"Tidak, Tuan. Suamiku yang membeli rumah ini."
"Suami?" Sudut alis Sagara terangkat ketika mendengar jika Kayla sudah mempunyai suami. "Suamimu pasti punya jabatan tinggi di tempat pekerjaannya. Kalau begitu, aku permisi dulu. Maaf karena sudah lancang bertanya tentang rumahmu."
Kayla kembali menggeleng dengan senyum tipis. Senyum yang langsung membuat Sagara merasakan dejavu.
"Tidak, Tuan. Saya mengerti. Anda pasti takut saya melakukan pekerjaan yang aka merugikan rumah sakit, bukan?"
Sagara terdiam. Padahal dia tidak berpikir seperti itu. Dia bertanya karena memang benar-benar penasaran.
"Kalau suamimu melihat dan salah paham, kabari saja aku. Aku tidak mau dicap sebagai pria perebut istri orang. Kamu masih menyimpan kartu namaku, kan?"
Kayla mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. Andra tidak akan marah atau berhak untuk melakukan hal itu kepadanya.
Sebab pria itu sudah berbuat hal yang di luar batas.
Tanpa berpamitan lagi, Sagara segera menutup kaca mobilnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Kayla yang masih termenung.
Melihat mobil Sagara yang sudah jauh, akhirnya Kayla bisa menghembuskan napas lega. Dia benar-benar merasa sangat gugup tadi karena duduk dalam satu mobil bersama pria tanpa ekspresi itu.
Namun, saat Kayla berbalik dan melihat rumahnya, wajah wanita itu langsung muram.
Hal yang sesungguhnya baru akan terjadi.
***
"Kamu diantar siapa?"
Kayla menoleh saat mendengar suara Andra yang sedang duduk di sofa, seperti sedang menunggu kedatangannya.
"Apa pedulimu?"
"Oh, jadi dia selingkuhan kamu?" Wajah Andra terlihat berang. Dia langsung berdiri dan menghampiri Kayla. "Kamu selingkuh? Jawab aku!"
Kayla meringis saat merasakan Andra mencengkeram tangannya dengan kuat. Apa Andra bilang barusan?
Dia selingkuh?
"Apa nggak seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepada kamu, Mas?"
"Aku sudah bilang akan menjelaskan semuanya, Kay. Aku nunggu kamu pulang dari tadi, tapi kamu baru pulang saat hari sudah gelap begini?"
Kayla membuang wajahnya. Dia tidak mau melihat Andra karena rasa kecewanya yang teramat dalam. Dia tidak bisa membayangkan jika hari ini benar-benar dinas malam. Kalau saja Kayla dinas malam, maka dia tidak akan mungkin tau kebenarannya.
"Menjelaskan apa lagi? Semuanya sudah jelas. Kamu yang selingkuh, bukan aku!" tunjuk Kayla tepat pada wajah Andra.
Melihat keberanian istrinya, Andra tampak murka. Pria itu langsung saja meraih tangan Kayla yang sudah berani menunjuknya.
"Kamu sudah berani sama suami? Kamu sudah nggak menghargai suami kamu lagi, ha?"
"Apa yang perlu aku hargai lagi dari pria seperti kamu, Mas?" teriak Kayla putus asa. Wanita merunduk, dan air matanya jatuh tanpa bisa ditahan lagi. "Kamu bilang tidak mau punya bayi karena merepotkan, tapi sekarang apa? Kamu punya bayi dengan wanita jalang itu!"
"Kayla, jaga ucapanmu!" bentak Andra tak terima. "Adelia bukan wanita jalang. Dia wanita terhormat."
"Terhormat? Tidak ada wanita terhormat yang merebut pria milik orang lain, Mas!"
"Dia tidak merebut aku dari kamu. Aku yang kembali kepadanya. Aku kembali kepada seseorang yang memang seharusnya hidup bersamaku."
Deg!
Kayla tampak terperangah mendengar ucapan Andra. Kembali kepada orang yang seharusnya?
Apa maksud suaminya itu?
"Dia mantan kekasihku. Kami kembali karena memang masih sama-sama cinta."
Sama-sama cinta? Apa telinga Kayla tidak salah dengar?
"Cinta? Kamu mencintai dia, Mas?"
Andra mengangguk yakin.
"Lalu apa arti kata-kaya cinta yang selama ini kamu ucapkan setiap hari padaku?" Suara Kayla terdengar lirih.
Apa dia hanya pelampiasan semata, saat Andra kehilangan masa lalunya?
"Kamu tidak akan mengerti, Kay. Aku menikah denganmu karena ibu yang terus memaksa dan Adelia waktu itu pergi untuk mengejar kariernya. Lagi pula, kamu juga selalu menempel padaku."
Plak!
Andra menyentuh pipinya yang teras panas karena tamparan Kayla yang tiba-tiba.
"Setelah kita hidup bersama selama dua tahun, kamu dengan mudahnya bilang terpaksa menikah denganku?" teriak Kayla dengan mata memerah. Dia tidak menyangka Andra akan berkata seperti ini. "Aku terus menempel padamu? Semua itu aku lakukan karena kamu yang memberi harapan, Mas."
Andra hanya menundukkan wajahnya mendengar semua perkataan Kayla.
"Kamu jahat, Mas!"
"Terus sekarang mau kamu apa?"
Kayla menatap Andra dengan raut tidak percaya. Pria itu dengan mudahnya bertanya apa yang menjadi keinginan Kayla saat ini.
"Kayla, jawab aku!"
"Tinggalkan dia. Aku istri sahmu!"
Kayla menatap Sagara dengan tatapan penuh tanda tanya. Suara lembut pria itu masih terngiang di telinganya. "Kayla, ada sesuatu yang harus kamu tahu. Ini tentang janjiku padamu, waktu itu." Rasa cemas merambat di hati wanita itu, ketika Sagara menjelaskan segalanya. Tentang Devan, dan keluarga Sanjaya, dan semua cerita tentang Devan yang mencari-cari keberadaan adik kandungnya selama 20 tahun terakhir. Kayla menggeleng pelan, mencoba menolak kenyataan yang tak pernah dia duga. "Itu tidak mungkin," katanya dengan suara gemetar. Devan yang berdiri di sudut ruangan, mendekatinya perlahan. Di tangan pria itu ada sebuah album foto tua yang telah menguning oleh waktu. Dia menyerahkan album itu kepada Kayla. "Buka halaman ini," kata Devan, menunjuk sebuah halaman yang menampilkan foto seorang gadis kecil yang mengenakan gaun merah muda. Rambutnya dikuncir kuda, dan dia memegang permen lollipop di tangannya dengan senyum yang lebar.Kayla memandang foto itu dengan saksama, air mata mengg
“Adik?” tanya Sagara dengan wajah tak percaya. Dia sama sekali tak tahu jika temannya itu memiliki seorang adik. Selama ini Devan memang tak banyak bercerita tentang keluarganya. Sagara hanya tahu jika Devan tinggal dengan ayahnya saja. Dia pikir, kedua orang tua Devan berpisah, itu sebabnya temannya itu tak banyak menceritakan tentang apa pun.“Iya. Dia hilang waktu kecelakaan. Waktu itu usianya sekitar … delapan tahun,” jawabn Devan dengan berusaha mengingat-ingat.“Terus selama ini lo nggak pernah cari atau berusaha cari dia, Van?”“Gue udah lakuin semuanya untuk cari Kay, Ga.” Pria itu tertunduk sedih. “Tapi, hasilnya selalu nihil. Sampai pencarian dihentikan sama tim sar, kita juga masih tetap berusaha cari dengan bayar banyak orang, tapi hasilnya tetap sama.”Sagara menggeleng. “Ini nggak masuk akal.”“Maksud lo apa?”“Ya, ini nggak masuk akal, Devan!” seru Sagara hampir berteriak. “Gimana bisa lo nggak menemukan adik lo sendiri selama 20 tahun ini.”Devan terduduk lemas. Selu
Kayla terdiam. Dia tak bicara apa pun karena sudah menduga jika Sagara tak mungkin semudah itu menemukan keluarganya setelah puluhan tahun.Wanita itu hanya terdiam sembari menatap Sagara yang masih menanti jawabannya.Dia harus menjawab apa?Menerima permintaan Sagara untuk meresmikan pernikahan mereka? Seharusnya, tak ada yang meragukan tentang sifat dan apa yang pria itu miliki, tetapi berbeda dengan Kayla.Kayla sempat membuka hatinya saat tahu jika Sagara adalah remaja laki-laki yang menjadi temannya dulu. Namun, Kayla juga masih tahu diri.Sagara adalah cucu dan penerus D&W Company. Apa dia pantas bersanding dengan pria seperti itu?“Kayla—”“Maaf, Ga. Keputusanku akan tetap sama.” Kayla menghela napas panjang. Dia dapat merasakan genggaman tangan Sagara melonggar, dengan tatapan penuh arti kepadanya. “A-aku bukan wanita yang cocok bersanding dengamu, Sagara. Kehidupan kita berbeda. Aku hanya anak yatim piatu yang tak jelas asal usulnya sampai sekarang. Aku nggak mau semua tenta
Devan masuk ke dalam ruangan Sagara tanpa meminta izin lebuh dulu. Pria itu terlalu terburu-buru sehingga tidak peduli dengan orang yang berusaha menghentikannya sekarang.Namun, bukan Sagara yang dia lihat di sana, melainkan hanya ruangan kosong. Sagara sudah tak ada lagi di tempat itu.“Di mana Sagara?” tanya Devan tanpa basa-basi pada sekretaris temannya itu.“Tuan sedang ada urusan di luar.”“Di mana?”Wanita itu menggeleng tanda jika dia tidak tahu. “Dia hanya berpesan jika tidak akan kembali ke kantor hari ini.”Devan membuang napasnya dengan kasar mendengar hal itu. Pria itu langsung berbalik dan meninggalkan wanita yang berdiri di belakangnya tadi tanpa sepatah kata.Sekarang di dalam mobil, pria itu duduk termenung. Ke mana dia harus mencari Sagara untuk menanyakan tentang foto tersebut?Sudah beberapa kali juga dia mencoba menghubungi temannya itu, tetapi tak ada jawaban sama sekali. Jika memang seperti ini, itu artinya Sagara tak mau diganggu. “Harus ke mana aku mencari ta
“Yang ini—”“Gue pulang dulu!” kata Devan memotong ucapan Sagara. Pria itu baru saja akan menunjuk yang mana Kayla, tetapi Devan lebih dulu pergi. Namun, bukan dengan tangan kosong melainkan dengan membawa foto yang dia pegang tadi.“Fotonya mau lo bawa ke mana, Van?”“Gue pinjam sebentar. Nanti gue balikin lagi.” Devan langsung menutup pintu dan berlari meninggalkan kantor Sagara.Sementara itu, Sagara dan Daffa tampak masih bingung dengan sikap Devan yang tiba-tiba saja berubah. Keduanya saling pandang, dengan semua isi kepala masing-masing.***Devan langsung membanting pintu mobil setelah sampai di rumahnya. Pria itu berlari seperti orang kesetanan, dan langsung menuju ruang kerja ayahnya.“Loh, Van. Kamu sudah pulang?” tanya Pram—ayah Devan yang sedang duduk di meja kerja. Pria yang sudah paruh baya itu tampak mengerutkan kening saat melihat putranya hanya diam saja. “Kamu cari apa?” tanya Pram saat melihat Devan membuka satu persatu laci lemari.“Foto keluarga kita dulu, Pa.”“D
“Kamu bercanda?” tanya Kayla yang tampak tak percaya.Menjadikan pernikahan kontrak mereka sebagai pernikahan sungguhan? Itu terdengar tak masuk akal bagi Kayla.Bukan apa-apa. Perbedaan status sosial di antara mereka sangat jauh. Dari awal saja, Kayla sudah merasa tak percaya diri berada di dekat Sagara. Lalu, bagaimana bisa pria itu berpikir untuk menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan resmi?“Kenapa? Aku besungguh-sungguh, Kay. A-aku ingin melindungimu, Kayla.”“Melindungku? Melindungi dari apa dan siapa?”Sagara menghela napas panjang. Awalnya memang seperti itu. Dia menawarkan pernikahan kontrak dengan Kayla hanya karena ingin membantu wanita itu membalaskan rasa sakit hatinya.Akan tetapi, semakin hari semenjak mengenal Kayla, Sagara akui ada yang berbeda dalam di dalam hatinya. Ada sebuah rasa yang tak bisa dia ungkapkan sekarang.“Aku tidak punya musuh, sehingga kamu harus melindungi aku, Sagara. Aku juga sudah bisa menjaga diri sendiri.”Sagara terdiam. “Kita masih ha