RK yang segera mengingat wanita yang sedang menyiram bunga di bawah sana terus memperhatikannya.
Semua yang Aira lakukan tak lolos dari tatapan mata amber milik sang penguasa Mension mewah itu."Donny, cari tahu, sejak kapan wanita itu bekerja disini. Aku tidak pernah melihatnya sebelum hari ini. Apakah dia baru disini?" Ucap RK ingin memastikan apa yang sedang ia pikirkan."Baik tuan, aku akan segera mencari tahu informasi tentang dirinya." Ujar Donny dan segera meninggalkan tuannya untuk mencari informasi lengkap tentang Aira.Sementara itu, Ivan yang mulai resah dan gelisah dengan keputusannya, diam-diam mencari tahu kabar tentang Aira dan putrinya yang ditinggalkan dalam keadaan kritis menunggu operasi di rumah sakit.Drrtt...drrrttt...Getaran handphone di atas nakas samping tempat tidur, membuat seorang yang sedang tertidur pulas, harus terbangun dari tidurnya."Hhmm, ada apa?" Jawab orang itu dengan suara serak, khas bangun tidur."Bu, ibu dimana? Ibu tolong chek Kayla sudah keluar dari rumah sakit apa belum yahh! Ini sudah hampir seminggu aku gak cari tahu kabarnya, kali ajah dia sudah pulang dari rumah sakit kan?" Ujar Ivan pada Dewi, Ibunya.Rupanya karena cemas, Ivan memutuskan untuk bertanya pada ibunya, kali ajah ibunya mengetahui kabar tentang Aira dan Kayla."Lalu kalau sudah di rumah emang kenapa, mereka kan punya rumah, si Aira juga kan sehat, bisa berusaha nyari duit untuk ngelanjutin hidup dirumah yang kamu tinggalkan itu." Ujar Dewi yang tidak mengetahui, bahwa putranya telah menyerahkan rumah itu ke pihak perusahaan, karena tidak dapat melunasi hutangnya segera.Dan yang lebih parahnya lagi, di bawah tekanan Selena calon istrinya, ia telah membuat hidup Aira semakin terpuruk.Sekarang ia baru menyadari, apa yang akan terjadi pada putrinya saat rumah dan ibunya disita oleh pihak perusahaan, apa yang akan terjadi pada Kayla?Sejenak terbesit dalam benaknya untuk menjaga Kayla, namun ia segera menepis pikiran itu, karena ia tahu Selena tidak akan bisa mengijinkan hal itu.Oleh sebab itu, tujuannya saat ini mencari tahu tentang mereka pada ibunya, agar jikalau semua yang dia pikirkan terjadi, maka dirinya ingin menitipkan Kayla putrinya kepada ibu dan adiknya. Karena biar bagaimanapun, Kayla adalah putrinya, darah dagingnya. Meskipun sedikit, tapi rasa sayang dan khawatir dirinya sebagai seorang ayah itu masih ada untuk Kayla."Bu, rumah itu udah aku gadaikan. Bukan, lebih tepatnya lagi, aku udah menyerahkan rumah itu untuk menggantikan pinjaman aku di perusahaan yang gak bisa aku lunasi, jadinya udah aku serahkan semuanya. Termasuk Aira, untuk bekerja sebagai ART di rumah boss ku dulu. Makanya, aku gak tahu dehh, Kayla sekarang lagi dimana, karena gak mungkin, dia ngikut Aira, gak bakal diijinin.""Lahh, kok gitu?" ujar Dewi yang kaget akan hal yang baru disampaikan oleh putranya ini."Emang kapan mereka mulai sitanya?""Tiga hari lalu aku di pecat dari kantor Bu, jadi mungkin sekitar kemarin atau kemarinnya lagi, gak tau deh. Coba ibu tolong chek yah!! Kabarin aku setelahnya." pinta Ivan."Baiklah!" Mereka lalu menyudahi pembicaraan mereka.Aira yang telah selesai dengan pekerjaannya memilih membantu Bu'Retno menyiapkan makanan untuk anak dari majikannya ini."Bu, tapi kok ibu yang masak makanannya?" tanya Aira."Ini salah satu yang belum ibu kasih tahu yahh? Yang boleh buat makanan untuk Den'Brian cuma ibu, gak boleh yang lainnya, apalagi makanan siap saji, sama sekali gak boleh. Den'bri makannya hanya masakan ibu sejak mulai bisa makan sampai sekarang." Terang Bu'Retno."Lahh, kok gitu? Ada sekian banyak ART dalam rumah ini, kok cuma boleh ibu, ntar misalkan ibu sakit gimana? Kan pusing jadinya." Ucap Aira bingung."Yahh makanya, kamu doain ibu, biar sehat terus. Yah!?" ucap Bu'Retno sambil tersenyum tidak habis pikir, baru kali ini, ada ART yang menanyakan perihal keputusan Raja dalam istana ini. Sangat berbahaya, namun masuk akal dan itu juga merupakan keresahan Bu'Retno selama ini.Percakapan mereka terdengar oleh Donny, yang sejak tadi ingin menemui Bu'Retno. Namun, ia urungkan niatnya, karena yang bersangkutan sedang berada disitu.Donny baru menyadari, betapa wanita ini pandai menempatkan diri, wajah yang cantik, dengan rambut coklat muda yang panjang, begitu menyita perhatian Donny. Tanpa ia sadari bibirnya terus menyunggingkan senyum kala menatap Aira.Setelah selesai memasak, Bu'Retno ingin mengantarkan makanan itu ke kamar Brian, putra RK." Bu aku bantu megangin yah, sekalian aku pengen melihat Den'Brian, kata Ibu, dia umurnya tiga tahun 'kan yahh?" ujar Aira bersemangat."Iyahh, dia emang tiga tahun, terus napa dengan umurnya neng? Kamu gemas sama anak kecil yahh?" tanya Bu'Retno sembari tersenyum melihat tingkah Aira."Iyah Bu, soalnya umurnya sama dengan Kay ...." Suaranya sekejap tercekat di lehernya, hatinya terasa perih. Ia tidak mampu meneruskan kata-katanya. Wajah Aira tertunduk lesu."Maaf Ai, tapi gak sembarangan orang bisa pergi ke kamar Den'Bri. Nanti lain waktu, kalau dia lagi main diluar, kamu bisa lihat dia. Anaknya pintar, baik dan ganteng kek bapaknya. Kamu pasti jatuh cinta!" Ucap Bu'Retno sambil tersenyum,"sama Den'Briannya lho yah, bukan Papanya!" Tambah Bu'Retno sembari terkekeh, karena merasa geli dengan kata-katanya sendiri.Aira yang sejak tadi tertegun sejenak kala ingatannya tentang Kayla kembali menyeruak memenuhi pikirannya, kini mulai menyunggingkan senyum lembutnya, menanggapi candaan dari satu-satunya orang yang dekat dengan dirinya, di penjara mewah ini."Baiklah Bu, kalau begitu Aira ke kamar yahh? Kalau ada yang Ibu butuhkan, atau harus Aira kerjakan, Ibu bisa nyari ke kamar ajah!" Ujar Aira, sembari membantu menyiapkan sendok makan, air minum dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan Bu'Retno untuk di letakkan di nampan berisi makanan yang sudah mereka siapkan sejak tadi.Bu'Retno pun segera berlalu meninggalkan dapur, menuju kamar Brian. Meninggalkan Aira sendiri, yang sibuk membereskan dan mencuci beberapa wadah yang tadi digunakan untuk memasak."Hhmm ...!" suara deheman seorang pria, membuat Aira tersentak kaget. Karena sejauh ini ia tidak menemui siapapun kecuali Bu'Retno."Ha-haloo! ada yang bisa saya bantu?" Aira tertunduk gugup.Sesungguhnya, dia tidak pernah berjumpa dengan Tuan dalam rumah itu, bahkan sebagai seorang yang sangat tersohor, pria yang hanya menggunakan inisial sebagai namanya itu, begitu tertutup dan misterius.Oleh sebab itu, meskipun terkenal, orang tidak pernah benar-benar tahu, bagaimana tampang, atau rupa pria itu.Dan pria gagah nan tampan yang sedang berada dihadapannya saat ini, membuat Aira mengira dia adalah RK.Sebab dari tampilan, celana panjang berwarna biru gelap, dipadukan dengan kemeja putih lengan panjang yang dilapisi rompi warna senada dengan celananya, beserta Jas dengan warna senada yang bertengger di tangannya, sungguh penampilan seorang CEO.Tanpa aba-aba Aira segera melayaninya dengan sepenuh hati."Bisa kamu berikan aku segelas wine?" Ujar pria itu dengan suara baritonnya."Ba-baik!"Pria itu tersenyum, menikmati pemandangan yang ada dihadapannya. Bagaimana tidak, Aira yang sangat gugup bahkan lupa kalau dia tidak pernah mengetahui tentang wine dan lain sebagainya yang berhubungan dengan alcohol.Ia segera bergerak ke sembarang arah, untuk mencari hal yang di minta oleh pria itu."Hey Nona, disana!" Ujar pria itu sembari menunjuk ke arah lemari penyimpanan minuman.Ehh tunggu, Aira baru sadar kalau pria ini memesan minuman beralkohol. Ia segera berbalik dan menatap pria itu, 'masih pagi gini, udah minum begituan. Gak takut mati apa!' pikir Aira dalam hati."Kamu napa lihatin aku, minumannya ada disana!" Ujarnya lagi sembari terus menunjuk-nunjuk ke arah Lemari penyimpanan itu."Aku tahu aku tampan, tapi jangan diliatin kek gitu juga." Tambahnya, yang membuat aira segera membuat gaya amit-amit dengan mengetokan jarinya yang terkepal ke dinding dapur itu, lalu mengetokannya ke kepalanya sendiri.Pria itu sontak terkekeh-kekeh melihat refleks Aira ini, ia merasa gemas.Aira segera memberikan apa yang diminta pria itu, tentunya dengan arahan dari pria itu."Kamu, siapa namamu?""Aira Pak!" Jawab Aira."Sudah berapa lama kamu disini?""Aku mulai kerjanya hari ini Pak, aku baru masuk kemarin!""Hoouu, apa kamu istrinya si payah Ivan itu?" Aira hanya terdiam. Ia tiba-tiba merasakan sakit dihatinya. Pria itupun menyadari, kalau ia sudah membuat Aira merasa sedih. Tapi dia malah semakin memperhatikan Aira.Pikirnya, suami bisa memiliki hutang sebanyak itu, mesti karena istrinya. Ia kemudian tersenyum sinis ke arah Aira."Setahun kedepan, kerja gratis, selamat menikmati nona! Setidaknya kau sudah mencicipi nikmatnya uang milyaran rupiah yang suamimu pinjam dan tidak mampu melunasinya, tch!" Sindir pria yang ternyata adalah Donny.Ia segera bergegas meninggalkan Aira dengan hati yang tercabik-cabik karena kata-kata itu seperti mengoyak ngoyak luka yang masih menganga dihatinya.Setelah mendapatkan informasi yang cukup, Donny kembali ke RK untuk menjelaskannya."Tuan, dia adalah istri dari Ivan Putra Pradana. Yang akan menjadi ART untuk setahun kedepan, tanpa bayaran." Tukasnya."Ohh, kok begitu?" ujar RK sembari mengerutkan keningnya. "Tapi aku seperti pernah melihatnya, kukira dia adalah wanita yang sama, ternyata aku sudah salah mengenalinya.""Siapa, Boss?" tanya Donny penasaran.Aira sangat terkejut dengan apa yang dirinya dengar, dia tidak pernah menyangka kalau RK melakukan semua ini. Meskipun dalam hatinya, dia tahu pasti bahwa RK bukanlah seseorang yang akan memilihnya, tanpa tahu latarbelakang dirinya, namun dengan menjadikan Selena, putri CEO PT.Bintang Laut itu seorang tukang kebun, itu out of mind banget, pikirnya. "Kamu kenal dia, Mas?" tanya Aira pelan. "Musuh istriku, adalah musuhku!" jawab RK singkat, namun membuat Aira terperangah. "Udahh, lupakan Dia, nanti besok aku akan memperkenalkan Nyonya Mension ini secara resmi pada semua Pekerjaku, termasuk si siapa namanya tadi?" "Selena, Mas!" "Iyah, Dia!" ucap RK sembari tersenyum semanis madu pada Aira yang masih bingung dengan apa yang sudah diperbuat suaminya ini. Ada rasa bahagia yang perlahan merayapi hati Aira, namun bersamaan dengan itu, ada rasa takut dan cemas jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya karena hal ini. Aira memandang RK lekat-lekat, perlahan tangannya terangkat dan
Aira terkejut dengan sosok yang sedang berdiri kikuk dihadapannya. Wanita itu terlihat tertunduk sedalam-dalamnya karena takut pada Aira. Namun, Aira yang masih tidak dapat mencerna hal ini semakin bingung. Selena bisa berada satu atap dengan dirinya adalah satu keanehan, ditambah dengan tingkahnya yang menurut Aira sedikit aneh, tidak seperti Selena yang Ia kenal. "Ma-maafkan saya nyonya, saya sedikit merasa pusing, jadi kesini untuk mengambil Air. Saya tidak akan melakukannya lagi. Permisi!" jawabannya membuat Aira segera mencubit tangannya sendiri. "Mami gak lagi mimpi kok, sini menunduk!" ucap Brian sembari menarik tangan Aira agar menunduk ke arahnya. Brian melayangkan sebuah kecupan hangat, di Pipi ibunya. "Kan? Berasa gak?" tanya Bri sembari terkekeh geli, karena senang bisa menggoda sang Mami. "Idih, anak Mami genit banget sii!" "Saya permisi Nyonya!" "Selena tunggu!" Aira mengeryitkan kening, karena wanita itu terlihat bingung dengan panggilannya. "Bu' Aira, saya
Setelah menjawab panggilan Bent, dalam sekejap wajah sumringah RK hilang entah kemana. Kini tampilan dingin dengan sorot mata yang tajam, seperti mampu melihat hingga ke kedalam jiwa seseorang. Aira yang paham dengan sikap itu, tidak ingin bertanya. Dirinya takut akan salah berucap, dan pria bengis disebelahnya ini akan marah. Ya, meskipun telah resmi menjadi istri pria dingin itu, Aira masih tetap saja menganggap dirinya Bossnya yang dingin dan sangat ditakuti seluruh pekerja di Mension mewah yang sekarang sudah menjadi miliknya juga. Aira hanya terdiam dan meraih tangan suaminya untuk di pegang erat-erat, sambil terus menatap jalanan yang mulai dipenuhi cahaya lampu jalan, sebab malam mulai perlahan menyapa mereka. Brian yang mengetahui ayahnya sedang dalam mode yang tidak boleh diganggu, hanya terdiam ditempatnya duduk. "Bri, Mami pangku yahh?" Bujuk Aira, sebab Brian sangat membenci di pangku karena merasa dirinya sudah besar. Namun, pria kecil itu tahu kegelisahan hati ibun
Refleks RK menghadang pria yang menyapa Aira itu. Pria dengan tampilan awut-awutan, rambut yang diikat ke belakang, tanda tak pernah dipotong. Wajah yang kusam dan tubuh yang kurus, menjelaskan betapa memprihatinkannya, keadaan pria itu. "Ai ... Tolong maafin Mas, kita pulang yukk! Mas kangen Ai," ucap pria itu yang adalah Ivan, mantan suami Aira, sambil berusaha meraih tangan Aira dari balik tubuh RK yang menjulang tinggi dihadapannya. "Jangan berfikir untuk menyentuh tangannya, atau aku akan mematahkan tanganmu!" ketus RK. "Menyingkir kau, aku hanya ingin bicara dengan istriku," ucap Ivan penuh percaya diri. RK mengeraskan rahangnya, tatapan membunuh, dirinya tujukan pada Ivan. Rasanya, jika tidak ada istri dan anaknya saat ini, mungkin Ivan sudah pergi bertemu putrinya Kayla sekarang. Aira tahu, RK sedang dalam kemarahan yang jika Ivan melanjutkan dramanya, maka dirinya akan berakhir tragis. "Mas, aku mau pulang," ucap Aira sembari meraih tangan RK dan memberikan Bri padany
"Apa ...?" RK menatap istri yang sangat dirindukan ini dengan tatapan sendu. "Sayang, ini aku suamimu, tolong jangan lupakan aku, Ai!" ucap RK sembari meraih tangan Aira, dan mengecupnya dalam-dalam, sambil menutup mata, meresapi kebahagiaan yang datang, namun hanya setengah. "Mas ...!" ucap Aira lembut sambil mengusap rambut coklat yang sudah terlihat besar karena tidak dipotong itu, dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana aku bisa melupakan, satu-satunya alasan aku bertahan dan kembali kesini. Dirimu dan Bri lah kekuatan dan alasanku. Aku cinta kamu, Mas!" ucap Aira sembari mengecup tangan suaminya. "Maafkan aku, aku hanya bercanda!" tambah Aira. RK terdiam cukup lama dan segera memeluk Aira erat-erat. "Tidak masalah sayang, asalkan itu hanya tipuan, aku tidak akan mempedulikannya, sebab aku sedang sangat bahagia karena dapat mendengar suara istriku dan tatapan sayang darinya seperti saat ini." RK tak henti-hentinya menciumi tangan pasien wanita itu yang adalah istrinya. "Ming
Pesan singkat disertai foto itu, membuat Andi kebingungan. Disisi lain, anak dalam kandungan Tantri yang terancam meninggal sebab sudah memasuki bulan ke 8, sedangkan diseberang sana sedang terjadi sesuatu yang membuat Andi mematung ditempatnya berdiri. "Apa ini, Mah?" Andi meremas rambutnya kuat-kuat. Dia berjalan gontai dan terduduk di kursi-kursi taman, yang berada dekat dengan parkiran. "Selena ... Dimana kamu, Nak! Papa bingung harus bagaimana," lirih Andi sembari menunduk. "Maaf Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap salah satu orang kepercayaannya yang masih belum memahami apa yang dilihat Andi di handphonenya, sehingga dirinya bereaksi seperti ini. "Tolong, hubungi siapa saja yang ada dirumah, tolong selamatkan istriku, tolong!" Andi memohon untuk istri yang tadi telah Ia abaikan. Seluruh tubuhnya bergetar, bagaikan kilatan petir yang menyambar dengan kecepatannya beberapa detik, namun mampu menghancurkan. Dirinya menerima kiriman pesan dari istrinya yang mengatakan,