenti bertanya.
Agni hanya berdeham mendengar ucapan suaminya. Kaisar yang melihat Agni hanya diam pun mulai mengecupi pipi hingga rahang sang istri, merayu dan membawa Agni ke ranjang. Untuk saat ini bagi Kaisar, hanya itu cara terampuh meluluhkan hati Agni dan membuat sang istri tidak curiga padanya.
-
-
-
Sebulan berlalu, hubungan Agni dengan Kaisar berjalan harmonis, sedangkan hubungan pria itu dengan Airin masih tertutup rapat tanpa diketahui oleh sang istri.
Pagi itu Airin duduk di atas kloset yang tertutup, tangannya memegang sebuah testpack. Ia membulatkan bola matanya lebar ketika melihat benda itu menampakkan dua buah garis, yang artinya dirinya tengah hamil.
Airin seketika menutup mulutnya karena terkejut. Ia bahagia tapi juga ada rasa takut di dalam hatinya. "Aku hamil, apa ini benar?"
"Aku harus memberitahu Kai," gumamnya kemudian.
Namun, Airin seketika bingung. Bagaimana jika Kaisar tidak mau mengakuinya? Sedangkan pria itu juga tidak mau menceraikan Agni. Dia hamil dan hubungan antara dirinya dan Kaisar pun tidak jelas, apalagi Dewa berniat menceraikannya, lalu bagaimana nasibnya nanti? Bukankah kehamilannya akan menjadi pertanyaan banyak orang? Akhirnya Airin memiliki sebuah ide agar Dewa mengurungkan niat menceraikan dirinya, setidaknya sampai bayinya lahir.
Siang itu Airin pergi ke rumah orangtua Dewa, sengaja datang ke sana untuk memberitahu perihal kehamilannya. Orangtua Dewa adalah senjata untuk Airin mempertahankan pernikahan palsu itu sampai bayinya lahir.
"Benarkah? Syukurlah." Bu Dewan—ibunda Dewa, begitu bahagia ketika mendengar Airin menyampaikan kabar kehamilannya, yang artinya bu Dewan akan segera memiliki cucu pertamanya.
Airin tertawa dalam hati, setidaknya Dewa pasti akan mengurungkan niat menceraikannya karena dia tahu kalau suaminya itu sangat menuruti mamanya. Sekarang Airin hanya harus memikirkan cara agar Dewa mau tidur dengannya, dengan begitu dia bisa menjadikan alasan kehamilannya, jika Kaisar belum juga bisa menceraikan Agni. Dia berpikir bisa mengatakan kepada orang-orang kalau bayi yang dikandungnya adalah milik Dewa, karena pria itu sudah pernah menyentuhnya meski hanya sekali.
"Kamu boleh menceraikan aku, tapi kamu harus tidur denganku." Malam itu Airin nekat meminta Dewa tidur dengannya.
Dewa terkesiap dengan ucapan Airin, dalam hatinya pria itu tertawa karena sudah bisa menebak apa yang sebenarnya diharapkan istrinya.
"Bukankah permintaanmu itu terlalu tak tahu malu?" Dewa menghela napasnya. "Apa mungkin kamu sedang hamil anak pria bernama Kaisar itu dan ingin menjebakku? Aku tidak bodoh."
Berdiri dari kursinya, Dewa sudah mengemasi barang-barang untuk pergi dari sana. Ia sudah tak sudi lagi tinggal satu atap dengan Airin.
"Aku juga tidak bodoh, Dewa. Aku sudah memberitahu mamamu. Ya, aku memang sedang hamil." Airin semakin nekat memberitahu kebenarannya.
Dewa yang sudah kehilangan kesabaran menghadapi Airin pun mendorong bahu wanita itu, sampai tubuh Airin terbentur dinding kamar.
"Aku akan memanfaatkanmu lagi, tidak! Aku memang selalu memanfaatkanmu," cibir Airin.
Namun, tanpa Airin sangka Dewa malah membalasnya dengan senyuman yang tak kalah menghina. "Kamu pikir aku tidak memiliki bukti perselingkuhanmu? Jika kamu bersikeras berkata bahwa tengah mengandung anakku, maka aku akan mengajukan tes DNA janin. Kamu pikir tidak bisa? Aku tidak sudi menunggu sampai anakmu dengan pria itu lahir.”
Airin membeku dan hanya bisa memandangi punggung Dewa yang berlalu pergi. Jelas, ia sedang berada dalam masalah besar karena pria itu tak sebodoh yang dia pikir.
Rumah Hantoro yang biasanya sepi kini tampak ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan semuanya memakai pakaian yang nyaris seragam. Yang lebih mengesankan lagi halaman rumah pria itu juga sudah di sulap sedemikian rupa oleh sang empunya hingga siapa saja yang melihat sudah bisa menerka apa yang terjadi di sana. Pernikahan? Ya, itu benar. Anya dan Kaisar menikah. Akad nikah digelar tepat sebulan setelah Kaisar mengutarakan niat hendak menikahi Anya. Mereka memakai halaman sebagai tempat mengucap janji suci. Kursi, meja prasmanan serta ornamen lainnya semua bernuansa putih, memberi kesan sakral untuk acara yang akan di laksanakan sebentar lagi. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Bahkan media tidak mengetahui soal pernikahan ini. Mengenai alasannya, itu semua karena Anya masih terikat kontrak, dia juga masih sibuk dengan beberapa proyek yang akan digarap. Jika mengadakan resepsi besar-besaran takutnya selain membuat khalayak gaduh, juga akan membuat kesehatan Anya tergang
"Memangnya kenapa?" tanya Anya. Dia turunkan jari tangan Kaisar dan menarik kemeja pria itu agar merebah kembali.Kaisar menurut meski debaran di dadanya sudah menggila. Dia emosi melihat adegan itu. Ingin rasanya dia layangkan tinju ke wajah pria yang menjadi lawan main Anya."Itu, kenapa kamu mau melakukan adegan ciuman? Apa harus berciuman? Berapa kali adegan itu diambil saat proses syuting?" lanjut Kaisar masih bernada sama. Dadanya bahkan naik turun karena emosi.Namun, bukannya menjawab Anya justru terbahak, dia terpingkal-pingkal melihat ekspresi lucu Kaisar yang sedang cemburu. Ya, Anya yakin sekarang Kaisar tengah cemburu."Tidak perlu marah-marah. Itu hanya akting. Tidak ada rasa, bukan sungguhan.""Tapi tetap saja dia sudah menciummu." Kaisar masih saja kesal. Dan saat seperti itu tiba-tiba saja ada satu ide gila yang Anya pikirkan. Gadis itu pun menutup mata sambil berkata- "Kalau begitu hilangkan jejaknya dari bibirku!"Kaisar pun kaget mendengar permintaan Anya, terlebi
"Kenapa tidak ada pegunjung lain?" tanya Kaisar. Kepalanya menoleh ke kanan kiri. Ia heran karena studio bioskop kelas premier yang dimasukinya bersama Anya sangat sepi. Padahal di luar sana banyak orang, mana mungkin tidak ada satu orang pun yang ikut menonton di kelas itu."Sepi karena aku menyewa satu studio ini hanya untuk kita," balas Anya. Ia sunggingkan tawa jenaka dan berhasil membuat Kaisar menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.Namun, pria itu tetap mengikuti langkah Anya. Kekasihnya itu sudah mengalungkan tangan di lengan dan menariknya masuk lebih jauh. Keduanya pun memilih duduk di barisan tengah."Kenapa harus disewa?" tanya Kaisar sesaat setelah pantatnya menempel ke kursi."Karena aku ingin berduaan denganmu menikmati film ini. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kita," seloroh Anya lagi. Matanya bahkan mengedip genit dan kembali membuat Kaisar geleng-geleng kepala dan tertawa.Kaisar pun tak banyak bicara lagi, terlebih mengingat sifat Anya yang memang
"Anya, maukah kamu menikah denganku?"Pemintaan Kaisar itu bagai nyanyian merdu nan syahdu yang merasuk ke dalam telinga Anya. Kalimat itu tak ayal membuatnya menitikkan air mata karena tak sanggup menahan haru."Om?" Anya menutup mulut dengan dua tangan, sedang matanya bergerak liar ke sana kemari menatap takjub pada Kaisar. Sungguh dia tak menyangka Kaisar melamarnya di bawah terbitnya sang mentari."Maukah kamu menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu dengan mantan laki-laki brengsek dan punya banyak kekurangan seperti aku?"Tak mampu lagi menahan perasaan di hatinya, Anya pun membiarkan air matanya meluruh. Dan sebagai jawaban atas pertanyaan Kaisar, gadis itu mengangguk mantap dan menghambur ke dalam pelukan pria itu. Lisannya benar-benar terkunci, dia bahagia sampai tak bisa berkata-kata.Disela isak tangis yang mengharu biru, Anya pun mengulurkan tangan kirinya. Ia membuat Kaisar tersenyum lebar lantas menyematkan cincin itu ke jari manis lalu menciumnya. "Aku berjanji akan
Pertanyaan Kaisar soal wanita mantan selingkuhannya itu pun mau tak mau harus Anya jawab."Alasannya karena aku sadar kalau aku salah. Aku terlalu cemburu waktu itu. Aku takut kalau kamu akan terpengaruh dengan adanya Rey. Tapi sekarang tidak lagi, aku yakin anak-anakmu tidak akan mengganggu keharmonisan hubungan kita. Selama beberapa bulan ini aku terus menerus berpikir dan menyayangkan, kenapa sampai harus putus denganmu hanya karena alasan ini. Dan setelah aku pikirkan lagi, aku menyesal melepaskanmu. Aku terlalu menyukaimu," jelas Anya yang diakhiri dengan senyuman manis."Benarkah?"Anya mengangguk sambil membetulkan jaket milik Kaisar yang kini membalut tubuhnya. “Mauri dan Rey adalah buah dari masa lalu yang merupakan bagian dari hidupmu yang tidak akan pernah bisa dipungkiri sampai kapan pun, Jadi aku harus berdamai dengan itu.""Apa kamu akan menyayangi mereka? apa kamu tidak akan pilih kasih? Sedangkan kamu bilang tidak menyukai Rey karena dia anak seorang pelakor."Anya men
Setelah aksi peluk-pelukannya dan Kaisar tadi. Anya pun akhirnya tetap datang ke acara makan malam itu. Dia hadir di pesta dengan pikiran yang tidak fokus. Sepanjang acara, Anya lebih sering menatap ponsel di tangan. Sesekali senyumnya mengembang, matanya juga berbinar saat menatap layar benda pipih itu.[Bersabarlah, sebentar lagi aku akan pergi dari pesta]Pesan itu Anya kirim ke Kaisar dan tidak lama kemudian ponselnya bergetar.[Tenang saja, aku akan menunggu. Nikmatilah acaranya.]Anya langsung merengut. Kembali dia mengirim pesan untuk membalas pria itu.[Bagaimana bisa aku fokus ke acara sedang hati dan pikiranku ke kamu? Harusnya kamu ikut masuk]Kejujuran Anya hanya dibalas Kaisar dengan emoji tawa dan lambang cinta. Ajaibnya itu membuat Anya tersenyum lagi. Gadis itu memilih menyesap soda yang ada di tangan dan mengedarkan pandangan mencari keberadaan Martha.Namun, bisik-bisik aneh terdengar sampai ke telinga Anya. Ia jelas sudah tahu topik apa yang dibahas. Mereka membicar