Bab.6
“Aak!” pekik Anais saat segelas jus yang ada di mejanya berpindah mengenai wajah dan bajunya. Anais mengusap kasar wajahnya yang terasa dingin, serta bajunya yang kotor. Dihadapannya, seorang wanita tengah berdiri dengan santai namun menatapnya dengan pandangan sinis. Sarah Dania! Wanita yang telah merebut suaminya, saat ini ada dihadapannya. Benar-benar hari yang buruk. Anais refleks berdiri sembari menatap tajam pada wanita itu dan berseru, “Apa-apaan kamu ini?!” Sarah tidak bergeming dengan teriakan Anais yang menampilkan sebagian emosinya. Namun, wanita yang menjadi lawan bicaranya hanya diam berdiri di tempat. Sarah melihat sekeliling, mereka berdua menjadi pusat perhatian. Terdapat banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka karena suara Anais cukup keras. “Nona, aku nggak melakukan apapun, kenapa kamu berteriak padaku?” tanya Sarah memutar balikan fakta. Anais mengerutkan dahinya, mencoba mengerti maksud ucapan Sarah. Baru beberapa detik yang lalu ia datang dan menyiramkan segelas jus padanya. Dan sekarang, ia malah bertanya kenapa Anais berteriak padanya. ‘Dasar wanita aneh!’ Anais membatin. “Kalau ada kelakuanku yang nggak sengaja menyinggungmu, aku minta maaf. Lagipula ini adalah tempat umum dengan banyak orang. Sesuatu tak terduga bisa saja terjadi,” lanjut Sarah kemudian. “Sebenernya apa yang kamu omongin, sih? Bukannya kamu yang datang dan menyiram jus padaku?” Anais berteriak tak terima. Indra pendengaran Anais menangkap suara dengungan bagai suara lebah yang berterbangan. Lalu netranya memindai sekitar. Ia baru sadar jika dirinya menjadi pusat perhatian dari pengunjung lain. Dan saat ini mereka tengah berbisik membicarakannya. “Apa yang dilakukan wanita itu pada Sarah?” lirih salah satu pengunjung. Namun, Anais masih bisa mendengarnya. “Jangan-jangan, wanita itu berniat buruk pada Sarah,” duga pengunjung lain. Beberapa dari mereka bahkan mengeluarkan ponsel dan merekam Sarah dan Anais. Menganggap hal itu akan menjadi bahan perbincangan hangat tentang artis yang namanya sedang naik daun tersebut. Siapa yang tidak mengenal Sarah Dania. Artis nasional yang nama dan wajahnya terpampang di berbagai iklan dan media sosial. Wanita yang dikenal sebagai aktris berbakat dan memiliki hati yang baik. ‘Oh, jadi wanita ini sedang menunjukkan keahlian aktingnya? Apa mereka nggak liat wanita itu menyiramkan segelas jus padaku?’ batin Anais seraya tersenyum sinis. Anais melipat tangan di depan dadanya seraya mencondongkan wajahnya ke wajah Sarah. Kemudian ia berbisik di telinga Sarah, “Setelah merebut suamiku, sekarang kamu berusaha merebut simpati orang-orang?” Setelah Anais menjauhkan wajahnya, raut wajah Sarah berubah. Tak butuh waktu lama, air mata jatuh membasahi pipi wanita ayu tersebut. Seraya terisak, ia berkata, “Tolong jangan ganggu aku. Hubunganmu dan Garvi berakhir bukan karena aku. Seandainya kamu tidak mengkhianati cinta Garvi dengan berselingkuh, ia pasti nggak akan gugat cerai kamu.” Netra Anais membola. “A—Apa kamu bilang? Aku selingkuh?” tanya Anais terlihat bingung. Sarah dengan cepat merubah raut wajahnya dari biasa saja menjadi penuh kesedihan dan berlinang air mata. Sungguh aktris yang sangat profesional. “Tidak seharusnya kamu berbuat demikian. Dan sekarang, kamu menuduhku menjadi selingkuhan suamimu? Kamu yang berselingkuh, kamu juga yang menuntut harga dari Garvi. Dimana hati nuranimu, Anais?” ucap Sarah dengan masih berlinang air mata. Anais kembali menyeret bola matanya memindai sekitar. Kini sorot mata tajam bak mata pisau sebagian pengunjung terarah padanya, yang disertai dengan umpatan yang memaki Anais dengan kata-kata yang tidak pantas. Meski samar, Anais dapat melihat jika Sarah tersenyum miring, seakan puas dengan wajah Anais yang terkejut karena mendapatkan cemoohan dari orang lain. Sedangkan Anais berdecak dalam hati. Tidak disangka, hanya butuh satu kalimat dari seorang yang berpengaruh, dapat merubah pandangan orang lain yang bahkan tidak dikenal untuk menghakimi sesuatu yang bahkan mereka sendiri saja tidak tahu duduk persoalannya. Seorang wanita melempar Anais dengan sepotong kue yang mengenai pakaiannya seraya berteriak, “Jahat banget kamu nuduh Sarah menjadi selingkuhan suamimu! Ia tidak mungkin lakuin itu!” Belum sempat Anais membela diri, kue lain yang entah siapa yang melempar kembali mendarat di bajunya. Bukan hanya kue, Anais merasakan dingin di bagian punggungnya. “Dasar, wanita nggak tau malu!” Seorang pria muda dengan badan gempal hendak melempar segelas air pada Anais dari arah depan. Refleks ia pun menutup matanya dan menggunakan punggung tangannya untuk menutupi wajahnya. Anais terpaku saat beberapa detik sudah berlalu namun ia belum juga merasakan dingin di wajah maupun di bagian tubuhnya. Ia justru merasakan hembusan napas yang menyapu wajahnya. Perlahan ia membuka matanya, dan mendapati seseorang menahan air untuknya. Refleks ia pun mendongak menatap pemilik wajah tampan tersebut dan membelalakan matanya. Seketika jantungnya berdebar tanpa kendali saat mengetahui siapa pria yang berpakaian rapi dengan setelan jas berwarna hitam yang berdiri menghadapnya, ‘Jati!’ pekik Anais dalam hati.Anais mengusap pipinya yang terasa panas seraya menatap Sarah penuh amarah. “Orang lain yang buat kamu marah, kenapa aku yang jadi pelampiasan?” protes Anais pada Sarah.Emosi Sarah semakin meledak. Ia berkilah jika Anais lah penyebab semua ini terjadi. Itu sebabnya Anais pantas mendapat sebuah tamparan. “Hey! Kamu. Jangan kurang ajar sama Sarah. Sarah ini aset perusahaan kita. Kamu mau dapat masalah karena berurusan dengan bintang terkenal seperti Nona Sarah ini?” Broto memberikan pembelaan pada Sarah.Calista menangkap tubuh Anais yang sempat terhuyung ke belakang karena Broto mendorongnya dengan sangat keras.“Anak baru udah cari masalah,” bisik salah satu staf yang datang bersama Broto.“Ya maklum lah, ia kan wanitanya Pak Lukman, HRD kita,” timpal karyawan lain.“Pantas saja. Mana bisa seorang ibu rumah tangga bisa masuk dengan mudah. Ternyata pakai orang dalam?”Telinga Anais terasa panas saat makian dan cibiran itu terlontar dari karyawan Perusahaannya sendiri. Ia hanya bisa
“Tu—tunggu. Maksudnya apa?” Ada rasa penasaran yang bercampur sedikit rasa kesal dalam pertanyaan Sarah. Bagaimana tidak, artis besar macam dirinya ditolak secara tidak terhormat oleh seorang pemimpin perusahaan.Orang-orang yang berada di ruangan itu saling bertukar pandangan, tidak mengerti dengan jalan pikiran pimpinannya.Anton, yang menjabat sebagai wakil Direktur Adhyaksa properti mendekat pada Jati serta berusaha menenangkan perasaan Sarah yang tersentil egonya. “Tuan Jati, saya kira ada kesalah pahaman disini. Perusahaan sudah membuat kesepakatan dan sudah menandatangani kontrak. Nona Sarah—”Jati mengangkat tangannya, memberi tanda pada Anton untuk tidak melanjutkan ucapannya. Kemudian maju satu langkah lebih dekat pada Sarah yang sedikit kesal.“Dia sendiri yang mengatakan tidak mau melanjutkan proyek ini,” tuduh Jati.Sarah menganga tak percaya dengan ucapan Jati. Ia disini adalah sebagai korban, kenapa justru berubah menjadi tersangka? Sarah berkilah jika dirinya hanya min
“Nyebelin banget sih! Siapa juga yang berlebihan?” gerutu Anais.Ucapan Jati saat berada di lift masih terngiang di pikirannya. Dan karena hal itu, membuat pipi Anais tiba-tiba memerah tersipu. Perhatian Jati yang selama ini ia abaikan, nyatanya pria itu tidak bosan dan masih terus berusaha meluluhkan hati Anais yang beku.Semula terjadi saat Anais mengetahui jika dirinya akan dijodohkan dengan Jati oleh kakeknya. Anais menolak, karena ia menganggap Jati hanya sebagai Paman dan juga kakak laki-laki baginya. Sejak saat itu, Anais menganggap jika Jati sengaja menjadi bagian dari Adhyaksa untuk mendapatkan harta milik keluarga Anais.Seberapa keras Jati mengelak, Anais tetap percaya dengan apa yang ia pikirkan. Lebih tepatnya, Anais menolak untuk percaya.“Anais!”Seruan dari seseorang membuat si pemilik nama tergagap. Lamunan tentang Jati menjadi buyar seketika. Mila, kepala timnya sudah berulang kali meneriakkan namanya.“Kamu ini kerja apa ngelamun?” cibir Mila tidak suka.Anais hanya
Bab.15“Sialan!” hardik Garvi tak percaya.Garvi melempar map asal membuat kertas yang di dalamnya berhamburan keluar. Kemudian ia mengendurkan dasinya agar oksigen lebih leluasa masuk ke dalam saluran pernapasannya.Garvi memukul angin untuk melampiaskan kekesalannya. Kemudian menyugar rambutnya kasar lalu meletakkan tangannya pada pinggang. Hingga atensinya teralihkan saat pintu ruangan kantornya dibuka oleh ayahnya.“Apa-apaan ini, Garvi? Kenapa banyak kertas berserakan?” tanya Louis dengan mata menelisik.“Itu dokumen yang dikirim pengacara Anais, Pah,” jawab Garvi seraya menahan emosi.Louis mengerutkan keningnya, kemudian memungut salah satu kertas yang berada di bawah kakinya lalu membacanya.Garvi menjelaskan jika Anais, melalui surat yang dikirimnya itu mengatakan akan membongkar perselingkuhan Garvi dengan Sarah jika Garvi tidak memberikan apa yang Anais minta di pengadilan.“Dasar jalang sialan!” umpat Louis seraya melempar kertas yang ada di tangannya.Louis ikut tertular
“Dengan diam saja waktu dihina seperti itu?” Jati kembali mencibir pola pikir Anais. “Dengar Anais, kamu bisa dengan mudah menghancurkan mereka berkeping-keping tanpa harus bersusah payah. Kenapa kamu malah pilih jalan yang sulit dan menyusahkanmu?”Anais menarik oksigen banyak-banyak, kemudian menghembuskan secara perlahan. Menetralkan perasaan yang sedang berkecamuk di dalam dadanya.“Sudah aku bilang aku punya rencana! Kamu nggak usah ikut campur atau mengguruiku! Ini urusanku sendiri Jati!” tegas Anais pada sang Paman angkatnya.Kesal dengan Jati yang tidak mau mengerti perasaannya, Anais bangkit dari tempatnya duduk. Lalu meraih tas tangan yang dibawanya meninggalkan mobil Jati.“Mau kemana?” tahan Jati seraya mencengkeram lengan Anais agar menghentikan langkahnya.Anais menatap tajam penuh amarah pada Jati. Kemudian dengan ketus menjawab, “ Bukan urusanmu!”Anais menolak tawaran Jati untuk mengantarnya. Yang dilakukan Jati hanya mengusap wajahnya penuh sesal dan membuang napas k
Bab.13“A—apa? Aku? Cemburu?” tanya Anais dengan netra membola. “Tolong jangan bercanda, Paman. Yang benar saja!”Anais mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Matanya bergerak liar dan berusaha menenangkan hati yang tiba-tiba saja berdebar tak karuan.Sedangkan Paman Jordan, menarik sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan, mendapati wanita yang sudah ia anggap seperti keponakan sendiri salah tingkah.‘Ayolah Anais. Jangan bodoh! Jati adalah anak angkat Kakek, yang artinya ia adalah pamanku. Nggak seharusnya aku merasa cemburu kalau ia mendekati wanita lain,’ batin Anais.Meski Anais berusaha menampik perasaan itu, Paman Jordan dapat melihat ke dalam hati Anais perasaannya yang sesungguhnya pada Jati. Ia hanya bisa berharap yang terbaik untuk keduanya.***Siang ini, Anais ada janji temu dengan pengacara yang akan mendampinginya untuk perceraiannya dengan Garvi. Mereka sepakat akan bertemu di depan gedung pengadilan. Ia berdiri seraya menunggu pengacaranya yang katanya sebentar