Di sisi lain, Andra hanya menghembuskan napas dengan kesal. "Aku pergi dulu kalau begitu. Ini masih pagi dan aku malas berdebat." Andra meraih tas kerjanya. Namun, sebelum pergi dia kembali menatap Kayla yang hanya diam saja. "Pikirkan baik-baik ucapanku tadi. Lagian aku juga belum mau punya anak sekarang. Merepotkan saja!"
Kayla hanya bisa berdiri mematung, menatap punggung Andra yang perlahan pergi meninggalkan dia. 'Aku belum mau punya anak sekarang. Merepotkan saja!' Jadi, setelah berdebat panjang tadi, intinya Andra tetap tidak ingin punya anak darinya? Untungnya, pekerjaannya di Rumah Sakit begitu menguras tenaga dan pikiran, hingga ia bisa mengalihkan pikirannya. Tak terasa, Kayla bahkan telah bekerja selama empat jam. "Kayla!" panggil Alana yang langsung membuat Kayla menoleh. "Makan siang, yuk!" Kayla mengusap keringat di wajahnya. "Yuk. Pas banget sebentar lagi juga jam istirahat." "Gimana UGD hari ini? Aku lihat banyak pasien yang masuk." Kayla mengangguk lemah. "Benar-benar full. Kakiku rasanya capek banget." Kedua wanita berpakaian putih itu berjalan menuju kantin rumah sakit, untuk membeli makan siang. "Tadi malam gimana?" tanya Alana dengan senyum jahil. Dia menyenggol bahu temannya dengan penasaran. Kayla memaksakan senyumnya dengan lebar. Dia tidak mungkin menceritakan hal buruk dalam rumah tangganya bersama Andra kepada Alana bukan? "Oke. Saran kamu manjur. Mas Andra langsung klepek-klepek begitu aku pakai lingerie seksi," cicit Kayla dengan tawa yang dipaksakan. "Apa kataku!" Alana mengajak Kayla menuju kantin yang menjual soto ayam. "Makan soto enak kayanya." "Yuk! Aku juga lagi mau yang segar-segar," balas Kayla. Mereka berdua berjalan dengan sesekali berbincang mengenai malam tadi. Kayla hanya menceritakan khayalannya saja karena semua itu tidak pernah terjadi. Jangankan bercinta, saling bersapa saja rasanya sudah sangat susah. Hatinya seketika kembali pedih. Untungnya, antrean soto ayam tak terlalu panjang. Jadi, keduanya pun duduk setelah memesan.Namun, tiba-tiba saja keadaan rumah sakit terlihat cukup ramai dengan kedatangan sekelompok orang yang membuat Kayla dan Alana saling pandang. "Siapa yang datang?" Bersamaan dengan itu, ada notifikasi grup yang masuk secara bersamaan di ponsel Kayla dan Alana. [Cucu Tuan Wisnu Dewanta melakukan sidak mendadak di rumah sakit. Semuanya berkumpul!] Hah? Sidak? Semua pegawai rumah sakit yang baru akan beristirahat, langsung bergerak cepat ketika menerima pesan masuk tadi. Termasuk Kayla dan Alana. Mereka kembali bekerja seperti semula karena jam istirahat yang memang masih satu jam lagi. Kalau sampai cucu Wisnu Dewanta itu tahu, bisa-bisa ada pemecatan massal di rumah sakit siang ini! Dari kabar burung yang beredar, cucu sulung Tuan Wisnu terkenal dingin dan begitu disiplin. Dia juga tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun. Jadi, jika mereka tetap diam di kantin, itu sama saja dengan bunuh diri. "Apa cucu Tuan Wisnu pernah datang sebelumnya ke rumah sakit ini?" tanya Kayla dengan sedikit berbisik. Jujur, selama dia bekerja di rumah sakit kurang lebih tiga tahun, Kayla tidak pernah melihat cucu sulung Tuan Wisnu. Biasanya yang datang untuk memeriksa rumah sakit adalah cucu Tuan Wisnu yang lain. Sembari membicarakan tentang seseorang yang belum tahu seperti apa wujudnya, mereka kembali bekerja di unit gawat darurat, dan Kayla juga melihat wajah beberapa dokter mulai sedikit pucat. "Aku nggak tau. Kabarnya, sih, dia baru kembali lagi dari Belanda. Jadi, sepertinya dia baru berkunjung hari ini." Mendengar ucapan sahabatnya, Kayla mengangguk paham. Rumah sakit tempatnya bekerja memang rumah sakit swasta di bawah naungan D&W Farmasi. Salah satu cabang perusahaan yang ada di D&W Company. Untungnya, Kayla dan Alana bisa ke post mereka masing-masing. Akan tetapi ... saat mereka sudah kembali sibuk dengan pekerjaan, suara sirine ambulance tiba-tiba terdengar menandakan jika ada pasien yang masuk! Kayla yang memang bertugas di unit gawat darurat langsung bergegas untuk keluar. Namun, karena terlalu terburu-buru Kayla sampai tidak melihat jika ada orang-orang yang masuk ke dalam rumah sakit. Brak! Wanita itu terjatuh ketika dia menabrak seseorang dengan keras. Kayla sedikit meringis dengan menyentuh bahunya. "Tuan Saga, Anda baik-baik saja?" Suara seseorang mulai menyadarkan Kayla yang terdiam sejenak. Kayla langsung mendongak ketika mendengar suara seseorang. Barulah setelah itu matanya menangkap sosok pria bertubuh tinggi yang sedang mengulurkan tangan ke arahnya. "Kamu baik-baik saja?" tanya pria yang memiliki suara berat itu. Kayla terdiam. Dia mengamati wajah pria yang dipanggil Tuan Saga barusan. Rahangnya begitu tegas, membuat wajah Saga tampak garang. "Nona?" panggil pria itu dengan alis terangkat ketika melihat Kayla diam saja. "Ah, ya, aku baik-baik saja." Kayla menerima uluran tangan pria itu. "Terima kasih, Tuan. Maaf, saya sedang terburu-buru tadi karena ada ambulance yang akan masuk." "Ya, tidak masalah." "Mari, Tuan. Pertemuan kita sebentar lagi," bisik seseorang berpakaian rapi yang berdiri di samping pria bernama Saga tersebut. Pria itu mengangguk dengan wajah tenang. Sesaat dia melihat kembali ke arah Kayla yang tampak tak asing baginya. Namun, mendengar perkataan asistennya yang berkali-kali, akhirnya meninggalkan Kayla yang masih berdiri dengan menunduk. "Dia siapa? Kok, wajahnya kaya nggak asing?" batin Kayla dengan menatap punggung lebar milik pria yang belum dia tahu identitasnya. Saga? Kayla yakin dia tidak tahu atau kenal dengan pria bernama Saga, tetapi kenapa Saga terus memerhatikannya sejak tadi?Kayla menatap Sagara dengan tatapan penuh tanda tanya. Suara lembut pria itu masih terngiang di telinganya. "Kayla, ada sesuatu yang harus kamu tahu. Ini tentang janjiku padamu, waktu itu." Rasa cemas merambat di hati wanita itu, ketika Sagara menjelaskan segalanya. Tentang Devan, dan keluarga Sanjaya, dan semua cerita tentang Devan yang mencari-cari keberadaan adik kandungnya selama 20 tahun terakhir. Kayla menggeleng pelan, mencoba menolak kenyataan yang tak pernah dia duga. "Itu tidak mungkin," katanya dengan suara gemetar. Devan yang berdiri di sudut ruangan, mendekatinya perlahan. Di tangan pria itu ada sebuah album foto tua yang telah menguning oleh waktu. Dia menyerahkan album itu kepada Kayla. "Buka halaman ini," kata Devan, menunjuk sebuah halaman yang menampilkan foto seorang gadis kecil yang mengenakan gaun merah muda. Rambutnya dikuncir kuda, dan dia memegang permen lollipop di tangannya dengan senyum yang lebar.Kayla memandang foto itu dengan saksama, air mata mengg
“Adik?” tanya Sagara dengan wajah tak percaya. Dia sama sekali tak tahu jika temannya itu memiliki seorang adik. Selama ini Devan memang tak banyak bercerita tentang keluarganya. Sagara hanya tahu jika Devan tinggal dengan ayahnya saja. Dia pikir, kedua orang tua Devan berpisah, itu sebabnya temannya itu tak banyak menceritakan tentang apa pun.“Iya. Dia hilang waktu kecelakaan. Waktu itu usianya sekitar … delapan tahun,” jawabn Devan dengan berusaha mengingat-ingat.“Terus selama ini lo nggak pernah cari atau berusaha cari dia, Van?”“Gue udah lakuin semuanya untuk cari Kay, Ga.” Pria itu tertunduk sedih. “Tapi, hasilnya selalu nihil. Sampai pencarian dihentikan sama tim sar, kita juga masih tetap berusaha cari dengan bayar banyak orang, tapi hasilnya tetap sama.”Sagara menggeleng. “Ini nggak masuk akal.”“Maksud lo apa?”“Ya, ini nggak masuk akal, Devan!” seru Sagara hampir berteriak. “Gimana bisa lo nggak menemukan adik lo sendiri selama 20 tahun ini.”Devan terduduk lemas. Selu
Kayla terdiam. Dia tak bicara apa pun karena sudah menduga jika Sagara tak mungkin semudah itu menemukan keluarganya setelah puluhan tahun.Wanita itu hanya terdiam sembari menatap Sagara yang masih menanti jawabannya.Dia harus menjawab apa?Menerima permintaan Sagara untuk meresmikan pernikahan mereka? Seharusnya, tak ada yang meragukan tentang sifat dan apa yang pria itu miliki, tetapi berbeda dengan Kayla.Kayla sempat membuka hatinya saat tahu jika Sagara adalah remaja laki-laki yang menjadi temannya dulu. Namun, Kayla juga masih tahu diri.Sagara adalah cucu dan penerus D&W Company. Apa dia pantas bersanding dengan pria seperti itu?“Kayla—”“Maaf, Ga. Keputusanku akan tetap sama.” Kayla menghela napas panjang. Dia dapat merasakan genggaman tangan Sagara melonggar, dengan tatapan penuh arti kepadanya. “A-aku bukan wanita yang cocok bersanding dengamu, Sagara. Kehidupan kita berbeda. Aku hanya anak yatim piatu yang tak jelas asal usulnya sampai sekarang. Aku nggak mau semua tenta
Devan masuk ke dalam ruangan Sagara tanpa meminta izin lebuh dulu. Pria itu terlalu terburu-buru sehingga tidak peduli dengan orang yang berusaha menghentikannya sekarang.Namun, bukan Sagara yang dia lihat di sana, melainkan hanya ruangan kosong. Sagara sudah tak ada lagi di tempat itu.“Di mana Sagara?” tanya Devan tanpa basa-basi pada sekretaris temannya itu.“Tuan sedang ada urusan di luar.”“Di mana?”Wanita itu menggeleng tanda jika dia tidak tahu. “Dia hanya berpesan jika tidak akan kembali ke kantor hari ini.”Devan membuang napasnya dengan kasar mendengar hal itu. Pria itu langsung berbalik dan meninggalkan wanita yang berdiri di belakangnya tadi tanpa sepatah kata.Sekarang di dalam mobil, pria itu duduk termenung. Ke mana dia harus mencari Sagara untuk menanyakan tentang foto tersebut?Sudah beberapa kali juga dia mencoba menghubungi temannya itu, tetapi tak ada jawaban sama sekali. Jika memang seperti ini, itu artinya Sagara tak mau diganggu. “Harus ke mana aku mencari ta
“Yang ini—”“Gue pulang dulu!” kata Devan memotong ucapan Sagara. Pria itu baru saja akan menunjuk yang mana Kayla, tetapi Devan lebih dulu pergi. Namun, bukan dengan tangan kosong melainkan dengan membawa foto yang dia pegang tadi.“Fotonya mau lo bawa ke mana, Van?”“Gue pinjam sebentar. Nanti gue balikin lagi.” Devan langsung menutup pintu dan berlari meninggalkan kantor Sagara.Sementara itu, Sagara dan Daffa tampak masih bingung dengan sikap Devan yang tiba-tiba saja berubah. Keduanya saling pandang, dengan semua isi kepala masing-masing.***Devan langsung membanting pintu mobil setelah sampai di rumahnya. Pria itu berlari seperti orang kesetanan, dan langsung menuju ruang kerja ayahnya.“Loh, Van. Kamu sudah pulang?” tanya Pram—ayah Devan yang sedang duduk di meja kerja. Pria yang sudah paruh baya itu tampak mengerutkan kening saat melihat putranya hanya diam saja. “Kamu cari apa?” tanya Pram saat melihat Devan membuka satu persatu laci lemari.“Foto keluarga kita dulu, Pa.”“D
“Kamu bercanda?” tanya Kayla yang tampak tak percaya.Menjadikan pernikahan kontrak mereka sebagai pernikahan sungguhan? Itu terdengar tak masuk akal bagi Kayla.Bukan apa-apa. Perbedaan status sosial di antara mereka sangat jauh. Dari awal saja, Kayla sudah merasa tak percaya diri berada di dekat Sagara. Lalu, bagaimana bisa pria itu berpikir untuk menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan resmi?“Kenapa? Aku besungguh-sungguh, Kay. A-aku ingin melindungimu, Kayla.”“Melindungku? Melindungi dari apa dan siapa?”Sagara menghela napas panjang. Awalnya memang seperti itu. Dia menawarkan pernikahan kontrak dengan Kayla hanya karena ingin membantu wanita itu membalaskan rasa sakit hatinya.Akan tetapi, semakin hari semenjak mengenal Kayla, Sagara akui ada yang berbeda dalam di dalam hatinya. Ada sebuah rasa yang tak bisa dia ungkapkan sekarang.“Aku tidak punya musuh, sehingga kamu harus melindungi aku, Sagara. Aku juga sudah bisa menjaga diri sendiri.”Sagara terdiam. “Kita masih ha